Kamis, 25 April 2024

REI Batam Minta Penundaan Perizinan Lahan Maksimal Sepekan

Berita Terkait

Ketua Real Estate Indonesia (REI) Khusus Batam, Djaja Roeslim.  Foto: Fitri Hardiyanti/ Untuk Batam Pos
Ketua Real Estate Indonesia (REI) Khusus Batam, Djaja Roeslim. Foto: Fitri Hardiyanti/ Untuk Batam Pos

batampos.co.id – Penghentian sementara perizinan lahan di Badan Pengusahaan (BP) Batam dinilai akan mengganggu sejumlah sektor usaha. Namun industri properti merupakan sektor yang paling dirugikan oleh kebijakan ini.

“Kondisi ini pastinya akan mengganggu sektor properti,” Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Real Estate Indonesia (REI) Batam, Djaja Roeslim, Minggu (20/11/2016).

Menurut Djaja, penghentian sementara atau penundaan perizinan lahan otomatis akan menyebabkan pengurusan izin peralihan hak (IPH) terhenti. Penjualan properti pun ikut berhenti. Saat ini, izin peralihan hak menjadi satu dari delapan perizinan yang pelayanannya dihentikan sementara.

Untuk itu, Djaja berharap penundaan pelayanan perizinan tersebut tidak berlangsung dalam waktu lama. Pelayanan harus segera berjalan normal kembali dalam waktu kurang dari satu minggu.

“Sesegera mungkin jangan lebih dari satu minggu karena penundaan ini sudah berjalan hampir satu minggu,” tutur Djaja Roeslim.

IPH termasuk pelayanan perizinan yang terjadi setiap hari. Dalam satu hari, kata Djaja, terjadi setidaknya 50 pengurusan IPH. Penundaan akan membuat transaksi tersebut menumpuk.

Selain pengurusan IPH, pelayanan perizinan lain yang ditunda sementara itu, yakni, pengajuan alokasi lahan baru, perpanjangan uang wajib tahunan otorita (UWTO), pengukuran alokasi lahan, dan revisi gambar penetapan lokasi. Serta rekomendasi hak atas tanah, penggantian dokumen, juga pelayanan pecah dan penetapan gabungan lahan.

Kebijakan menunda pelayanan itu muncul menyusul terbitnya surat edaran dari Ketua Tim Teknik Dewan Kawasan (DK). Surat yang ditanda-tangani Ketua Tim Teknis DK Lukita Dinarsyah Tuwo itu mengatakan bahwa DK akan melakukan kajian terhadap uang wajib tahunan. Meliputi di dalamnya, besaran, struktur penggunaan, dan cakupan wilayah. Sembari menunggu kajian itu selesai, BP Batam diminta untuk menunda Peraturan Kepala BP Batam nomor 19.

Besaran uang wajib tahunan, menurut Djaja, sangat berpengaruh terhadap harga rumah. Semakin tinggi tarif uang wajib tahunan maka harga rumah pun akan semakin naik.

“Kalau UWTO naik, pasti akan berpengaruh ke harga jual,” tuturnya.

Sementara praktisi hukum di Batam, Markus Gunawan, menilai selain berimbas pada sektor ekonomi, penundaan perizinan lahan juga berdampak pada sisi hukum.

“Secara ekonomi, dalam hal transaksi properti jadi tidak berjalan. Sementara dari sisi hukum, masyarakat tidak mendapat kepastian hukum sampai kapan penundaan pelayanan ini dilakukan,” ujar Markus.

Sebab dalam surat edaran DK, tidak disebutkan sampai kapan kajian tentang tarif UWTO akan dilakukan. “Kalau tidak ada ketentuan waktunya, berarti landasannya tidak jelas. Sama saja kepastian hukum tidak ada,” papar Markus.

Hal ini tentu menjadi kekhawatiran tersendir bagi kalangan pengusaha. Terutama pengusaha sektor properti. Padahal ada puluhan bisnis turunan dari industri properti ini. Jika sektor properti terganggu, makan akan ada puluhan bisnis turunannya yang akan terdampak.

“Jika semakin lama penundaan ini, maka ditakutkan investor pun beralih haluan,” pungkasnya. (ceu/cr15)

Update