Selasa, 19 Maret 2024

Komisi untuk Sales Mobil Berkurang, Uang Muka Beli Mobil Berpotensi Naik

Berita Terkait

Ilustrasi

batampos.co.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan Surat Edaran OJK (SE OJK) No 1/SEOJK.05/2016 tentang Tingkat Kesehatan Keuangan Perusahaan Pembiayaan.

Imbasnya uang muka kredit kendaraan bermotor berpotensi naik pada kuartal pertama 2017.

Potensi kenaikan uang muka atau DP (down payment) tersebut muncul karena ada pembatasan komisi bagi pihak ketiga dari perusahaan pembiayaan. Pihak ketiga dalam hal itu adalah diler dan seluruh unsur di bawahnya, termasuk wiraniaga (sales).

Tertera dalam pasal V ayat 2 poin C.4 beleid tersebut, pengeluaran biaya insentif pihak ketiga terkait dengan akuisisi pembiayaan per perjanjian pembiayaan dibatasi sebesar 15 persen. Batasan itu diambil dari nilai pendapatan yang terkait dengan pembiayaan dan sudah termasuk pajak.

Poin C.5 menyatakan pengeluaran biaya insentif pihak ketiga terkait dengan akuisisi pembiayaan secara total dibatasi sebesar 20 persen dari nilai pendapatan yang terkait dengan pembiayaan sudah termasuk pajak.

Vice President Director of Marketing and Sales PT Nissan Motor Indonesia (NMI) Davy J. Tuilan mengungkapkan, aturan OJK yang dirilis sekitar pertengahan 2016 dan efektif penuh berlaku pada Januari 2017 tersebut akan berdampak pada penjualan kendaraan bermotor, terutama mobil, tahun ini.

’’Komisi dari perusahaan leasing kepada diler dibatasi maksimal 15 persen,’’ ungkapnya di sela acara Nissan GT Academy 2016 menjadi Reality Show di kompleks Hanggar, Jakarta, kemarin (18/1).

Pembatasan itu akhirnya berpotensi membuat nilai DP untuk kredit kendaraan menjadi “murni” sehingga berpotensi naik.

’’Di kuartal pertama, yang jelas, DP kredit kendaraan akan naik jika dibandingkan dengan 2016,’’ ucapnya.

Kenaikan DP kredit biasanya memengaruhi motivasi konsumen untuk membeli kendaraan. Sekitar 70 persen konsumen kendaraan, terutama mobil, di Indonesia membeli dengan cara kredit.

’’Yang jelas, pendapatan wiraniaga sedikit turun,’’ ujar Davy.

Pada saat yang sama, jika dilihat dari indikator makroekonomi, Davy memperkirakan pasar mobil nasional masih cenderung datar. Satu-satunya harapan terdapat pada produk mobil ramah lingkungan dengan harga terjangkau alias low cost and green car (LCGC). Pada tahun lalu, penjualan efektif para pemain baru di LCGC hanya berlangsung sekitar lima bulan.

Dari lima bulan saja, performanya terhadap total penjualan mobil nasional cukup signifikan. Pada tahun ini, peran penjualan LCGC akan berkontribusi setahun penuh sehingga diyakini lebih signifikan.

’’Dengan adanya peran LCGC itu, market mobil nasional saya kira naik 2 persen sampai 3 persen tahun ini,’’ tuturnya.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno Siahaan menjelaskan, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari pemberlakuan aturan OJK itu.

’’Perumusan aturan juga sudah dibicarakan dengan semua pelaku usaha,’’ ucapnya kepada Jawa Pos, kemarin (18/1).

Dia justru berpendapat bahwa pembatasan komisi untuk pihak ketiga, dalam hal itu diler dan semua unsur di dalamnya, akan memacu penjualan mobil lebih tinggi. Sebab, dengan komisi yang kecil per realisasi kredit, seharusnya mereka menjual lebih banyak supaya komisinya juga besar.

“Coba lihat, sudah bertahun-tahun market mobil flat. Memang komisi untuk sales menjadi kecil sih iya,’’ jelasnya.

Aturan OJK tersebut, menurut Suwandi, diberlakukan agar perusahaan pembiayaan bisa lebih sehat serta lebih prudent dalam menyalurkan kredit. Besaran komisi yang memang variatif karena tidak masuk dalam peraturan sebelumnya secara rinci bisa dijadikan subsidi oleh diler untuk memenuhi ketentuan DP. Dengan begitu, DP terhadap konsumen menjadi lebih rendah.

’’Tapi, kalau DP kecil terus, kemudian kredit macet dan mobil ditarik, itu menjadi tidak bagus buat kita. Percuma saja,’’ katanya. (gen/c5/sof/jpgrup)

Update