Jumat, 29 Maret 2024

Penertiban Ruli Tugas Pemilik Alokasi Lahan

Berita Terkait

Deputi V Badan Pengusahaan (BP) Batam, Gusmardi Bustami (paling kanan) saat m,elakukan jumpa pers, kamis (7/12/2016)
Deputi V Badan Pengusahaan (BP) Batam, Gusmardi Bustami (paling kanan) saat melakukan jumpa pers, Kamis (7/12/2016)

batampos.co.id – Deputi V Badan Pengusahaan (BP) Batam, Gusmardi Bustami, meyakinkan BP Batam tak asal-asalan dalam mencabut izin lahan tidur. Menurut dia, BP Batam menggunakan prosedur dan aturan yang jelas dalam menjalankan kebijakan kontroversial tersebut.

“Kami sangat berhati-hati mengenai hal ini. Kami tidak sewenang-wenang. Semua aturan dan ketentuan sudah kami pertimbangkan,” kata Gusmardi saat ditemui di Gedung Bida Marketing BP Batam, Kamis (8/12).

Gusmardi kemudian menjelaskan, di antara sekian banyak pengusaha yang tak kunjung membangun lahannya beralasan karena lahan tersebut ditempati permukiman ilegal atau rumah liar (ruli). Pengusaha tersebut akhirnya membiarkan lahannya tetap terlantar sambil menunggu proses penertiban oleh BP Batam atau Pemko Batam.

Padahal, sesuai pasal 3 Surat Perjanjian (SPJ) alokasi lahan, penertiban ruli di atas lahan yang sudah dialokasikan merupakan tugas dan tanggungjawab pengusaha pemegang izin alokasi lahan terkait. Sehingga, lanjut Gusmardi, tidak ada alasan bagi pengusaha untuk tidak membangun lahannya hanya karena ada ruli di atasnya.

Dalam pasal 3 SPJ itu sudah dijelaskan bahwa semua risiko yang terjadi di atas lahan yang telah dialokasikan ditanggung oleh si pemilik izin alokasi lahan. Baik itu keberadaan ruli maupun biaya pembebasan lahan. Sesuai dengan namanya, SPJ tersebut dibuat atas kesepakatan bersama, tanpa ada paksaan.

“Peraturan itu harus dihormati, saya kira anak kecil pun tahu,” imbuhnya.

Ia kemudian mencontohkan kasus lahan milik PT Glory Point di Bengkong Harapan Swadaya, Kecamatan Bengkong. Di atas lahan tersebut terdapat ratusan rumah liar. Namun pihak Glory Point kemudian menempuh jalur hukum untuk mendapatkan kepastian mengenai hak kepemilikan lahan di sana. Setelah memenangkan gugatan, maka Glory Point berupaya menggusur ruli yang menempati lahan tersebut.

“Glory Point yang bersihkan (ruli), bukan kami,” jelasnya.

Gusmardi mengakui, sebagian besar pemilik lahan tidur mengaku tak kunjung membangun lahannya karena keberadaan ruli di atasnya. Namun dia kembali menegaskan, penertiban ruli bukan kewenangan BP Batam. Sehingga BP Batam akan tetap menarik lahan yang dibiarkan terlantar jika alasannya hanya gara-gara ditempati rumah liar.

Gusmardi mengatakan, sejauh ini pihaknya sudah menginventarisir 174 titik lahan tidur di Batam. Lahan-lahan tersebut sudah ditelantarkan sejak 2008 lalu. Para pemiliknya sudah dipanggil untuk verifikasi. Namun hanya 134 pemilik lahan yang memenuhi panggilan BP Batam.

“30 tidak memenuhi panggilan, 8 sudah dicabut izinnya. Sisanya akan dipanggil lagi untuk diverifikasi ulang,” ujarnya.

Dijelaskan, sesuai dengan aturan BP Batam, pembangunan lahan harus dilakukan paling lambat 350 hari setelah SPJ ditandatangani. Namun jika aturan ini dilanggar, BP Batam tidak akan serta merta mencabut izin lahannya. Melainkan akan mengirim surat peringatan (SP) kesatu sampai ketiga.

“Dan jika tidak diindahkan, kami masih melakukan upaya pemanggilan melalui media,” katanya.

Menurut Gusmardi, lahan merupakan kebutuhan utama kegiatan investasi. Apalagi di Batam yang saat ini sisa lahan yang belum dialokasikan kian terbatas.

Dia menyebut Batam memiliki luas 45.778,95 hektare. Dari luasan itu hanya 31.283,38 hektare yang bisa dialokasikan untuk dibangun, baik untuk kegiatan investasi maupun untuk fasilitas umum dan sosial. Sebanyak 24.750,51 hektare sudah dialokasikan, sehingga sisanya tinggal 3.782,83 hektare.

Karenanya, BP Batam berkeras menyikapi banyaknya lahan tidur di Batam. Menurut Gusmardi, jika pemilik lahan tak kunjung membangun lahannya karena alasan yang tidak pasti, lebih baik lahan tersebut ditarik dan dialokasikan kepada investor lain.

“Temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyatakan ada 7.000 hektare lahan tidur, makanya kita memulai tindakan untuk mencabutnya sesuai dengan aturan,” jelasnya.

Namun ketika ditanya soal masih banyaknya lahan tidur yang tak kunjung ditarik sampai saat ini, Gusmardi enggan banyak komentar. “Tanya sama (pejabat) yang lama saja,” kata Gusmardi.

Ia hanya menjelaskan, dari 134 pemilik lahan tidur yang telah memenuhi panggilan BP Batam rata-rata kembali mengajukan proposal untuk mendapatkan kembali izin alokasi lahan mereka. BP Batam mengakomodirnya.

Soal hal ini, Gusmardi membantah jika dikatakan sikap BP Batam tidak tegas. Melainkan pihaknya ingin memberi kesempatan kedua kepada para pemilik lahan tidur itu.

“Membangun Batam tidak bisa secara retorika, kami akan tertibkan lagi administrasinya,” katanya. (leo)

Update