Rabu, 17 April 2024

Terusan Kra, akan Bikin Selat Malaka Gigit Jari

Berita Terkait

batampos.co.id – Rencana Cina membangun Terusan Kra di Thailand membuat para pelaku industri maritim di Batam ketar-ketir. Mereka khawatir, pembangunan Terusan Kra akan membuat industri maritim di Batam kian terpuruk.

“Kekhawatiran kami adalah mengenai ancang-ancang Tiongkok untuk membangun terusan di Thailand,” jelas Ketua Gabungan Forwarder dan Ekspedisi Indonesia (Gafeksi) Batam, Daniel Burhanudin, Rabu (15/2).

Daniel mengaku sudah menyampaikan keresahan para pelaku industri maritim ini kepada Menko Perekonomian, Damin Nasution. Sejumlah pelaku usaha sektor maritim di Batam bertemu Darmin di Jakarta, Rabu (8/2) lalu.

Menurut Daniel, terusan yang rencananya akan dibangun di Jazirah Kra, Thailand, tersebut akan menghemat waktu dan biaya perjalanan kapal dari belahan dunia barat menuju wilayah Cina. Sehingga kapal-kapal dari Eropa dan dunia barat tak perlu lagi melewati Selat Malaka.

“Jika dari Kra maka akan menghemat 110 kilometer karena jika melewati Malaka harus menempuh jarak hingga 660 kilometer,” ungkapnya.

Pemerintah Cina, seperti ditulis Washington Post, berencana membangun kanal atau terusan di Tanah Genting Kra atau Kra Isthmus senilai 28 miliar dolar AS.

Jalur baru ini akan mempermudah kapal dari Laut Cina Selatan menuju Samudera Hindia tanpa melewati Selat Malaka. Tidak hanya membangun terusan, Negeri Tirai Bambu ini juga akan membangun fasilitas pelabuhan, gudang dan segala infrastruktur pendukung di Thailand. Pada akhirnya, pengaruh Cina akan sangat besar di Asia Tenggara.

Dengan melewati terusan baru ini, kapal-kapal dagang tak lagi melewati Singapura, Semenanjung Malaysia, dan juga Indonesia di sekitar Kepulauan Riau. Mereka akan menghemat waktu hingga 72 jam.

Sebab itu, tidak hanya Batam yang khawatir, pemerintah Singapura juga ketar-ketir. Jika kanal ini dibangun, pelabuhan Singapura akan kehilangan pasar. Padahal pendapatan industri maritim negara ini mencapai 7 persen pada 2014.

Jika pembangunan Terusan Kra terealisasi, maka Selat Malaka hanya akan dilewati sedikit kapal-kapal internasional. Itupun akan didominasi kapal yang membawa barang-barang ke Indonesia. “Dan kita belum memiliki rencana untuk mengantisipasi hal tersebut,” jelasnya.

Menurut Daniel, pemerintah harus menyiapkan antisipasi dampak pembangunan Terusan Kra terhadap ekonomi Indonesia, terutama Batam. Daniel mengingatkan kasus Evergreen yang batal berinvestasi membangun pelabuhan kontainer di Batam karena dibajak Singapura. Saat itu, pemerintah bahkan tidak berupaya supaya Evergreen tidak membatalkan rencana investasi itu.

“Ada masalah di Batam. Selama ini saya belum lihat adanya kebijakan yang benar-benar ingin mengembangkan investasi dunia maritim di Batam,” katanya lagi.

Daniel mengambil contoh pengembangan pelabuhan alih kapal atau transhipment di Batam yang hanya sebatas wacana dan retorika. Padahal, seharusnya Batam menjadi pusat pelabuhan transhipment karena posisinya di jalur pelayaran paling sibuk di dunia, Selat Malaka.

Senada dengan Daniel, Sekretaris II Indonesian National Shipowners Association (Insa) Batam, Osman Hasyim mengungkapkan saat ini pelabuhan di Batam sangat sepi dari aktivitas. Bahkan hanya untuk proses labuh tambat saja, pelabuhan Batuampar kalah populer dari Singapura.

“Banyak kapal yang memindahkan aktivitasnya ke Johor atau ke Karimun. Karena regulasi yang tidak pasti dan tingkat kenyamanan yang berbeda,” ungkapnya.

Sedangkan Sekretaris Batam Shipyard and Offshore Association (BSOA), Suri Teo mengatakan dunia maritim di Batam tengah lesu karena memang terguncang isu global. “Saat ini memang kondisi galangan kapal di Batam lagi sepi orderan karena pengaruh krisis global yang melanda akibat harga minyak yang turun drastis,” jelasnya.

Selain itu ia enggan mengatakan apa-apa karena tahun 2017 baru dimulai. “Kita tunggu saja apa yang akan terjadi nanti,” ungkapnya. (leo)

Update