Kamis, 25 April 2024

Kepala BP Batam: Tidak Ada Cincai dalam Penyelesaian Lahan

Berita Terkait

Hatanto Reksodipoetro saat menyatakan pendapatkanya dalam diskusi publik yang ditaja Batam Pos.
foto: cecep mulyana / batampos

batampos.co.id – Kepala BP Batam Hatanto Reksodipoetro menegaskan tidak ada tawar menawar lagi dalam menyelesaikan persoalan lahan di Batam. Baik itu lahan telantar maupun lahan yang sudah dialokasikan namun belum memiliki Hak Pengelolaan Lahan (HPL). Ia memastikan izin lahan-lahan tersebut akan tetap dicabut.

“Tidak ada cincai-cincai lagi mengenai persoalan ini. Pembangunan ekonomi di Batam menurun karena lahan-lahan terlantar ini tidak dikerjakan,” tegas Hatanto saat menjadi pembicara diskusi publik di Hotel Harmoni One, Batam, Kamis (16/3).

Ia mengakui praktik mafia lahan sudah lama terjadi di Batam. Namun ia juga tidak memungkiri bahwa sebagian besar mafia lahan itu dulu ada di dalam tubuh BP Batam itu sendiri.

“Jadi kami tak menuding pengusaha. Bicara mafia lahan, tempat kami itu sumbernya. Tepuk tangan itu tak bisa sendirian,” jelasnya.

Makanya selain membenahi tata administrasi dokumen lahan yang kacau balau, Hatanto berupaya untuk mengembalikan marwah BP Batam sesuai perundang-undangan yang berlaku terutama mengenai konsep pengalokasian lahan.

Lahan yang belum punya HPL namun sudah dialokasikan, contohnya seperti di hutan lindung maupun lahan yang masuk kategori Dampak Penting Dan Cakupan Luas Serta Bernilai Strategis (DPCLS), dipastikan akan dicabut izinnya. Begitu juga dengan lahan yang ditelantarkan.

Sebab sesuai dengan regulasi yang berlaku, kata Hatanto, lahan hutan lindung maupun DPCLS tidak boleh dialokasikan. Jika ada yang berani melakukannya maka akan berurusan dengan ranah hukum.

Dalam persoalan ini, BP Batam sudah menjalin kerja sama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) pusat untuk menerbitkan HPL untuk lahan-lahan yang telah dialokasikan itu. Namun dia memastikan izinnya akan dicabut dulu sebelum dialokasikan kembali. BP Batam akan mengembalikan Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) yang sudah dibayarkan pengusaha pemilik lahan tanpa HPL itu.

“Jika lahan tak punya HPL, bisa apa. Apa mau Pemerintah Kota (Pemko) Batam menerbitkan dokumen Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Apa bisa BPN menerbitkan dokumen Hak Guna Bangunan (HGB),” tegasnya.

Melalui kerja sama dengan BPN ini, maka lahan di Batam akan berstatus clean and clear karena sudah memiliki HPL yang jelas.

Sedangkan untuk penanganan lahan telantar, BP Batam berpedoman pada Peraturan Kepala (Perka) BP Batam Nomor 10 Tahun 2011 yang berbunyi bahwa sebuah lahan yang tak kunjung dibangun dalam kurun waktu 275 hari setelah dialokasikan, maka BP Batam berhak mencabutnya tanpa kecuali.

“Namun untuk saat ini kami tak pakai peraturan, kami berikan kesempatan. Kami tak otomatis menarik. Ada prosedurnya apakah nanti lahan tersebut akan dicabut atau dialokasikan kembali,” jelasnya.

Hatanto menegaskan saat ini pihaknya berupaya untuk konsisten dalam menerapkan hukum yang berlaku. Konsistensi dalam persepsi orang nomor satu BP Batam ini adalah teguh mengikuti perundangan yang berlaku dan tidak gampang goyah ketika godaan untuk menabrak peraturan itu muncul. Dan bagi masyarakat juga harus berani menerima konsekuensi jika berani melanggar peraturan yang berlaku.

Dahulu banyak peraturan yang dilanggar dan itu merupakan warisan dari para pendahulu sehingga banyak permasalahan terutama soal lahan yang mengemuka saat ini. Hal ini yang tidak ingin diulangi oleh BP Batam kedepannya. Bahkan untuk kasus lahan di Baloi Kolam saja, Hatanto sampai didatangi oleh Jenderal dan Kolonel yang memiliki kepentingan disana.

“Tidak ada lagi istilah ‘Ah lahanku bermasalah, tapi nanti bakalan bereslah itu dengan Kepala di lantai 8’, ” cetus pria berkacamata ini.

Hatanto juga mengakui transisi kepemimpinan BP Batam menyebabkan perlambatan ekonomi Batam. Pasalnya pergantian era kepemimpinan juga diikuti oleh perubahan regulasi. Butuh waktu untuk beradaptasi dengan regulasi baru. (leo)

Update