Kamis, 28 Maret 2024

Lahan Tidur Diambil Alih BP Batam, Pengusaha Protes

Berita Terkait

Direktur Promosi dan Humas BP Batam Purnomo Andiantono. Foto: Dalil harahap/batampos

batampos.co.id – Kebijakan Badan Pengusahaan (BP) Batam menarik lahan tidur kembali menuai protes. Kali ini kritik datang dari pengusaha yang mengaku keberatan karena izin lahannya tetap dicabut meski sudah mengikuti prosedur dan melengkapi syarat yang diajukan BP Batam.

“Semua prosedur kami ikuti, tapi lahan tetap dicabut juga,” kata seorang pengusaha atas nama PT MPS yang lahannya dicabut BP Batam beberapa waktu lalu, Senin (12/12/2016).

Pengusaha yang enggan ditulis namanya itu mengaku sudah mengadukan hal ini kepada Forum Pengusaha Pribumi Indonesia (Forppi) Batam. Ketua Forppi Batam, Marthen Tandirura, menyebut pelapor jelas merasa dirugikan. Dia juga menilai sikap BP Batam itu tanpa dasar yang tegas.

Kata Marthen, pihak PT MPS sudah memenuhi panggilan yang dilayangkan BP Batam. Namun BP Batam tetap mencabut izin lahan MPS dengan alasan perusahaan tersebut mangkir.

“Pencabutan karena ketidakhadiran pada saat pemanggilan itu bohong belaka, karena MPS hadir,” kata Marthen, Senin (12/12/2016).

PT MPS menerima surat pemanggilan dari BP Batam pada 14 Juli silam karena dianggap telah menelantarkan lahan miliknya sejak 2007. Dalam surat itu, PT MPS diminta hadir ke BP Batam untuk proses verifikasi lahan tidurnya itu pada 21 Juli 2016.

“Dan pada tanggal itu MPS menghadirinya,” ujarnya.

Marthen menyebut, pihak PT MPS juga membawa dokumen lengkap termasuk berkas sementara dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan dokumen Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) yang tengah diproses di Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Batam.

Selanjutnya, MPS menyerahkan dokumen kehadiran dengan nomor 038/PT MPS/VII/2016 kepada BP Batam pada 28 Juli yang diterima oleh petugas loket BP Batam. Sekaligus menyerahkan dokumen yang menyatakan kesiapan untuk melakukan pembangunan fisik di atas lahan yang telah ditelantarkannya.

Namun pada 4 November 2016, MPS menerima surat pembatalan alokasi lahan dengan nomor B/2917/A3/LH.02/11/2016 beserta surat keputusan pembatalan nomor 235 pada tanggal yang sama. BP Batam juga menerbitkan pengumuman di media massa pada 11 November untuk mempertegas hal tersebut.

Lahan milik PT MPS yang dicabut itu berlokasi di Pantai Timur atau Kabil dengan luas 30.165 meter persegi. Nomor PL-nya 27060201 dan memiliki jangka Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) hingga 2034.

Marthen mengaku heran karena pada dasarnya MPS telah mengikuti semua prosedur. PT MPS juga telah memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang akan berakhir pada tahun 2034. Bahkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) rutin disetor.

“Kami sangat keberatan dengan tindakan ini karena pada dasarnya pembangunan terhambat akibat kondisi ekonomi global yang lagi lesu,” ujarnya.

Marthen mengaku telah meneruskan laporan PT MPS ini ke Dewan Kawasan (DK) Batam agar mengevaluasi lagi proses penarikan lahan tidur di BP Batam.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Publikasi dan Humas BP Batam, Purnomo Andiantono mengatakan proses pencabutan lahan tidur sudah sesuai dengan prosedur. Apalagi, PT MPS sudah sejak lama menelantarkan lahan yang telah dialokasikan BP Batam.

“Jika lahan tak kunjung dibangun sejak tahun 2007, sudah selayaknya dicabut izinnya,” jelasnya.

Sebab sesuai Surat Perjanjian (SPJ) antara BP Batam dan pemilik lahan dijelaskan, bahwa batas waktu pembangunan adalah semmbilan bulan sejak izin alokasi lahan tersebut diberikan.”Namun ini sudah hampir sembilan tahun tak dibangun apa-apa,” ungkapnya.

Sebelumnya, protes dan kritik terhadap kebijakan penarikan lahan BP Batam itu juga banyak disampaikan sejumlah pihak. Mulai dari asosiasi pengusaha hingga Wali Kota Batam, Muhammad Rudi. (leo/bp)

Update