Kamis, 25 April 2024

Kepemilikan Lahan di Rempang – Galang Ilegal

Berita Terkait

ilustrasi lahan. foto: dalil harahap / batampos

batampos.co.id – Legalitas kepemilikan lahan di wilayah Rempang-Galang (Relang) oleh sejumlah pihak, baik perorangan maupun perusahaan dinyatakan tidak sah atau ilegal oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam.

“Kan masih menunggu keputusan dari pemerintah pusat. Saat ini masih status quo,” ujar Harry Simatupang, kepala Bidang (Kabid) Evaluasi Lahan dan Bangunan Kantor Lahan BP Batam, Senin (20/2) di Gedung Marketing BP Batam.

Harry juga memastikan, hingga saat ini BP Batam belum pernah mengeluarkan izin alokasi lahan kepada siapapun di Relang. Bahkan, belum ada satupun investor yang mendapatkan izin alokasi lahan di Relang, meski sudah banyak yang berminat.

Ia juga menegaskan status quo dan status taman buru di Relang hingga detik ini belum dicabut, sehingga klaim kepemilikan dan semua bangunan yang berdiri di atasnya otomatis ilegal. Baik itu berupa hotel & resort, objek wisata, dan tempat usaha lainnya.

“Masih menunggu kejelasan dari pusat (mencabut status quo, red),” ujar Harry, lagi.

Relang yang luasnya 24.583 hektare, kini memang habis dikavling dan diklaim milik perorangan maupun perusahaan.  Bangunan semi permanen hingga permanen makin banyak berdiri, khususnya lahan yang dijadikan objek wisata.

Secara hukum, Harry menegaskan Relang adalah wilayah kerja BP Batam sejak tahun 1992. Itu sebabnya, BP Batam juga telah menetapkan besaran tarif lahan di Relang.

“Karena status quo-nya belum dicabut, makanya kami juga tidak berani mengalokasikan lahan di Relang itu,” ujarnya, lagi.

Soal klaim kepemilikan yang didasarkan pada dokumen berupa alas hak yang diperoleh lewat aparat pemerintah setempat, Harry mengatakan, lahan di Relang belum pernah dialokasikan untuk jenis peruntukan apapun.

Harry juga menegaskan jika di lapangan ada Perusahaan Milik Asing (PMA) yang mengklaim memiliki lahan di Relang, maka sejatinya harus mengantongi  izin dari BP Batam. Sementara jika itu Perusahaan Milik Dalam Negeri (PMDN) maka izinnya dari Pemko Batam.

“Jika tidak punya (izin), artinya  berdiri secara ilegal,” ungkapnya, lagi.

Lantas mengapa BP Batam membiarkan bangunan-bangunan tersebut berdiri? Harry mengatakan bahwa status quo di Relang muncul dengan sendirinya.

Selain itu, banyak instansi pemerintahan yang punya kepentingan di sana, seperti Pemerintah Kota (Pemko) Batam, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepri,  bahkan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Perumahan Rakyat (Pera) juga.

Atmosfer perluasan wilayah kerja sudah berbeda ketika memasuki era otonomi daerah (Otda). Sehingga Relang banyak dirasuki kepentingan pihak tertentu.

“Nanti jika kita (BP Batam) turun ke lapangan, nanti ada pihak lain yang juga mengambil keputusan,” jelasnya.

Ia takut euforia yang terjadi nantinya dapat menimbulkan dampak tidak baik. “Nanti takutnya akan dibentur-benturkan. Makanya kami masih mengkaji wilayah tersebut,” jelasnya.

Harry menceritakan awalnya wilayah Relang dipersiapkan sebagai kawasan industri pendukung Batam.

Relang dipersiapkan menjadi kawasan industri untuk pembuatan komponen-komponen elektronik dan hardware.

Setelah selesai, komponen-komponen tersebut dikirim ke kawasan industri di Batam untuk dirakit. Dan setelah selesai, maka produk jadi sudah bisa diantar ke pelabuhan dan dikapalkan menuju tujuannya masing-masing.

“Pariwisata dan perumahan vertikal juga dulu ingin dikembangkan disana. Namun karena status quo maka Relang tak bisa dikelola,” tambah Harry.

Ketua Dewan Pakar Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Batam, Ampuan Situmeang mengatakan status quo Relang itu hanya terhadap haknya, namun Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 28 Tahun 1992 itu tegas menyatakan bahwa Hak Pengelolaan Lahan (HPL)-nya akan diberikan ke Otorita Batam saat itu.

“Jika OB tidak merawat atau menjaganya dengan petugas Direktorat Pengamanan (Dirpam) maka masyarakat akan memanfaatkan lahan di sana karena memang dianjurkan oleh pemerintah pada masa sulit seperti pada tahun 1998,” jelasnya.

Namun, kata Ampuan semua ada solusinya asal BP Batam dan Pemko Batam bisa berkoordinasi secara sinergis. Dengan demikian pemerintah pusat dapat menyetujui yang disepakati dari Batam  selaku yang berkepentingan di tingkat lokal. (leo)

Update