Jumat, 29 Maret 2024

18 Hari Polisi Tembak Mati Empat Pengedar Narkoba

Berita Terkait

ilustrasi

batampos.co.id – Dalam tempo 18 hari pada awal 2017, empat pengedar Narkotika meregang nyawa karena timah panas petugas.

Kendati Korps Bhayangkara memastikan tembak mati itu secara natural muncul di lapangan, tapi diharapkan untuk mempercepat Indonesia bebas narkotika.

Kadivhumas Mabes Polri Irjen Boy Rafli Amar menuturkan dengan penembakan yang berujung pada kematian pelaku peredaran narkotika itu diharapkan menjadi shock therapy pada pengedar sehingga menghentikan aktivitasnya. ”Semoga jadi pelajaran bagi pengedar lainnya,” tuturnya.

Banyaknya kejadian tembak mati pada pengedar itu bukan merupakan instruksi kepolisian. Namun, tindakan tegas itu telah terukur sesuai dengan prosedur hukum yang ada. Kondisi petugas menembak pelaku narkotika itu muncul dengan sendirinya karena adanya perlawanan dan upaya melarikan diri.

”Aparat penegak hukum mengetahui apa yang harus dilakukan saat menghadapi pengedar yang melawan atau melarikan diri. Mereka penyidik yang berpengalaman, tidak perlu harus diinstruksi,” ungkap mantan Kapolda Banten tersebut.

Yang pasti, Polri mengerahkan tenaga ekstra untuk mempercepat target Indonesia bersih dari narkotika. Kalau bisa, tahun 2017 ini tidak ada lagi narkotika yang beredar di Indonesia. ”Kita ingin secepatnya bebas dari narkotika yang membunuh generasi bangsa,” paparnya.

Namun begitu, persoalan narkotika itu tidak hanya soal peredaran di Indonesia. Diketahui, sebagian besar narkotika itu berasal dari luar negeri, seperti Malaysia, Cina dan Taiwan.

”Sumbernya diupayakan dihentikan, namun pokoknya narkotika yang dibawa masuk ke Indonesia pasti ditindak tegas. Tidak ada pilihan lain, harus ditindak sesuai dengan hukum di negara kita,” ujarnya.

Sementara Kepala Humas Badan Narkotika Nasional (BNN) Kombes Slamet Pribadi menuturkan, penanganan sumber narkotika dari luar negeri, seperti Cina, Taiwan, dan Malaysia sebenarnya sudah dilakukan berulang kali.

”Bentuknya share informasi antaranegara,” tuturnya.

Namun, masalahnya seperti di Cina produksi narkotika memang resmi untuk kebutuhan pengobatan. Namun, ada penyalahgunaan yang dilakukan oleh pengedar.

”Bagaimana pengedar bisa membeli narkotika dari produsen resmi dan menyelundupkan ke Indonesia ini yang kami tidak mengetahui. Namanya juga penjahat,” keluhnya.

Yang juga memicu banyaknya penyelundupan itu karena jumlah konsumen narkotika di Indonesia yang begitu banyak. Pengedar narkotika mendapatkan untung besar bila bisa dijual di Indonesia.

”Maka, sebenarnya upaya menutup sumber narkotika itu bisa dilakukan dengan penegakan hukum dan menekan jumlah pengguna. Kalau tidak ada pengguna, mau dikirim berapapun ke Indonesia tidak ada yang beli,” tuturnya.

Apalagi, sistem rekrutmen pengedar narkotika itu multilevel marketing (MLM). Pengedar merekrut banyak orang yang menjadi bawahannya.

”Sederhananya, bos bandar tidak mengenal kurir dan konsumen. Hanya bandar kecilnya yang mengetahui kurir dan konsumen,” ungkapnya. (idr/jpgrup)

Update