Sabtu, 20 April 2024

Refleksi Dua Tahun SWRO di Tanjungpinang Tak Berfungsi

Berita Terkait

 

batampos.co.id – Tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun lain halnya dengan pembangunan Infrastruktur Sea Water Riverse Osmosis (SWRO) Tanjungpinang dengan kapasitas 50 liter perdetik. Selasa (14/2) kemarin, genap dua tahun keberadaan SWRO di Tanjungpinang. Meskipun kokoh berdiri, tetapi kenyataanya SWRO itu tidak berfungsi.

Tanpa terasa, kini dua tahun sudah infrastruktur tersebut selesai dibangun. Yakni terhitung dari 14 Februari 2014 sampai 14 Februari 2017. Gedung megah yang dicat warna putih dan biru tersebut seperti tidak terurus. Cat-cat yang nempel dinding sudah mulai usang, bahkan ada bagian-bagian yang sudah terkelupas warnanya.

Meskipun ada petugas yang dipercaya untuk menjaga, bangunan yang berada di belakang Lantamal IV Tanjungpinang tersebut semakin memprihatinkan. Pipa-pipa utama juga sudah mulai berkarat. Begitu juga infrastruktur pendukung yang ada di dalam bangunan tersebut.

Tumbuhan-tumbuhan liar juga sudah memenuhi sekeliling area Gedung SWRO. Boleh dikatakan Gedung SWRO yang dibentengi dengan pagar-pagar beton tersebut seperti menjadi sarangnya nyamuk untuk berkembang biak. Apabila semakin dibiarkan, kondisinya semakin memprihatinkan.

Dari catatan Batam Pos, lahirnya gagasan pembangunan proyek strategis tersebut, karena Pemerintah Pusat melihat Kepri merupakan daerah strategis. Sehingga menjadi tempat yang ideal untuk dilakukan pembangunan proyek percontohan nasional berbasis teknologi. Yakni infrastruktur pengelolaan air laut menjadi layak konsumsi.

Kenapa, Tanjungpinang menjadi daerah yang dipilih? Karena selain sebagai Ibu Kota Provinsi Kepri, persoalan air bersih sering merepotkan masyarakat. Atas dasar itu, Pemerintah Provinsi Kepri bersedia menerima pembangunan percontohan tersebut. Hadirnya, SWRO memang diharapkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat Ibu Kota Provinsi Kepri, Tanjungpinang. Khususnya bagi masyarakat yang tinggal dikawasan Kota Lama dan kawasan pelantar. Karena terbatasnya kemampuan produksi PDAM Tirta Kepri.

Anggota Komisi II DPRD Kepri, Rudy Chua dari Dapil Tanjungpinang, mengaku mengikuti perjalanan pembangunan proyek percontohan tersebut. Diceritakannya, pembangunan SWRO adalah tantangan dari Direktur Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Kemenpu pada waktu itu, Dani Sutjiono mengatakan, Kepri daerah yang berbatasan dengan negara-negara maju, harus berkembang dalam pengelolaan teknologi.

“Wacana itu munculnya tahun 2011 akhir. Seperti gayung bersambut, akhirnya Pemprov Kepri bersedia untuk menerima infrastruktur tersebut,” tutur Rudy Chua menjawab pertanyaan Batam Pos, kemarin.

Persoalan lokasi menjadi masalah yang dihadapi Pemerintah Daerah saat itu. Di tahun 2012 ada beberapa tempat yang disurvei, yakni Pinang Marina, Kampung Bugis, dan Kantor Walikota Lama di jalan Agus Salim, dengan melakukan penelitian dan berbagai pertimbangan, lokasi terakhir menjadi lokus (tempat,red) pembangunan SWRO.

Seiring berjalannya waktu, tahun 2013 terjadi pergantian kemimpinan di lingkungan Pemko Tanjungpinang, dari Suryatati A Manan ke Lis Darmansyah. Pada waktu itu, Lis tidak bersedia Kantor Walikota Lama dijadikan tempat pembangunan SWRO. Ada dua lokasi yang diteliti, yakni area Kedai Kopi Pantai sebelah Mako Lantamal IV dan di lokasi SWRO saat ini yakni jalan Yos Sudarso Batu Hitam.

“Setujunya pihak Lantamal untuk pinjam pakai lahan, tentunya tidak lepas dari lobi-lobi yang dilakukan almarhum HM Sani,” beber Rudy.

Politisi Partai Hanura tersebut, karena sudah adanya kata sepakat, maka dibuatlah MoU dan Perjanjian Kerjasama (PKS). Adapun tugas Pemko Tanjungpinang adalah sebagai penyedia lahan, pemasangan listrik, kemudian penyediaan lahan pengganti. Lewat APBN 2013, Pemerintah Pusat menyiapkan anggaran sebesar Rp49 miliar.

Dari hasil lelang, proyek tersebut dimenangkan oleh PT Artha Envirotama. Pekerjaan tersebut juga disejalankan dengan pemasangan pipa sampai di depan Gedung Daerah Tanjupinang. Karena rencana awalnya adalah disambungkan dengan pipa eksisting milik PDAM.

“Pembangunan dimulai pada Juli 2013 dan ditargetkan rampung Desember tahun yang sama. Kenyataan, baru bisa diselesaikan 14 Februari 2014,” jelas Rudy.

Sambil mengingat-ingat, Rudy menyebutkan, khusus untuk pekerjaan pipa, tidak memungkinkan untuk menggunaan SWRO. Karena adanya selesih harga yang cukup jauh dengan tarif PDAM. Akhirnya diputuskan, bahwa SWRO menggunakan pipa tersendiri.

Setelah pembangunan infrastruktur selesai dilakukan, masalah barupun muncul. Yakni menyangkut penyediaan listrik. Pada tahun 2014 Pemko yang mendapat tugas sebagai penyedia listrik tidak menyiapkan anggaran. Sementara PLN menginginkan tarif yang digunakan adalah tarif premium.

“Setelah listrik terpasang, SWRO juga belum bisa difungsikan. Karena kemampuan listrik Tanjugpinang tidak mendukung. Soalnya untuk operasional SWRO membutuhan 1,2 MW,” ungkap Rudy.

Ditahun 2015 pembangunan SWRO dilanjutkan dengan pemasangan pipa primer dan skunder serta meteran secara simultan. Karena mengejar target untuk 4.000 sambungan. Pada perjalannya hanya bisa mampu terpasang 2.845 meteran. Selanjutnya 2016, Pemprov Kepri juga menganggarkan sekitar Rp1 miliar untuk pemasangan 750 meteran lagi.

“Rencana tersebut gagal, karena pada perjalannya keuangan daerah mengalami defisit anggaran. Secara keseluruhan memang sudah menghabiskan anggaran sekitar Rp97 miliar,” sebut Rudy.

Tokoh etnis Tionghoa itu juga mengatakan, dilantiknya Gubernur Sani pada Februari 2016 lalu, langsung melakukan evaluasi terkait kondisi listrik dan air. SWRO menjadi salah satu perhatian yang harus diselesaikan. Akhirnya Gubernur membuat surat meminta dukungan operasional SWRO selama enam bulan.

“Saat itu, tidak ada jawaban secara resmi. Pusat hanya bisa membantu untuk satu bulan operasional saja. Tetapi akhir Januari lalu, pusat menyatakan bersedia menanggung biaya operasional selama enam bulan. Semoga ini kabar baik,” tutup Rudy.

Wakil Ketua DPRD Kota Tanjungpinang, Ade Angga mendesak Gubernur Kepri, Nurdin Basirun segera bertindak. Sehingga infrastruktur yang sudah ada, bisa memberikan manfaat kepada masyarakat. Ia melihat SWRO ini merupakan pembangunan strategis bagi masyarakat Tanjungpinang. Karena fungsinya adalah untuk membantu memenuhi kebutuhan air bersih, khususnya bagi di kawasan pelantar.

Menurut Politisi Partai Golkar tersebut, memang sampai saat ini proses serahterima pengelolaan masih belum dilakukan. Meskipun Pemko Tanjungpinang sudah menyatakan kesiapan untuk mengelola SWRO ini. Karena harus melalui perantara Pemprov Kepri. Masih kata Angga, lokusnya adalah Tanjungpinang, dan manfaatnya juga untuk masyarakat Tanjungpinang. Atas dasar itu, pihaknya sebagai wakil rakyat punya tanggungjawab untuk mendorong pemanfaatan SWRO dengan segera.

“Infrastruktur ini sudah selesai dibangun dua tahun yang lalu, tetapi manfaatnya belum bisa dinikmati. Padahal sudah Rp97 miliar dana APBN dan APBD yang terpakai untuk pembangunan strategis ini. Tentu anggaran tersebut berasal dari jerih payah rakyat,” papar Angga.

Pria yang duduk sebagai Ketua DPD II Partai Golkar Tanjungpinang tersebut juga mengatakan, dana rakyat yang sudah dikeluarkan tersebut sangat fantastis. Dipaparkan Angga, persoalan tarif masih bisa dikesampingkan dulu. Karena ini menyangkut dengan kebutuhan masyarakat banyak, apalagi bagi masyarakat Tanjungpinang yang bermukim di kawasan pelantar.

“Jika kita hitung-hitungan tarif SWRO yang nilanya Rp19,500 perliter kubik. Maka untuk satu kubik bisa mendapatkan lima (5) drum air bersih. Sedangkan membeli air dengan mobil tangki untuk ukuran 1.000 liter atau ukuran yang sama, minimal harus mengeluarkan Rp70 ribu sampai Rp80 ribu,” jelas Angga.

Lebih lanjut, lulusan Universitas Negeri Riau (UNRI) tersebut menjelaskan, memang tarif SWRO yang dipersoalkan kedengarannya mahal, tapi coba kalkulasikan berapa kesulitan warga di sepanjang pesisir selama ini dalam memperoleh air bersih. Bahkan warga rela membeli air bersih dengan menggunakan bot dan mobil tangki. Selain harganya mahal, kualitasnya juga masih diragukan.

“Jika fasilitas publik terus dibiarkan mangkrak seperti ini, maka sebenarnya kita sedang membiarkan kekejaman berlangsung. Tujuan utama pembangunan adalah untuk kesejahteraan rakyat. Jangan Sampai menjadi temuan,” tegas Angga.

Dikatakannya juga, kapasitas produksi SWRO adalah 50 liter perdetik dan mampu memenuhi kebutuhan air bersih bagi 4.000 pelanggan. Hadirnya SWRO memberikan alternatif bagi masyarakat sudah tersambung pipa PDAM Tirta Kepri. Sehingga kapasitasnya bisa bertambah menjadi 8.000 pelanggan. Bahkan sampai saat ini, sudah ada 2.845 meteran yang sudah terpasang dirumah-rumah warga.

“Jumlah ini tentunya adalah pasarnya SWRO. Artinya tingginya harapan masyarakat yang ingin mendapatkan pelayanan dari SWRO ini. Kita sangat yakin, SWRO akan memberikan manfaatkan apabila sudah difungsikan,” tegasnya lagi.

Ditambahkan Angga, sidak yang dilakukan pihaknya belum lama ini juga untuk melihat kondisi sebenar SWRO. Pada penilainnya secara fisik memang terawat, satu pekan sekali dilakukan running. Diakuinya, kedatangan mereka sedikit kurang beruntung, karena pejaga SWRO sedang tidak dilokasi. Sehingga tidak bisa mendengar SWRO dalam keadaan produksi.

“Kita juga tidak ingin SWRO diserahkan ke Pemko Tanjungpinang nanti dalam keadaan bermasalah. Seperti kerusakan pada mesin dan sebagainya. Ini yang ingin kita pastikan,” tutup Angga.

Pemerintah Provinsi Kepri akan mendukung langkah Pemko Tanjungpinang yang ingin mengelola infrastruktur Sea Water Riverse Osmosis (SWRO) Tanjungpinang. Penegasan tersebut disampaikan langsung Gubernur Kepri, Nurdin Basirun, Selasa (7/2) di Kantor Gubernur Kepri, Dompak, Tanjungpinang.

“Kita sudah menugaskan Dinas Perumahan dan Pemukiman (Disperkim) Provinsi Kepri untuk mengurus proses serahterima kelola SWRO dari Pemerintah Pusat ke Pemprov Kepri,” ujar Gubernur Nurdin.

Dikatakannya, apa yang menjadi keberatan awal bagi pihaknya adalah menyangkut persoalan tarif air SWRO. Namun demikian, apabila Pemko Tanjungpinang sudah bisa menyimpulkan harga tersebut masih dalam batas kewajaran, tentu Pemprov Kepri akan sangat mendukung langkah Pemko Tanjungpinang untuk mengelola SWRO tersebut.

“Apalagi Pemko juga sudah membuat formulasi-formulasi pengelolaan air SWRO. Seperti menggunakan sistem subsidi silang,” papar Mantan Bupati Kabupaten Karimun itu.

Ditanya sejauh mana progres untuk proses serahterima ini, Nurdin mengaku belum mendapatkan laporan dari Disperkim Provinsi Kepri. Nurdin juga menegaskan, Pemprov Kepri juga tidak tinggal diam, apabila dalam perjalanan nanti, Pemko Tanjungpinang mengalami kendala-kendala dalam mengelola SWRO. Diakuinya, air merupakan bagian dari kesejahteraan masyarakat.

“Syukur Alhamdulillah kalau memang benar Pemerintah Pusat akan menanggung biaya operasional SWRO untuk enam bulan pertama. Dari kesempatan yang ada ini, daerah bisa belajar mengelola tentang kebutuhan produksi dan biaya operasionalnya,” tutup Nurdin.

Pemko Ngotot Ingin Kelola SWRO

Sementara itu, Pemerintah Kota (Pemko) Tanjungpinang ngotot untuk mengelola proyek percontohan nasional, Sea Water Riverse Osmosis (SWRO) Tanjungpinang. Walikota Tanjungpinang, Lis Darmansyah mengatakan masyarakat sangat berharap infrastruktur yang sudah ada segera memberikan manfaat kepada masyarakat.

“Kita tentunya sangat tidak menginginkan, infrastruktur yang suadah terbiarkan. Padahal sangat berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujar Walikota Tanjungpinang, Lis Darmansyah.

Menurut Lis, lokus pembangunan SWRO adalah Tanjungpinang. Tentu manfaatnya juga akan dibagikan kepada masyarakat yang ada di Tanjungpinang. Meskipun dengan kapasitas terbatas, tetap bisa membantu Pemerintah dalam memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat di Tanjungpinang. Khususnya bagi mereka yang tinggal didaerah pesesir. Seperti di kawasan pelantar I, II dan III.

Dikatakan Lis, terkait permasalahan SWRO ini, Pemko Tanjungpinang justru sangat menginginkan SWRO segera di gunakan. Berangkat dari keinginan tersebut,Pemko berinisiatif meminta kepada Kementerian Pekerjaan Umum (Kemenpu) Direktur Sumber Daya Air, supaya pengelolaanya diberikan kepada Pemko Tanjungpinang. Apakah melalui Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) atau melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Masih kata Lis, terkait masalah penyerahan aset tidak serta merta bisa langsung di serahkan. Karena harus melalui tahapan dan proses yang tentu memakan waktu. Bagi Lis, yang terpenting adalah penyerahan operasional SWRO kepada Pemko Tanjungpinang. Ditegaskannya, bukti kesiapan Pemko untuk menerima dengan di tandatanganinya kesiapan Pemko menerima pengelolaan operasional.

“Saya yakin dan percaya SWRO ini dapat kita kelola dengan baik. Meskipun nantinya SWRO ini tentu lebih tinggi tarifnya, dari air PDAM. Tetapi sesuai dengan kualitas yang disuguhkan,” tutup Lis.

Warga Berharap Cepat Dioperasikan

Sasaran pembangunan SWRO adalah masyarakat-masyarakat yang tinggal di kawasan Pelantar, khususnya didaerah kota lama. Ketua RW 3 di kawasan Pelantar III, Ayu mengatakan kesulitan mendapatkan air bersih terparah yang pernah dirasakannya dua tahun silam. Di tahun itulah Tanjungpinang mengalami kemarau terpanjang sejak 1988

Rumahnya yang berada jauh dari jalan besar membuatnya kesulitan untuk membeli air dari lori penjual air. Sementara untuk membeli air dari pompong air pun bukanlah hal yang mudah. Utamanya jika laut tengah surut jauh, yang mana seringkali terjadi sepanjang musim kemarau.

“Sebenarnya untuk keseharian kami mengandalkan air PDAM. Tapi kalau sempat kemarau, aduuuh… ini tak bisa lagi diandalkan,” keluh Ayu.

Sulitnya akses dan mahalnya harga air tangki, membuat warga pelantar tak lagi menjadikannya sebagai solusi. Maka, ketika dibuka pendaftaran pemasangan meteran instalasi air bersih hasil penyulingan dari air laut atau yang akrab disebut Sea Water Reserve Osmosis (SWRO) akhir tahun lalu, terjadi pembludakan pendaftaran. Ayu berkisah, ia dan warganya merasa inilah solusi permanen atas kekhawatiran mereka akan ketersediaan air bersih ketika musim kemarau tiba.

“Untuk di wilayah Pelantar III sudah seratus persen yang mendaftar. Lebih dari 100 meteran di sini sudah terpasang. Kami tertarik karena SWRO bisa jadi kemudahan kami untuk dapat air pada musim kemarau,” terang Ayu.(Jailani)

Update