Kamis, 25 April 2024

30 Persen PAD Terancam Hilang

Berita Terkait

batampos.co.id – Kota Batam terancam kehilangan pendapatan asil daerah (PAD) hingga 30 persen jika pengurusan izin peralihan hak (IPH) di Badan Pengusahaan Batam terus berlanjut hingga akhir tahun 2016.

Pasalnya, penghentian pelayanan IPH ini akan berdampak luas pada hilangnya pungutan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan atau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Menurut anggota Komisi II DPRD Batam, Hendra Asman, tahun ini PAD dari BPHTB ditargetkan sekitar 30 persen, yakni sebesar Rp 260-an miliar. Sedangkan PAD sendiri ditarget sebesar Rp 800-an miliar.

“Tapi hingga akhir November, BPHTB baru Rp 192 miliar. Sementara pelayanan PIH dihentikan, maka otomatis tidak akan terjadi transaksi jual beli properti,” ujar Hendra kepada Batam Pos, Kamis (8/12).

Untuk tahun depan, kata dia, Pemerintah Kota (Pemko) Batam juga bakal kelabakan untuk membuat target PAD dari sektor BPHTB jika Badan Pengusahaan (BP) Batam maupun pemerintah pusat tidak segera menemukan terobosan agar pelayanan PIH tetap dilanjutkan dengan kebijakan baru yang tidak melanggar aturan hukum.

“Di APBD Kota Batam tahun 2017 nanti kami sulit menentukan target PAD dari BPHTB. Ditarget kecil takutnya akan defisit. Kalau ditarget lebih tinggi dari tahun ini juga takut bermasalah. Jadi ada potensi kehilangan ini di APBD tahun depan,” ujar politikus Partai Golkar tersebut.

Masih menurut dia, masih banyak kegiatan Pemko Batam yang butuh anggaran hingga akhir tahun, sementara dapat dipastikan pendapatan dari BPHTB akan seret akibat moratorium Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 148 Tahun 2016 dan Peraturan Kepala (Perka) BP Batam Nomor 19 Tahun 2016 saat ini.

Ia juga menilai jika polemik PMK 148 tidak segera diselesaikan, maka kota ini terancam kolaps. “Sebentar lagi Batam ini akan kolaps karena implikasi IPH ini ke BPHTB,” sebutnya.

BP Batam, sambungnya, harus bikin terobosan agar ekonomi Batam tidak terganggu, yang mana jual beli properti jadi terhambat. Terobosan itu bisa saja dengan memberlakukan aturan lama jika yang baru sedang dimoratorium selama masa transisi. “Ini kan bisa dikonsultasikan ke pusat kalau pihak BP takut ini melanggar aturan,” ujar Hendra.

Menurut dia, ada tarif bawah dan atas dari Perka Nomor 19 Tahun 2016 itu, yang mana tarif bawahnya sangat dekat dengan tarif lama sebelum keluarya PMK 148. Bisa saja tarif bawah ini diterapkan. Intinya BP Batam harus bikin terobosan agar pelayanan tidak terganggu, apalagi dihentikan,” ujar pria berkacamata ini.

Dampak dari moratorium ini adalah pelayanan kepada masyarakat yang dihentikan. Sementara pengusaha sendiri pada prinsipnya ingin adanya kemudahan investasi dan kenyamanan investasi.

“Simpel kok. Artinya pemerintah harus menyesuaikan diri walau ada kebijakan baru harus pakai kebijakan lain yang tidak melanggar aturan,” jelasnya.

Ia juga berharap agar semua stakeholder di Batam bisa duduk bersama menyelesaikan polemik yang ada sesegera mungkin.

Terpisah, Direktur Humas dan Promosi BP Batam, Purnomo Andiantono mengatakan, pihaknya saat ini menghentikan pelayanan IPH karena adanya edaran dari Menteri Koordinator Bidang Ekonomi. Dengan edaran tersebut maka untuk sementara BP tidak punya dasar hukum untuk memberlakukan tarif.

“Ini yang menjadi alasan pelayanan dihentikan karena tak ada dasar hukumnya,” sebutnya. (she/spt)

Update