Kamis, 28 Maret 2024

Untuk Remaja, Tantangan Masa Depan makin Berat

Berita Terkait

Ratusan pelamar kerja berkumpul untuk melihat papan pengumuman lowongan pekerjaan yang ada di Multi Purpose Hall Batamindo, Mukakuning, Senin (1/8). Jumlah pelamar yang meningkat akibat banyaknya pendatang baru usai lebaran. F.Rezza Herdiyanto/Batam Pos

batampos.co.id – Produksi tenaga kerja di Tanah Air ditakuti tak bisa mengimbangi pertumbuhan ekonomi negara. Terutama tenaga terampil yang diperkirakan masih butuh 57 juta jiwa sampai 2030 nanti. Kementerian Ketenagakerjaan pun terus meminta agar dana pendidikan bisa disisihkan untuk pelatihan kerja.

Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan, Indonesia diprediksi bakal menempati posisi ke-7 dalam daftar negara ekonomi terbesar pada 2030 nanti. Namun, untuk mencapai hal tersebut, negara diperkirakan membutuhkan 56 juta pekerja terampil.  Hal tersebut berdasarkan prediksi kebutuhan tenaga kerja Indonesia 2030 sebanyak 113 juta jiwa.

”Saat ini, masih ada 57 juta tenaga kerja terampil di Indonesia. Itu berarti, Indonesia harus memproduksi empat juta tenaga terampil setiap tahunnya,” ujarnya, Minggu (5/2).

Sebenarnya, lanjut dia, kebutuhan tersebut bisa dipenuhi dengan pasokan dalam negeri dengan perkiraan lonjakan angkatan kerja dalam 10 tahun ke depan. Namun, bonus demografi tersebut bakal percuma jika generasi tidak diberikan keterampilan yang tepat. Karena hingga saat ini pun masih ada tenaga terampil yang oversuplai.

”Karena itu, masalah pelatihan kerja itu sangat penting. Sesuai yang telah dibicarakan, harus ada 10 persen dana pendidikan yang direalokasi untuk memperkuat sektor pelatihan kerja,” ungkapnya.

Selain itu, pemerintah juga berharap peran swasta dalam membantu membentuk tenaga terampil. Dia mengaku juga dipusingkan karena banyak persediaan tenaga kerja terampil yang mismatch dengan kebutuhan perusahaan. Hal tersebut tentu perlu peran perusahaan swasta melalui bantuan pemagangan nasional.

”Pemerintah tidak akan bisa melakukan ini sendiri. Dukungan dari dunia usaha menjadi sangat penting,” ungkapnya.

Setelah ada pemagangan, tentunya pemerintah bisa langsung memasukkan tenaga kerja untuk melakukan uji kompetensi dan sertifikasi. Dengan begitu mereka punya modal untuk bekerja di industri yang memang membutuhkan SDM. ”Jadi pemagangan yang kita harapkan adalah pemagangan yang terstruktur, sesuai jabatan. Dan setelah pemagangan kita ikutkan pada uji kompetensi dan sertifikasi profesi,” imbuhnya.

Dia juga berjanji akan memberikan insentif terhadap perusahaan yang melakukan program pemagangan. Meskipun saat ini dia mengaku belum menemukan solusi dengan kementerian terkait seperti kementerian keuangan (Kemenkeu).

”Itu sudah kita sampaikan (ke Kemkeu, red). Pokoknya kami dorong agar ada insentif untuk perusahaan-perusahaan yang mengikuti progam pemagangan nasional itu,” tegasnya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar, ikut mendorong adanya penambahan kompetensi tenaga kerja Indonesia baik dalam bentuk pelatihan maupun pemagangan. Menurutnya, hal tersebut bisa melindungi pekerja domestik dari serbuan tenaga asing ditengah regulasi yang semakin terbuka terhadap persaingan antar negara.

”Kalau bisa bukan hanya pelatihan kerja yang didorong. Tapi , pekerja yang sudah punya kompetensi dasar namun belum punya keterampilan tertentu juga dibantu sertifikasi-nya. Kalau sudah dapat dana 10 persen dari dana pendidikan saya kira cukup,” terangnya. (bil/jpgrup)

Update