Kamis, 25 April 2024

800 KK Kampung Harapan Bengkong Siap Pindah, Asalkan SKB Dijalankan

Berita Terkait

Rumah warga di Perumahan Glory Home's terbakar akibat dimolotov warga yang menolak eksekusi pengosoangan lahan milik PT Glory diBatam Centre, Selasa (8/11/2016). Foto: eggi/batampos
Warga melawan saat lahan yangmereka tempat hendak dieksekusi pengosoangan olah tim terpadu karenalahan itu kini milik PT Glory, Selasa (8/11/2016). Foto: eggi/batampos

batampos.co.id – Sebanyak 800an Kepala Keluarga di RW 05, Kampung Harapan Swadaya, Bengkong Sadai tidak menolak digusur asalkan mereka mendapat tempat tinggal baru dari Badan Pengusahaan (BP) Batam.

Ketua RW 05 Kampung Harapan, Busthanul mengungkapkan lahan tersebut telah diduduki oleh warga Kampung Harapan Swadaya sejak tahun 1993. Waktu itu, lahan tersebut hanya hutan.

“Masyarakat melalui swadaya menata lahan ini sendiri,” ujarnya.

Pada saat masyarakat telah menduduki lahan itu, kemudian dibangun lapangan golf dengan nama lapangan golfnya Tanjung Country Club yang dikelola oleh PT Lagoi Internasional.

“Jadi dengan dibangunnya lapangan golf itu tahun 1993, karyawannya pun dari masyarakat sini juga,” katanya.

Dengan berjalannya waktu, kemudian lapangan golf yang dikelola oleh PT Lagoi Internasional mengalami masalah keuangan hingga akhirnya tutup.

“Mungkin karena keuangan atau reformasi juga tahun 1998 itu, akhirnya lahan ini terlantar, sehingga masyarakat melakukan kavling-kavling,” lanjutnya.

Setelah lapangan golf yang dikelola oleh PT Lagoi Internasional bangkrut. Kemudian lahan itu dialihkan oleh Otorita ke PT Inti Ramindo Sejati hingga tahun 2008. Pada tahun 2008, lahan itu dikuasai oleh PT Darma Kemas dan dialihkan lagi ke Grup Glory.

“Jadi sebetulnya sudah menyalahi aturan. Karena di dalam izin prinsip enam bulan tidak dibangun atau pun tidak ada kegiatan di lokasi yang ditetapkan oleh otorita itu akan dicabut. Kalau dia yang punya lokasi itu harusnya kan ada aturan main. Sekurangnya dia pasang papan nama, pemagaran di lokasi PT ini,” katanya lagi.

Bushtanul mengaku, hingga saat ini warga belum mendapatkan kepastian bahwa yang mengelola lahan itu adalah pihak Glory.

“Kalau gak salah saya tanggal 10 Agustus 2007 ada penggusuran di Bengkongkolam. Jadi dengan adanya penggusuran di Bengkongkolam, masyarakat Sadai ini melakukan demo ke otorita melalui DPRD. Jadi 2007 tanggal 13 Agustus itu terbitlah kesepakatan dari tiga instansi,” ungkapnya.

Adapun Surat Kesepatan Bersama (SKB) yang lahir pada aksi unjuk rasa itu diantaranya, pertama Otorita Batam mendukung, didukung oleh Pemerintah Kota Batam dan DPRD Kota Batam akan melakukan tindakan darurat cepat dengan meyiapkan tempat penampungan sementara kepada tiga puluh tiga kepala keluarga yang tergusur dan akan membantu penanganan terhadap anak sekolah.

Kedua, akan dibentuk tim yang terdiri dari unsur Otorita Batam, Pemerintah Kota Batam, DPRD Kota Batam dan perwakilan warga masyarakat Kelurahan Sadai Kecamatan Bengkong untuk mencari solusi pengganti lahan.

Ketiga, ada beberapa alternatif yang akan dilakukan, antara lain, Otorita Batam akan melakukan pembicaraan dengan investor untuk mencari solusi pengganti lahan dan Otorita Batam akan melakukan pembicaraan dengan investor untuk membuka adanya peluang kerja sama antara investor dengan masyarakat setempat.

Keempat, selama tim belum menyelesaikan tugas dan sampai adanya kepastian maka tidak akan ada penertiban/penggusuran di wilayah Kelurahan Sadai.

“Jadi maksudnya ini (poin ketiga, red), OB akan mengganti lahan yang diduduki oleh masyarakat dan otorita dengan investor itu didudukkan dengan masyarakat,” katanya.

Peluang kerja sama itu, mungkin yang telah dilakukan di beberapa tempat, yaitu di Kampung Belimbing. Itu masyarakat membayar UWTO kepada PT tersebut. Jadi misalnya UWTO Rp 40 ribu, mungkin karena dia ada unsur bisnisnya seratus ribu per meter atau seratus lima puluh. “Ya kita sanggup,” ucapnya.

Menurut Busthanul, poin nomor empat merupakan poin yang paling penting dalam kesepakatan yang telah tercapai pada tahun 2007 lalu.

“Ini kan jalan solusi yang ditawarkan, jadi nomor empatnya itu, selama tim belum menyelesaikan tugas dan sampai adanya kepastian, maka tidak ada penertiban ataupun penggusuran di Kelurahan Sadai. Jadi ini yang belum dilaksanakan oleh tiga instansi tersebut,” katanya.

Masih kata Busthanul, dikeluarkannya SKB itu bukan menunjukkan lahan tersebut milik masyarakat melainkan solusi. Ia juga mengakui bahwa lahan itu merupakan milik dari Glory Grup, sebab PT Glory memiliki legalitas.

“Kalau dia (Glory, red) gugat, jelas dia menang, karena dia ada surat-surat. Apakah dengan surat-surat itu akan menyelesaikan masalah? Seharusnya sesuai dengan SKB ini. Harusnya dijalankan itu. Kami sebagai masyarakat yang taat hukum, bagaimanapun kami masyarakat Kampung Harapan mendukung pembangunan Pemerintah Kota Batam. Kita siap (pindah, red), cuma sesuai dengan SKB ini,  harus dijalankan dulu. Sekarang SKB ini belum dilakukan, kalau SKB ini dijalankan, masyarakat akan menerima kok,” imbuhnya. (cr1)

Update