Selasa, 16 April 2024

Aneh, BKD, Inpektorat, dan Satpol PP Tak Tahu Perekrutan 825 THL

Berita Terkait

Kepala Badan Kepegawaian Daeraha Kota Batam M Syahrir  memberikan penjelasan saat rapat dengar pendapat antara THL Satpol PP dengan Pemko Batam, dan DPRD Batam yang membahas masalah penerimaan THL Satpol PP Kota Batam, Rabu (12/10). Foto:Cecep Mulyana/Batam Pos
Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kota Batam M Syahrir memberikan penjelasan saat rapat dengar pendapat antara THL Satpol PP dengan Pemko Batam, dan DPRD Batam yang membahas masalah penerimaan THL Satpol PP Kota Batam, Rabu (12/10). Foto:Cecep Mulyana/Batam Pos

batampos.co.id – Perekrutan 825 Tenaga Harian Lepas (THL) Satpol PP Kota Batam masih jadi tanda tanya besar. Baik Satpol PP, Badan Kepegawaian dan Diklat (BKD) dan Inspektorat Batam, sama-sama tidak mengetahui asal muasal perekrutan tersebut.

“Memang kita tak pernah minta anggaran untuk perekrutan. Begitu juga perintah Surat Kerja (SK)-nya tak pernah ada,” ujar Kabid PPUD Satpol PP Batam, M Teddy Nuh saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi I DPRD Batam, Selasa (12/10).

Menurut Teddy, secara lembaga, Satpol PP Batam tak pernah melakukan perekrutan. Ia menuding, ini murni kebijakan oknum yang tidak bertanggung jawab. Dan kalaupun ditemukan ada perekrutan, itu diluar dari data yang mereka miliki.

Ia juga mengakui, terkait dugaan proses pembayaran uang masuk dengan jumlah tertentu tidak ada hubungannya dengan lembaga tersebut. “Dan kalaupun ada yang dirugikan, silakan dilaporkan ke pihak yang berwajib,” tutur Teddy.

Inspektorat Pemko Batam yang diwakili Kabid Inspektorat Akhmad Arfah mengaku memang sesuai fungsinya, inspektorat bertugas mengawasi penerimaan pegawai baik itu PNS maupun THL. Namun terkait masalah ini, ia mengaku tak tahu.

“Pertama tidak pernah dianggarkan di APBD Batam. Sampai sekarang belum ada laporan yang masuk ke kami. Secara institusi, Satpol PP tidak pernah menerima maupun merekrut 825 THL ini,” kilahnya.

Sedangkan Kepala BKD Batam, M Syahir mengatakan, dalam perekrutan ada mekanisme yang harus dilalui. Semisal, SKPD membutuhkan tenaga tambahan, ia akan melaporkan ke walikota. Dan walikota akan langsung meminta BKD untuk membuka penerimaan.

Biasanya perekrutan ini secara tertulis. Dibuka untuk umum dan disampikan langsung di sejumlah media. “Namun untuk masalah ini kami tak mengetahui. Kami pernah membuat surat edaran ke Kasatpol PP namun tak dijawab,” ujarnya.

Terakhir, kata Syahir, perekrutan di lingkungan Pemko Batam dilakukan pada bulan Agustus 2014 lalu. “Namun yang ini tak ada laporan penerimaan ke kita,” ujarnya singkat.

Ketua Komisi I DPRD Batam, Nyanyang Haris Pratamura yang memimpin rapat menilai tidak logis bila BKD dan Inspektorat tidak mengetahui permasalah ini. Padahal, katanya, dalam merekrut, mereka diminta surat kesehatan, tes urine dari BNN serta pembagian pleton yang semakin mempertegas adanya komunikasi antara atasan dan bawahan di satpol PP.

“Dimana fungsi pengawasan Inspektorat. Kita bukan saling melempar bola, tapi mencari solusi untuk mereka,” ucapnya.

Dan bahkan, kata Nyanyang, kenapa sekarang mereka tidak diakui, padahal sudah diberi seragam dan tugas. “Ini sama saja tenaga mereka diperas tapi tak diakui. Berwujud tapi tak terlihat,” sindir poltisi Gerindra itu.

Dari data yang masuk ke Komisi I, lanjutnya, registrasi pendaftaran THL Satpol PP angkatan ketujuh pada Agustus 2014 lalu. Dimana, peserta diminta menyerahkan berkas ke panitia. Tahun 2015 ada pembagian subsidi di Mako satpol PP.

“BKD harus tanya ke kasatpol PP. Kenapa ramai-ramai, penerimaan dari mana, siapa yang menerima, jangan hanya tak mau tahu saja,” tegasnya.

Marshal, salah seorang perwakilan THL Satpol PP mengaku, kronologi penerimaan dimulai pada Agustus 2014 lalu. Mereka masuk setelah melalui sejumlah pelatihan-pelatihan. Bahkan pada gelombang ketiga, ratusan calon didik di Polresta Barelang yang langsung diberi pelatihan oleh lima orang yang memiliki kekuasaan di Satpol PP Batam.

“Jumlah kami saat itu 360 orang. Mereka dari satpol PP ialah Kurnia Lubis, Muhammad Said, Yadi Priyadi, Marjohan, dan Raja Zulkarnain. Lulus tahapan pertama kami dilanjukan pelatihan di Tanah Merah,” kenang Marshal.

Selesai pelatihan, lanjutnya, mereka diberi surat perintah tugas, dan dalam tempo waktu satu minggu, mereka diminta menjahitkan baju dinas memakai uang sendiri. Setelah itu, mereka ditempatkan di Bantuan Kendali Operasi (BKO) sesuai kecamatan dan sekaligus pengamanan pemilu 2014 lalu.

“Kalau tak dianggap kenapa kami ada SPT-nya,” tanya Marshal.

Damsih Saragih, anggota lainnya mengaku, jika tidak dianggap kenapa mereka diberi pelatihan. Sedangkan yang melatih sendiri anggota satpol PP. Bahkan setiap pagi mereka harus mengambil absen di markas satpol pp.

“Kami hanya anak bangsa yang ingin berbakti kepada bangsa ini,” tuturnya.

Rio selaku kordinator 825 satpol pp ini mengaku dari informasi terakhir, banyak rekannya yang sudah menjual rumah, bercerai dan bahkan meninggal dunia. “Ini yang kami rasakan selama dua tahun terakhir,” kenang Rio.

Kasat Reskrim Polresta Barelang Kompol Memo yang ikut hadir dalam RDP tersebut mengaku, sudah ada enam korban yang melaporkan penipuan rekruitmen satpol pp. Ia mengaku dari hasil penyelidikan terkendala pengumpulan barang bukti, karena sesuai KUHP, minimal ada dua barang bukti sebelum penetapan tersangka.

“Yang kami peroleh saat ini hanya keterangan saksi-saksi saja. Baik BKD maupun satpol pp kurang koperatif dalam memberikan informasi. Siapa yang terlibat akan jelas sumua nantinya,” kata Memo.

Kedua, kata Memo, kaitan dengan masalah kenapa tidak digaji, karena plafon penggunaan anggaran dalam hal rekrut satpol pp tidak ada. Kalau tetap dipaksakan menganggarkan itu adalah penyalahgunaan wewenang.

“Logikanya masa BKD, Inpektorat dan satpol pp tidak tahu. Masak sebanyak itu menerima tidak tahu, kami saja satu polisi bodong bisa ditangkap, kita sama-sama menyelesaikan tapi tak melanggar aturan,” ujarnya.

Terkait pelatihan dio polresta, lanjutnya, baik itu lembaga atau swasta setiap kali ada permintaan, selalu akan disiapkan. “Kita kan melayani masyarakat, kalau ada yang membutuhkan tentu kita akan siapkan,” sambung Memo.

Anggota Komisi I Nono Hadisiswanto menilai satpol pp mabuk, BKD mandul dan inspektorat tutup mata terkait masalah ini. “Tak pantas mereka jawab tidak mengetahui. Kita mencari solusi bukan saling lepar bola,” ujarnya.

Ia meyarankan agar BKD dan inpektorat belajar ke Bandung dimana 1.000 satpol yang direkrut dijadikan linmas. Mereka dianggarkan tanpa menyalahi aturan Undang-undang Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Jangan berharap, tapi kita berusaha mencari solusinya,” kata Nono.

Mustofa, Komisi I lainnya mengaku jumlah honorer di Batam hampir 7.000 orang. Namun demikian ia menilai, tidak semua honorer bekerja alias hanya banyak yang hanya memakan gaji buta. Disaat jam kerja bermain ponsel dan facebookan.

“Sebentar lagi kan Januari, mereka kan dikontrak hingga akhir tahun. Jadi kami minta BKD evaluasi honorer tak efektif ini, ganti dengan yang benar-benar ingin bekerja,” tegasnya.

Ia menilai, dibanding honorer di kantoran, THL satpol pp adalah garda terdepan dalam melindungi aset pemerintah. “Saya tak ada kepentingan disini. Hanya saja sangat tidak seimbang, honor yang tak bekerja ini digaji, sedangkan mereka yang panas hujan tidak diakui, meskipun tenaga mereka dibutuhkan. Makanya saya minta BKD evaluasi,” tegasnya. (rng/bpos)

Update