Sabtu, 20 April 2024

Selangkah Lagi, Inggris Tinggalkan Uni Eropa

Berita Terkait

Perdana Menteri Inggris Theresa May. (REUTERS)

batampos.co.id – Perdana Menteri (PM) Inggris Theresa May berpidato tentang Brexit alias British Exit, di Lancaster House, Selasa (17/1).

Perempuan pemimpin Inggris itu menegaskan bahwa Inggris segera berpisah dari Uni Eropa (UE) sesuai dengan keputusan referendum Juni tahun lalu. Artinya, Inggris juga akan meninggalkan pasar tunggal yang dibangun blok perdagangan terbesar di dunia tersebut.

’’Brexit berarti memegang kendali penuh atas jumlah pendatang dari Eropa. Dan, itulah yang akan kami prioritaskan,’’ kata May dalam pidato yang disiarkan langsung oleh stasiun televisi nasional Inggris tersebut.

Pengetatan aturan imigrasi memang menjadi kunci kemenangan Brexit dalam referendum yang didukung 52 persen pemilih tersebut. Karena itu, May menjadikan negosiasi tentang aturan imigrasi sebagai agenda utama.

Rencananya, akhir Maret nanti May mulai mengaktifkan Article 50. Berdasar pasal itu, Inggris punya waktu dua tahun untuk bersepakat dengan organisasi terbesar Eropa tersebut terkait dengan status barunya nanti sebagai negara non-anggota UE. Namun, untuk bisa mengaktifkan pasal yang dikutip dari Traktat Lisbon tersebut, May membutuhkan restu parlemen. Baik majelis rendah maupun majelis tinggi.

Kemarin May menegaskan, membatasi jumlah imigran dan pendatang dari luar Inggris hanya bisa diwujudkan jika Negeri Ratu Elizabeth II itu benar-benar memisahkan diri dari UE. Termasuk meninggalkan pasar tunggal UE yang memberikan akses seluas-luasnya bagi seluruh negara anggota untuk bertransaksi dagang dan mencari keuntungan. Karena itu, Inggris tak bisa setengah-setengah meninggalkan UE.

Sebelum May berpidato, sempat beredar rumor bahwa Inggris akan menerapkan standar ganda. Yakni, hanya statusnya yang bukan lagi anggota UE, tapi masih memberlakukan aturan-aturan yang sama. Khususnya dalam bidang perekonomian. Kemarin pemimpin 60 tahun itu membantah semua rumor yang beredar. Dengan pasti, dia menegaskan bahwa Inggris akan bercerai dari UE.

Kendati demikian, sesuai dengan pesan kalangan pebisnis dan pemilik modal, May berjanji meminta UE memberikan akses seluas-luasnya kepada para pengusaha Inggris.

’’Saya akan berupaya keras untuk meminta akses seluas dan sebanyak-banyaknya dalam bidang perdagangan,’’ kata politikus yang kemarin mengenakan sepatu bertatah batu berkilau tersebut.

Karena batas waktu negosiasi berakhir pada 2019, May akan berusaha keras menyempurnakan rancangan Brexit sebelum tenggat tiba. Sebab, jika sampai masa negosiasi berakhir belum tercapai kesepakatan dengan UE, Inggris akan terpaksa hengkang begitu saja tanpa kesepakatan apa pun.

’’Kami akan melakukannya secara bertahap dan berharap transisi berjalan lancar tanpa perubahan drastis,’’ ungkapnya.

Namun, ambisi May itu ditanggapi dingin oleh Menteri Luar Negeri Austria Hans Joerg Schelling. Dia tidak yakin Inggris bisa mewujudkan semua itu dalam waktu dua tahun. Idealnya, London membutuhkan waktu sekitar lima tahun untuk menyempurnakan rancangan Brexit dan merumuskan kesepakatan baru dengan UE.

’’Membahas Brexit dan wacana hubungan masa depan tidak bisa dilakukan sekaligus,’’ tegasnya.

Dalam pidatonya kemarin, May juga memperingatkan UE untuk tidak menghakimi Inggris setelah memutuskan bercerai dari organisasi yang beranggota 27 negara tersebut.

’’Reaksi yang menyulitkan Inggris hanya akan membuat negara-negara Eropa merugi sendiri. Dan, bukan seperti itu cara berteman,’’ ujarnya. Dia berharap UE dan Inggris bisa mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan bagi kedua pihak.

Hingga 2015, negara-negara UE bergantung pada 44 persen total ekspor barang dan jasa Inggris. Dampaknya, negara yang beribu kota Kota London itu harus mengalami defisit neraca dagang hingga 68,6 miliar poundsterling atau setara dengan Rp 1.130 triliun. Karena itu, saat May menyatakan Inggris akan keluar dari pasar tunggal UE, nilai poundsterling langsung menguat.

Minggu (15/1) Menteri Keuangan Philip Hammond memperingatkan bahwa perubahan status Inggris dalam UE akan menimbulkan gejolak di dalam negeri. ’’Inggris harus tetap bisa kompetitif di pasar UE meski tanpa status anggota. Ada tarif yang harus dibayar,’’ katanya.Dia berharap gejolak itu bisa diminimalkan lewat skema transisi yang kini dirancang May dan pemerintahannya. (AFP/Reuters/BBC/hep/c5/sof/tia)

Update