Sabtu, 30 Maret 2024

Perjuangkan Hak Pendidikan Sampai Status Pernikahan Suku Laut

Berita Terkait

Anak-anak Suku Laut Selat Kongky belajar di pelantar karena Balai Belajar rubuh 17 Agustus 2016 lalu. Sampai saat ini belum juga diperbaiki. foto: Hasbi/batampos.

batampos.co.id – Suku asli Orang Laut provinsi Kepri belum sepenuhnya mendapat perhatian pemerintah daerah. Keberadannya selalu terabaikan. Baik kebijakan maupun sentuhan lewat program-program daerah maupun provinsi yang kadang tak sejalan. Akibatnya, ratusan warga suku Laut khususnya di Lingga belum juga mendapatkan hak mengecap pendidikan maupun status legalitas pernikahan dan identitas kependudukan.

Sejak dua tahun terakhir menjadi aktivis berantas buta aksara suku laut di Selat Kongky, Densy Diaz temukan berbagai persoalan mendasar. Hal tersebut menjadi catatan buruknya peran pemerintah. Negara tidak hadir bagi suku Laut.

Identitas mulai dari akta lahir, KTP tidak dimiliki warga. Mulai dari anak-anak yang tidak miliki identitas hingga orang dewasa. Sejak 6 tahun terakhir warga yang semula menganut kepercayaan animisme telah memeluk agama Islam. Namun belum menikah secara hukum. Dampaknya, anak-anak merekapun tidak bisa memperoleh akta lahir.

“Inilah persoalan lain dilapangan. Aktfitas belajar mulai dari anak-anak sampai orang dewasa tetap berjalan. Mereka mulai mengenal huruf dan angka. Tapi persoalan kehidupan, legalitas belum mereka miliki. 21 anak tak punya akta lahir karena orang tua mereka menikah secara adat. KTP juga tidak mereka miliki. Ini yang sedang kami perjuangkan,” kata Diaz didampingi aktivis lainnya di Daik saat temui Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) pemkab Lingga, Rabu (1/2) siang.

Para aktivis mencoba menembus kukuhnya tembok pemerintahan. Meminta peran dan tanggung jawab daerah. Menyisihkan waktu untuk membincangkan nasib warga suku asli yang tak punya legalitas hukum. Selat Kongky kata Diaz hanyalah salah satu contoh kecil dari kelompok adat terpencil (KAT) di kabupaten Lingga. Hal serupa kata Diaz juga terjadi di kelompok kecil yang tersebar di pulau Lingga.

Soal legalitas kata Diaz sebenarnya kewenangan pemerintah. Banyak lembaga yang boleh mengurusi persoalan tersebut. Mulai dari Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD), Disdukcapil sampai Bupati Lingga Alias Wello ia temui. Untuk status pernikahan Diaz juga temui Bagian Kesra dan berpaham dengan Kemenag Lingga agar bisa melaksanakan pernikahan masal bagi warga suku laut.

“Banyak warga suku Laut yang telah memiliki anak tapi tidak menikah secara Islam, agama yang mereka peluk saat ini. Mereka menikah secara adat dan tradisi mereka karena ketidak tahuan. Selama memeluk islam, tidak pernah ada pembinaan. Tidak ada surat nikah dan legalitas. Akibatnya akta lahir anak juga sulit diurus. Padahal ada beberapa anak yang ingin sekolah. Akta lahir jadi satu syarat,” ungkapnya.

Ditempat yang sama aktivis lain, Darlisa juga mengharapkan ada tindak lanjut pemerintah terkait persoalan yang diadukan. Sebagai aktivis dan warga, hal tersebut kata dia tak boleh didiamkan. Apalagi sebagai pemeluk agama islam, tanpa pernikahan yang legal sama saja warga mendiamkan perzinahan yang tidak pernah direncanakan.

“Kami berharap ada tindak lanjut pemerintah. Hal ini sudah kami sampaikan sebagai atensi pemerintah. Bupati juga sudah kami temui dan kami tunggu janji pemerintah tersebut,” sambungnya.

Dari data aktivis dilapangan didesa Penaah, lebih kurang 80 anak usia 0 sampai 18 tahun tidak miliki indentitas. Kelompok KAT tersebar dipulau Kojong, pulau Buluh, Mensemut dan pulau Hantu.

“Ini yang membuat kami miris. Bagaimanapun caranya, warga Suku Laut harus miliki identitas. Ini butuh campur tangan pemerintah. Jika pemerintah mau, persoalan ini pasti segera selesai. Tapi jika tidak, selamanya akan tetap seperti ini. Kami bersama kawan-kawan aktivis lain juga berencana mengadakan pernikahan masal bagi warga suku laut. Paling tidak secara agama sudah sah, walaupun tidak terdaftar di dokumen negara. Karena ini juga tanggung jawab pemerintah kami coba jejaki dulu. Semoga ada jalan terbaik,” sambung istri Kades Penaah tersebut.

Sementara itu, Kasubag Kesra H Muhammad Syukri yang ditemui para aktivis menyambut baik ihwal dilapangan untuk segera ditindak lanjuti. Ia berjanji dalam waktu dekat akan melakukan rapat koordinasi bersama dinas terkait seperti Kemenag, Disdukcapil, Dinsos, KPPAD, Dinas Pendidikan, untuk mencari solusi.

“Kami akui persoalan ini akibat kelalaian semua. Dalam waktu dekat akan segera gelar rapat koordinasi dengan semua dinas terkait agar ada jalan keluar. Untuk pendidikan dan pembinaan agama, saya pastikan menempatkan 1 orang guru TPA di Selat Kongky. Kami sangat berterimakasih atas kepedulian kawan-kawan. Ini menjadi tanggung jawab kita bersama,” pungkas Sukri. (mhb)

Update