Sabtu, 20 April 2024

Tantangan Bertani di Batam, Diserbu Produk Sejenis hingga Cuaca

Berita Terkait

produk-pertanian-batambatampos.co.id – Sejumlah petani Batam mengeluhkan masuknya produk hortikultura dari Tanjungpinang dan Bintan ke pasar Batam. Sebab, produk mereka jadi kalah bersaing.

“Tanpa produk Tanjungpinang dan Bintan, petani Batam makmur,” kata Sekretaris dan Bendahara Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Makmur, Yasir, saat ditemui di Pameran  Hortikultura di Pasar Mega Legenda, Rabu (23/11).

Yasir mencontohkan. Di tahun 2015 lalu, Gapoktannya mendapat bantuan bibit cabai merah. Ketika berhasil panen banyak, produknya justru tak laku. Harga turun drastis.

“Soalnya, banyak juga cabai masuk ke Batam dari mana-mana,” tuturnya.

Ketua Gapoktan Sidodadi, M Yamin, mengatakan, produk-produk hortikultura dari Tanjungpinang dan Bintan itu bisa dijual murah di Batam. Karena masih sesuai dengan ongkos produksi mereka. Sementara bila petani Batam mengikuti harga tersebut, mereka bisa bankrut. Sebab, ongkos produksi hampir dua kali lipat lebih mahal dari Bintan dan Tanjungpinang.

Produk hortikultura dari Tanjungpinang dan Bintan itu seperti, bayam, kangkung, jagung, mentimun, dan cabai. Bahkan, saat ini sudah ada petani dari Tanjungpinang dan Bintan yang berhasil menanam bawang.

“Belum lagi produk-produk dari China dan Thailand,” tutur M Yamin.

Produk dari Cina dan Thailand juga menyerbu Batam. Seperti cabai, kentang, wortel, dan kol. Namun, para petani Batam tak terlalu khawatir. Sebab, produk-produk yang diimpor dari Cina dan Thailand itu memang sulit untuk ditanam di Batam.

“Kalau itu bolehlah. Tapi kalau dari Tanjungpinang dan Bintan, produk mereka kan sama,” imbuhnya.

Hortikultura produksi petani Batam rata-rata memiliki harga tinggi. Di pasar, produk mereka bisa menang dari segi kualitas. Namun, konsumen tetap memilih harga yang murah. Apalagi secara fisik, bentuknya sama.

Harga hortikultura produksi petani Batam bisa tinggi lantaran banyaknya sarana dan prasarana yang mereka butuhkan. Meliputi, pengairan dan pemupukan.

“Jenis tanah Batam itu tanah marginal. Unsur haranya tipis. Jadi butuh lebih banyak pupuk,” tutur M Yamin.

Batam sempat dicanangkan sebagai daerah sentra pengembangan cabai. Pemerintah pernah memberikan bantuan bibit cabai pada tahun 2015 dan 2016. Petani pun senang jika harus menanam cabai.

Namun, para petani banyak menemui kendala saat menanam. Satu faktor yang paling berpengaruh adalah cuaca. Cuaca di Batam tidak bisa diprediksi.

“Panas-hujan-panas-hujan,” kata Ketua Gapoktan Makmur, Nuryanto.

Kondisi itu membuat tanaman cabai banyak terserang hama. Para petani pun tidak mau ambil resiko dan memanen cabai sebelum waktunya. Padahal, harga cabai hijau dua kali lipat lebih rendah dari harga cabai merah.

Jika cabai hijau dapat dijual seharga Rp 40 ribu hingga Rp 50 ribu per kilogram, cabai merah dapat dijual dengan harga Rp 80 ribu per kilogram.

“Tapi kami tidak mau ambil resiko. Daripada dimakan hama, lebih baik kami panen cepat,” tuturnya.

Para petani berharap Pemerintah dapat mengurangi masuknya produk-produk hortikultura dari Tanjungpinang dan Bintan. Atau, bilapun tidak dapat mengurangi, produk-produk itu bisa disalurkan ke wilayah lain selain Batam. Misalnya, diekspor ke Malaysia atau Singapura.

Mereka juga menyambut baik rencana pemerintah memindahkan lahan pertanian mereka ke satu pulau tertentu.

“Kalau memang itu terwujud, alhamdulillah,” tutur Ketua Gapoktan Sidodadi, M Yamin. (ceu)

Update