Jumat, 19 April 2024

22 TKI yang Selamat Dipulangkan

Berita Terkait

Petugas Tagana sedang mendata para korban kapal tenggelam yang selamat saat akan diberangkatkan dari selter Nilam Suri Nongsa ke Bandara Hang Nadim Batam , Minggu, (6/11). Sebanyak lebih kurang 22 orang korban kapal tenggelam yang selamat  asal Nusa Tenggara Barat dipulangkan ke kampung halamannya. Foto: Cecep Mulyana/Batam Pos
Petugas Tagana sedang mendata para korban kapal tenggelam yang selamat saat akan diberangkatkan dari selter Nilam Suri Nongsa ke Bandara Hang Nadim Batam, Minggu, (6/11/2016). Sebanyak lebih kurang 22 orang korban kapal tenggelam yang selamat asal Nusa Tenggara Barat dipulangkan ke kampung halamannya. Foto: Cecep Mulyana/Batam Pos

batampos.co.id – Sebanyak 22 Tenaga Kerja Indonesia (TKI), korban tragedi kapal tenggelam yang selamat, asal Nusa Tenggara Barat (NTB) dipulangkan, Minggu (6/11/2016). Mereka berangkat dengan pesawat Garuda dari Bandara Internasional Hang Nadim Batam pukul 08.55 WIB. Pesawat mereka transit di Jakarta.

“Mungkin jam 18.00 WIB mereka baru sampai Lombok,” kata Sekretaris Utama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Harmono.

Namun dari 22 orang tersebut, seorang di antaranya memilih pulang ke Padang, Sumatera Barat. Ia pulang dengan biaya sendiri. Sementara biaya perjalanan untuk 21 orang lainnya sepenuhnya ditanggung Pemerintah Provinsi NTB.

Sebenarnya, kata Harmono, BNP2TKI yang menanggung seluruh biaya pemulangan korban TKI itu, baik yang selamat maupun yang meninggal. Namun, Gubernur NTB bersedia menanggung biaya pemulangan korban yang selamat.

“Kami menyambut niat baik itu,” tambahnya.

Total ada 25 TKI asal NTB yang selamat dalam tragedi tersebut. Namun tiga di antaranya masih tinggal di Batam. Mereka masih menginap di shelter Pusat Rehabilitasi Nilam Suri, Nongsa.

Harmono mengatakan, ketiganya belum boleh pulang lantaran masih diperlukan untuk membantu proses identifikasi jenazah korban lainnya. Baik itu melalui ciri-ciri fisik ataupun pakaian yang dikenakan.

“Kami pada dasarnya, siap memulangkan kapan saja. Tapi dari tim DVI belum memperbolehkannya,” ujar Harmono.

BNP2TKI akan mendata TKI-TKI yang telah dipulangkan tersebut. Ia berharap, di kemudian hari, para TKI itu tidak lagi menggunakan jalur ilegal ketika hendak bekerja di Malaysia.

“Kami tentu berharap mereka bisa mengurus kelengkapan dokumennya selama berada di Indonesia,” ujarnya.

Menurut dia, para TKI tersebut memilih jalur ilegal untuk menghindari masuk daftar hitam pemerintah Malaysia. Ini supaya mereka masih bisa kembali ke Malaysia suatu saat nanti.

“Kalau sidik jari mereka diambil, mereka masuk black list,” kata Harmono.

Padahal, kata Harmono, memilih jalur ilegal akan merugikan mereka sendiri. Pertama, tarif yang cenderung lebih mahal. Para TKI tersebut harus menyetorkan uang minimal 700 ringgit Malaysia atau Rp 2.181.000 (1 ringgit=Rp 3.117, 18) untuk bisa pulang ke Indonesia. Sementara jika melewati jalur resmi, tiket Malaysia-Batam dijual dengan harga Rp 175 ribu atau Rp 240 ribu jika ditambah dengan pajak Rp 65 ribu.

Dan alasan yang kedua, bahaya. Jalur ilegal berbahaya bagi keselamatan mereka. Tenggelamnya kapal yang mengangkut TKI ilegal Rabu (2/11) lalu menjadi satu contohnya.

“Kami tidak tahu mereka sudah masuk daftar hitam Pemerintah Malaysia atau belum. Tapi kenapa mereka memilih jalur (ilegal) ini sebenarnya untuk menghindari di-black list,” jelas Harmono.

Harmono berharap, kejadian Rabu (2/11) itu membawa efek jera pada para TKI yang selamat. Tidak hanya mereka, tetapi juga keluarga dan sanak saudara TKI tersebut, baik yang selamat maupun yang meninggal.

“Supaya mereka berpikir dua kali untuk pergi dan pulang secara ilegal,” kata Harmono. (cew/bp)

Update