Rabu, 24 April 2024

Pemko Batam Kesulitan Terbitkan IMB

Berita Terkait

batampos.co.id – Terhentinya pelayanan Fatwa Planologi di Badan Pengusahaan Batam Juli hingga Desember 2016 lalu benar-benar membuat Pemko Batam kesulitan menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Pasalnya, fatwa planologi menjadi syarat utama penerbitan IMB.

Kondisi ini juga berimbas pada berkurangnya penghasilan asli daerah (PAD) Batam dari Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB). Saat fatwa planologi tidak keluar, IMB tidak biasa terbit, developer tidak bisa membangun, otomatis dana BPHTB dan retribusi lainnya juga terhenti.

“Jelas mengganggu pembangunan dan alur pendapatan Pemko Batam,” ujar Achyar Arfan,  sekretaris Dewan Pimpinan Daerah Real Estate Indonesia (REI) Batam, di Gedung Bersama Pemko Batam, usai mengikuti rapat lanjutan pembahasan penggunaan Surat Keterangan Rencana Kota (KRK), Selasa (28/2).

Tak ingin pendapatan dan pembangunan terganggu, Pemko Batam bersama REI dan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) sudah beberapa kali bertemu membahas penggunaan KRK sebagai pengganti fatwa planologi untuk memudahkan penertiban IMB. Baik secara keseluruhan maupun sebahagian.

KRK diyakini bisa menggantikan fatwa planologi karena kewenangan teknis yang tertera di fatwa, juga dimuat di KRK. Bedanya, fatwa dikeluarkan oleh BP Batam, sementara kewenangan mengeluarkan KRK ada di Pemko Batam melalui Dinas Tata Kota. KRK juga bisa mencegah saling sandra dokumen perizinan antara BP Batam dengan Pemko Batam.

Secara singkat, KRK adalah informasi tentang persyaratan tata bangunan dan lingkungan yang diberlakukan oleh Pemerintah Kabupaten atau Kota pada lokasi tertentu. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2005.  KRK telah lama diterapkan di seluruh Indonesia, kecuali Batam.

Definisi KRK sama dengan definisi Fatwa Planologi yang bisa dilihat di website BP Batam. Fatwa Planologi adalah informasi tentang persyaratan tata bangunan dan lingkungan yang diberlakukan pemerintah pada lokasi tertentu atau lahan yang dimohon.

KRK dan Fatwa Planologi memiliki teknis yang sama. Kedua dokumen tersebut berisi berbagai sejumlah informasi situasi lapangan, seperti fungsi bangunan gedung, ketinggian gedung maksimum, jumlah lantai atau lapis gedung, garis sempadan, koefisien dasar bangunan (KDB) maksimum, koefisien luas bangunan (KLB) maksimum,  dan jaringan utilitas kota.

Selama ini, proses perizinan lahan sejak mendapatkan alokasi lahan, pemohon harus melewati perjalanan panjang hingga bisa mengelola lahan tersebut. Termasuk pengurusan PL atau pecah PL yang bisa memakan waktu setahun lebih. Tumpang tindih seperti inilah yang dikeluhkan Pemko Batam karena mengganggu aktivitas penerbitan IMB.

“Namun sekarang fatwa juga sudah menyimpang karena pengembang diminta untuk menggambar site plan secara tiga dimensi. Padahal baru lagi dapat Penetapan Lokasi (PL),” ungkap ketua Dewan Kehormatan Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI) Kepri, Supriyanto di tempat yang sama.

Supriyanto juga membenarkan seluruh wilayah Indonesia telah memberlakukan KRK, hanya Batam yang berbeda. “Padahjal banyak kekeliruan yang terdapat di fatwa,” ungkapnya lagi.

Jika terus bertumpu pada Fatwa Planologi, apalagi pembenahan pelayanan perizinan lahan di BP Batam berjalan lamban, maka yang dirugikan bukan hanya Pemko Batam dan pengembang, tapi masyarakat selaku konsumen.

“Contohnya ketika baru membeli rumah, masyarakat sudah bayar 10 persen. Tapi tak ada IMB keluar karena terganjal belum keluarnya fatwa, rumah tidak bisa dibangun,” ujarnya.

Menurut Supriyanto, KRK sudah sangat tepat diberlakukan di Batam. Dengan keberadaan dua instansi yang masing-masing mengeluarkan perizinan mengenai pembangunan lahan, sudah sepantasnya BP Batam hanya mengurus soal legalitas lahan. Sedangkan urusan teknis, khususnya segala hal terkait bangunan yang dibangun di atas lahan tersebut seharusnya dilimpahkan ke Pemko Batam.

Dengan demikian jika KRK diberlakukan, maka BP Batam hanya mengurus perizinan lahan dimulai dari penerbitan Penetapan Lokasi (PL), Surat Persetujuan (SPJ) dan Surat Keputusan (Skep), lalu penerbitan izin pematangan lahan, penerbitan rekomendasi untuk mendapatkan HGB, tanpa adanya fatwa planologi.

Sedangkan Pemko akan mengeluarkan KRK, kemudian IMB. Jika luas lahan di atas 25 hektare maka harus mengurus dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang juga kewenangannya ada di Pemko Batam.

Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pintu Pemko Batam, Gustian Riau belum mau bicara banyak soal ini. “Masih dalam pembahasan awal mengenai KRK ini,” ungkapnya.

Sedangkan pihak BP Batam lewat Direktur Promosi dan Humas BP Batam, Purnomo Andiantono mengatakan dokumen Fatwa Planologi itu dibuat di Biro Perencanaan Teknis (Rentek) BP Batam, bukan di Kantor Lahan.

“Hingga saat ini sudah banyak dokumen fatwa yang sudah ditandatangani,” jelasnya.

Ketika ditanya mengapa tak ada dokumen fatwa yang keluar dari Juli hingga Desember, Andi hanya menjawab singkat.

“Kendalanya saat itu ada lokasinya berada di bukit-bukit terjal sehingga harus ditata grading plan-nya dan penyesuaian dengan lingkungan sekitar termasuk jalan dan drainase,” katanya. (leo)

Update