Rabu, 24 April 2024

Tak Dapat Ganti Rugi, Warga Kampung Harapan Tolak Dipindahkan

Berita Terkait

Ribuan warga membakar ban untuk memboikot jalan dalam aksi penolakan eksekusi lahan milik PT Glory Point yang telah mereka tempati selama 20 tahun terakhir di Kampung Harapan Swadaya, Bengkong, Selasa (8/11/2016). Foto: Rezza Herdiyanto/Batam Pos
Ribuan warga membakar ban untuk memboikot jalan dalam aksi penolakan eksekusi lahan milik PT Glory Point yang telah mereka tempati selama 20 tahun terakhir di Kampung Harapan Swadaya, Bengkong, Selasa (8/11/2016). Foto: Rezza Herdiyanto/Batam Pos

batampos.co.id – Warga RW 05 Kampung Harapan, Bengkong Sadai menolak untuk dipindahkan karena belum mendapatkan ganti rugi.

Penolakan dari warga Kampung Harapan ini, berujung pada bentrok dengan aparat gabungan dari TNI dan Polri yang hendak melakukan pengamanan penggusuran rumah mereka pada Selasa (9/11/2016) lalu.

Aksi lempar batu, kayu, botol hingga bom molotov tak bisa dihindarkan. Sementara dari kepolisian, mereka menembakkan gas air mata dan mengerahkan satu unit mobil water canon untuk membubarkan massa yang memblokade jalan yang menghubungkan Batam Center menuju Bengkong.

Pasca kejadian ini, beberapa warga Kampung Harapan terkesan tertutup dan irit bicara saat di jumpai. Mereka lebih sering mengatakan tidak tahu saat ditanya terkait permasalahan lahan tersebut.

Iwan, warga kampung harapan mengatakan luas lahan yang rencananya akan digusur itu seluas satu hektar, yang terdiri dari 130 KK. Iwan juga mengaku, jika warga Kampung Harapan telah menempati lahan tersebut sejak tahun 1990- an.

Ketika itu kata dia, Kampung Harapan masih merupakan lahan kosong. Warga kemudian mendirikan bangunan dan menimbunnya sedikit demi sedikit. Bahkan, jalan juga belum ada di kawasan itu.

“Warga disini menempati pertama kali melalui patok lahan. Tahun 1999 kita telah mengajukan untuk membayar PBB, namun tidak bisa sampai sekarang,” ujarnya.

Masih kata Iwan, lahan di Kampung Harapan telah diributkan sejak tahun 2013 lalu. Bahkan pada saat lahan itu ribut, TNI juga telah memasuki perkampungan mereka untuk membangun infrastruktur jalan.

“Kasus ini ribut tahun 2013. TMMD (TNI Manunggal Masuk Desa) masuk, mereka sudah tahu, apa guna lagi TMMD. Kalau lahan bermasalah kenapa di cor jalan,” katanya.

Selain itu, Iwan juga sangat menyayangkan tindakan dari aparat yang menembakkan gas air mata. Ia sangat menyayangkan dalam bentrokan kemarin, banyak anak-anak yang menjadi korban dari gas air mata yang ditembakkan ke arah mereka.

“Kemarin itu gas air mata sampai masuk ke rumah-rumah warga. Malam pun aparat selalu jaga disini,” imbuhnya.

Hal yang sama juga disampaikan warga lainnya yang tak ingin namanya disebutkan. Pasca di terjadinya bentrokan kemarin, dirinya terpaksa menumpang di rumah tetangganya.

“Sebelah rumah ini yang punya kan cina. Kita suruh jaga, untuk sementara kita tinggal di situ dulu, di atas lantai tanah itu kita bentangkan kasur,” ujarnya.

Menurutnya, ia tidak mengetahui secara pasti permasalahan lahan di Kampung Harapan. Ia baru tinggal di Kampung Harapan baru dua tahun lebih atas permintaan temannya.

“Dulu saya ngekos dan ngontrak udah dimana-mana. Baru lah sekarang punya rumah. Jadi saya disuruh kawan satu kerjaan saya disini. Kawan saya sekarang di Malaysia,” ungkapnya.

Sementara itu, untuk status lahan yang ia tempati itu juga tidak mengetahui secara pasti. “Gak tau juga tanah ini gimana. Apakah teman saya itu membelinya atau bagaimana, saya hanya disuruh bangun rumah disini,” katanya.

Yono, warga Kampung Harapan lainnya tetap bertahan di sisa-sisa rumahnya yang hanya tinggal sebagian. Sebab, pada penggusuran kemarin, bagian kiri rumahnya telah dihancurkan dengan alat berat.

“Untuk sementara bertahan dulu disini. Menunggu sampai ada kejelasan (ganti rugi, red),” ujarnya.

Menurut Yono, ia juga tidak mengetahui secara pasti permasalahan yang ada di Kampung Harapan. Karena, ia baru saja membangun rumah disana. “Saya gak tahu (permasalahannya, red). Disini soalnya juga baru dua tahun,” imbuhnya. (cr1/bp)

Update