Jumat, 29 Maret 2024

Uang Narkoba Dikirim ke Singapura

Berita Terkait

ilustrasi

batampos.co.id – Kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari hasil bisnis narkoba yang dilakukan money changer PT Jaya Valasindo di Batam ternyata sudah berlangsung sejak lama. Badan Narkotika Nasional (BNN) mencatat nilai transaksinya mencapai Rp 3,6 triliun. Sebagian besar uang dari bisnis haram itu dikirim ke sejumlah bank di Singapura.

Saat ini sudah ada tiga terdakwa dalam kasus ini. Masing-masing bernama Ruslan, Tjhioe Hoek alias Eddya Warman, dan Andreas. Kasus ini masih dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Batam.

Kabid Brantas BNN Provinsi Kepri, Bubung Pramiadi, mengaku pihaknya tidak tahu banyak tentang kasus TPPU ini. Sebab kasus ini ditangani BNN Pusat. Dia juga membenarkan, penyidik dari BNN Pusat pernah memeriksa sejumlah orang bertempat di kantor BNNP Kepri di Nongsa, Batam.

“Tahun lalu sekitar bulan April, pernah BNN Pusat menyidik orang di sini. Tapi kurang paham juga kasusnya apa dan siapa yang disidik,” kata Bubung, Selasa (31/1).

Bubung juga mengaku tidak mengikuti perkembangan kasus ini. Termasuk saat ditanya soal apakah Ruslan Cs merupakan tersangka dari kasus yang pernah disidik BNN Pusat waktu itu.

“Waduh, kurang tahu juga,” elak Bubung.

Bubung hanya menjelaskan, selain menjadi tempat penyidikan, BNNP Kepri hanya dititipi sejumlah barang bukti yang disita oleh penyidik BNN Pusat. Barang bukti tersebut antara lain berupa tujuh mobil yang diduga hasil dari tindak pencucian uang dari bisnis narkoba. Tujuh mobil tersebut terdiri dari dua unit merek Subaru, tiga unit Toyota Avanza, satu unit merek Ford, dan satu Nissan Juke.

“Tapi detail kasusnya saya tidak tahu, itu gawenya (BNN) pusat,” tuturnya lagi.

Sementara sumber Batam Pos menyebutkan, selain tujuh mobil tersebut BNN Pusat juga menyita beberapa barang bukti lain. Seperti uang tunai sebesar Rp 100 miliar, buku tabungan, dan bukti transfer uang.

Sumber tersebut memastikan, praktik pencucian uang dari bisnis narkoba yang dilakukan PT Jaya Valasindo ini sudah berlangsung sejak lama. Money changer ini menerima uang dari beberapa pengirim yang terlibat dalam bisnis narkotika. Sehingga dia yakin, nilai transaksinya cukup banyak.

“Banyaklah, tapi gak tahu juga jumlah pastinya,” ucapnya.

Ia mengatakan ketiga tersangka, yakni Ruslan, Tjhioe Hoek alias Eddya Warman, dan Andreas memiliki peranan yang berbeda-beda. Namun ketiganya sama-sama dijerat dengan pasal 137 huruf a UU RI no 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Dalam pasal itu disebutkan, setiap orang yang menempatkan, membayarkan atau membelanjakan, menitipkan, menukarkan, menyembunyikan atau menyamarkan, menginvestasikan, menyimpan, menghibahkan, mewariskan, atau mentransfer uang, harta, dan benda atau aset baik dalam bentuk benda bergerak maupun tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang berasal dari tindak pidana narkotika dan tindak pidana prekursor narkotika, dipidana dengan pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun. Serta pidana denda paling sedikit Rp 1 miliar dan paling banyak Rp 10 miliar.

Sementara itu, sidang kasus TPPU PT Jaya Valasindo memasuki agenda pemeriksaan sejumlah saksi di Pengadilan Negeri Batam. Dalam perkara itu, ketiga terdakwa diduga terlibat pencucian uang yang nilainya mencapai puluhan miliar rupiah.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rumondang mengatakan, sidang tersebut diagendakan setiap hari Selasa. Agenda sidang terakhir adalah pemeriksaan saksi dari BNN dan perwakilan dari bank swasta ternama di Batam.

“Agenda masih saksi. Untuk sidang selanjutnya masih saksi. Kita sudah kirim surat pemanggilan untuk saksi berikutnya,” kata Rumondang, kemarin.

Menurut Rumondang, dalam sidang sebelumnya para terdakwa sempat membantah terlibat dalam dugaan pencucian uang. Mereka juga membantah keterangan para saksi yang menjelaskan jika uang itu berasal dari transaksi narkoba.

“Pengakuannya, aliran dana money changer itu dari Pekanbaru, jadi tak tahu dari narkoba atau bukan. Apalagi money changer mereka sejenis remitance, yang melayani pengiriman uang hingga luar negeri,” jelas Rumondang.

Dijelaskannya, setiap kali transaksi pengiriman bisa hingga ratusan juta rupiah. Hal itu terlihat dari bukti transaksi ke puluhan rekening dari berbagai bank.

“Disuruh kirim ke mana-mana. Namun hanya untuk beberapa rekening. Untuk daerah pengiriman itu tidak jelas, yang pasti itu rekening saja,” ujar Rumondang.

Meski begitu, lanjut Rumondang, pihaknya akan membuktikan dakwaan pasal 5 Undang-undang nomor 8 tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dimana, ketiga terdakwa terancam hukuman maksimal 5 tahun penjara.

“Selain kurungan badan, jika terbukti terdakwa juga dikenakan denda Rp 1 miliar,” sebut Rumondang.

Masih Beroperasi

Meski tersandung kasus dugaan TPPU hasil bisnis narkoba, money changer PT Jaya Valasindo masih tetap beroperasi. Salah satu cabangnya berada di pintu timur Nagoya Hill Mall, Batam. Namun money changer itu berada di dalam sebuah toko tas di mal tersebut.

Pantauan Batam Pos, selain posisinya yang terkesan tersembunyi, papan nama money changer tersebut juga dibuat dalam ukuran kecil. Sehingga keberadaannya tidak mudah diketahui. Karyawan money changer tersebut melarang fotografer koran ini mengambil gambar, Selasa (31/1).

“Tak usah tanya. Di sini dilarang ambil foto,” ujar pria Tionghoa di money changer tersebut, kemarin.

Money changer ini sebelumnya sempat beroperasi di kawasan Puja Bahari, Nagoya, Batam. Namun usaha penukaran uang asing itu tutup sejak tahun 2016 lalu. “Memang dulu pernah beroperasi di sini. Tapi tutup mendadak,” ujar salah seorang sekuriti di kawasan Puja Bahari, Nagoya, kemarin.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pedagang Valuta Asing (APVA) Kepri, Lucy Wong, membenarkan adanya keterlibatan salah satu money changer di Batam dalam TPPU dari hasil bisnis narkoba. “Memang benar. Dan mereka (Jaya Valasindo) memang anggota kami,” ujar Lucy.

Menurut dia, PT Jaya Valasindo sudah lama bergabung ke dalam APVA. Namun sejak kasus ini ditangani BNN, aktivitas money changer tersebut sedikit tertutup.

“Yang di Nagoya Hill memang cabangnya sekarang,” katanya.

Lucy mengaku tidak mengetahui pasti modus aliran dana dari bisnis narkotika money changer ini.

“Saya tidak tau secara detail. Yang pasti anggota kita, hanya itu saja,” terang Lucy. (ska/she/opi)

Update