Kamis, 25 April 2024

BP Batam Siap Kembalikan UWTO untuk Pemilik Lahan yang….

Berita Terkait

Deputi 3 BP Batam Eko Santoso (kiri) bersama Deputi 5 BP Batam Gusmardi Bustami (dua dari Kanan) dan Kepala Kantor Pengelolaan Lahan BP Batam Iman Bachroni memberikan keterangan terkait masalah lahan, Selasa (14/3). F Cecep Mulyana/Batam Pos

batampos.co.id – Salah satu dari sekian banyak kasus lahan di Batam adalah pengalokasian lahan yang belum mengantongi Hak Pengelolaan Lahan (HPL) karena berada di area hutan lindung dan hutan konservasi.

Deputi III BP Batam, RC Eko Santoso Budianto, menyebutkan sedikitnya ada 623 hektare lahan di Batam telah dialokasikan pejabat BP Batam rezim sebelumnya di lahan yang belum berstatus HPL.

“Oknum-oknum BP saat menawarkan ke pengusaha mengaku status lahan itu sudah HPL padahal belum. Jadi banyak juga pengusaha tertipu oleh oknum ini,” ujar Eko.

Lalu apa solusinya? Eko mengatakan BP Batam akan mengembalikan uang wajib tahunan yang telah dibayarkan pengusaha, sementara lahannya dikembalikan ke negara. Lahan tersebut akan digunakan sesuai fungsi awal sebagai hutan lindung atau hutan konservasi.

“Tapi kami masih menunggu MoU dengan BPN, rencananya 18 Maret ini,” kata Eko.

Langkah ini diambil BP Batam untuk menghindari penyalahgunaan wewenang dalam pengalokasian lahan ke depannya.

“Hanya lahan-lahan yang sudah ada HPL yang boleh dialokasikan. Bagi yang nekat bisa dipidanakan,” tegas Eko.

623 haktare lahan belum HPL namun sudah dialokasikan itu belum termasuk lahan di Rempang-Galang (Relang) yang sudah habis dikaveling oleh perorangan maupun perusahaan tertentu, padahal statusnya masih status quo. Hal  ini juga akan menjadi persoalan hukum nantinya.

Terkait persoalan lahan terlantar lainnya yang juga menjadi fokus utama BP Batam untuk dibenahi, BP kini mendesak pemerintah pusat segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) atau peraturan lainnya selain Peraturan Kepala (Perka) BP Batam.

“Ini usulan kami untuk mempercepat penanganan lahan terlantar. Karena pada dasarnya lahan di Batam yang bisa dialokasikan tinggal sedikit, sehingga harus emaksimalkan lahan-lahan terlantar,” ujar Eko, Rabu (15/3).

Selama ini bentuk pengawasan terhadap pembangunan di lahan-lahan yang telah dialokasikan memang tidak berjalan dengan optimal. Meskipun BP Batam mempunyai pegangan berupa Peraturan Kepala (Perka) Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penanganan Lahan Terlantar. Di Perka ini disebutkan BP Batam berhak mencabut tanpa kecuali lahan yang tidak kunjung dibangun selama 275 hari setelah dialokasikan.

Namun Perka ini dianggap belum cukup kuat untuk penegakan hukum terhadap masalah lahan terlantar. “Makanya kita berharap pusat segera mengeluarkan PP,” ujar Eko.

Permudah Perizinan Lahan

Sementara itu, terkait perizinan lahan, BP Batam berjanji akan memberi kemudahan. Terutama terkait dokumen Penetapan Lokasi (PL) dan Izin Peralihan Hak (IPH).

“Dokumen pecah PL diperlukan untuk perpanjangan Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO). Kami akan mengurusnya ketika masyarakat memerlukannya saat itu,” ungkap Kepala Bidang (Kabid) Umum dan Keuangan Kantor Lahan BP Batam, Siswanto, Rabu (15/3).

Sebelumnya BP Batam akan mengurus dokumen pecah PL untuk masyarakat yang belum memilikinya. Ada sekitar 194 ribu dokumen pecah PL yang diperlukan untuk melengkapi dokumen Hak Guna Bangunan (HGB) milik masyarakat dan pastinya diperlukan pada saat melakukan perpanjangan UWTO.

“Namun cara ini lebih efektif. Ketika masyarakat datang untuk mengurus perpanjangan, kami tinggal memasukkan nomor PL-nya ke sistem online. Dan setelah itu akan dilakukan penggambaran. Tidak perlu menunggu lama,” jelasnya.

Hingga saat ini, BP Batam telah melakukan pemetaan terhadap seluruh lahan di Batam dengan drone. Memang belum sepenuhnya selesai, tapi sudah cukup untuk memberikan  data akurat mengenai lahan di Batam, termasuk titik koordinat PL.

Sedangkan untuk IPH, Siswanto mengungkapkan saat ini proses untuk IPH lama yang terlantar akibat penundaan pelayanan beberapa waktu lalu sudah selesai semua. “Namun masih menunggu pencetakannya karena masih bersifat manual,” jelasnya.

Sedangkan Deputi III BP Batam, Eko Santoso Budianto menjelaskan bahwa proses penerbitan IPH akan terus dibenahi untuk memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat. Ia kemudian menjelaskan alur pelayanan IPH sebagai informasi.

“Pemohon datang ke gedung Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) untuk mendapatkan keterangan mengenai proses IPH. Kemudian jika ingin memprosesnya, tinggal masuk ke website Batam Single Window (BSW),” paparnya.

Setelah itu, petugas loket akan memeriksa kesesuaian antara data yang diunggah dengan data fisik yang ada di database BP Batam. Setelah dilakukan verifikasi, maka petugas loket memberikan tanda terima pada dokumen IPH yang sudah memenuhi syarat.

Syarat-syarat untuk bisa memproses IPH antara lain mengisi formulir IPH, kartu identitas, fotokopi gambar PL, fotokopi Surat Perjanjian (SPJ), fotokopi Surat Keputusan (Skep), fotokopi HGB, fotokopi tagihan UWTO, fotokopi fatwa planologi, fotokopi SPPT PBB terakhir, fotokopi surat pernyataan pembeli untuk penerimaan peralihan, fotokopi akta kuasa menjual, fotokopi surat royal, fotokopi akta jual beli, fotokopi kutipan risalah lelang, dan fotokopi dokumen transaksi.

“Jika tidak lengkap maka IPH tak bisa keluar, maka harus lengkapi persyaratan tersebut,” jelasnya.

Di tempat yang berbeda, Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Real Estate Indonesia (REI) Batam, Achyar Arfan sangat berharap bahwa BP Batam harus benar-benar membenahi sistem perizinan lahan di Batam. “Sekarang zaman menuntut efisiensi waktu yang cepat,” ujarnya.

Achyar tidak memungkiri bahwa IPH-nya sendiri ada yang belum selesai. “Tapi kami berharap ke depannya perizinan lahan bisa lebih maksimal lagi,” ungkapnya. (leo)

Update