Rabu, 24 April 2024

Rp 185 M Duit Transaksi Pelabuhan di Batam Menguap

Berita Terkait

batampos.co.id – Duit transaksi pelabuhan Batuampar dan Sekupang yang semestinya masuk ke kas negara (Penerimaan Negara Bukan Pajak/PNBP), diduga menguap. Jumlahnya cukup fantastis yakni ratusan miliar Rupiah. Uang sebanyak itu ternyata tidak masuk ke kas negara.

”Dari hasil audit, ditemukan ada puluhan ribu transaksi yang uangnya tidak masuk ke kas negara,” ungkap Nasrul Amri Latif, staf Ahli Deputi III Badan Pengusahaan (BP) Batam, saat ditemui di Bida Marketing BP Batam, Kamis (23/3/2017) pekan lalu.

Nasrul kemudian menyebutkan, dari jasa labuh kapal dan jasa tambat kapal saja, BP menderita kerugian Rp 185 miliar dalam kurun waktu 2013-2015. Kerugian itu belum termasuk jasa-jasa lainnya dan belum dihitung mundur sebelum 2013.

”Jika tahunnya mundur ke belakang, jumlah kerugian sudah tak bisa dihitung lagi, mungkin bisa triliunan,” ungkapnya.

Kerugian Rp 185 miliar ini berasal dari 14.370 transaksi. Rinciannya; tahun 2013 ada 13.378 transaksi, tahun 2014 ada 508 transaksi, dan tahun 2015 ada 484 transaksi.

Nasrul menceritakan kerugian tersebut karena manajemen lama tidak tertata dengan baik, permainan oknum, dan kelemahan dari Peraturan Kepala (Perka) BP Batam Nomor 15, 16, dan 17 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan dan Tarif Jasa Kepelabuhanan di Lingkungan Pelabuhan Batam.

Persoalan awal memang timbul dari regulasi. Pada Perka terdapat salah satu peraturan yang berbunyi: ”pembayaran nota pelayanan kepelabuhanan harus dilakukan selambat-lambatnya tujuh hari kerja sejak tanggal nota terbit pada bank mitra yang ditunjuk.”
Celah ini digunakan banyak kapal kabur tanpa membayar jasa pelabuhan. Oknum pelabuhan dan oknum agen-agen kapal menjadi aktor utama. Bisa jadi dibayarkan kemudian, namun tidak dimasukkan ke kas negara dengan alasan kapal kabur.

Modus keduanya adalah bekerjasama untuk tidak memasukkan catatan kegiatan kapal selama berlabuh di pelabuhan Batam ke dalam sistem BP Batam. Apalagi pada saat tersebut, sistem pengelolaan tarif masih dikelola secara manual.

Pada umumnya kapal datang ke Batam untuk melakukan berbagai kegiatan. Ada kapal yang melakukan kegiatan niaga. Kapal-kapal ini datang untuk melakukan kegiatan bongkar muat kargo berupa barang, penumpang dan hewan.

Setelah itu, ada kapal yang tidak melakukan kegiatan niaga. Kapal ini datang hanya untuk melakukan kegiatan bunker, mengambil perbekalan serta keperluan lain yang digunakan dalam melanjutkan perjalanannya, menambah atau mengganti anak buah kapal (ABK), mencari pertolongan medis, mencari pertolongan untuk musibah seperti kebakaran, tank cleaning serta pembasmian hama (fumigasi).

Selanjutnya adalah kapal lay-up (parkir), yakni kapal yang berlabuh di tempat yang ditetapkan sebagai area lay-up sesuai peraturan perundang-undangan dan tidak dipergunakan dalam kegiatan kargo atau penumpang.

Kapal yang datang untuk berniaga banyak melakukan kegiatan. Setiap kegiatan di pelabuhan beserta tarifnya memiliki nota masing-masing. Tarif dihitung sejak kapal tersebut berlabuh atau dikenal dengan tarif jasa labuh.

Jika mengacu pada Perka tahun 2012, maka nilainya adalah 0.082 dolar Amerika per Gross Tonase (GT) per kunjungan untuk kapal berbendera asing, dan Rp 48 per GT per kunjungan untuk kapal dalam negeri.

Setelah itu, maka kapal akan dikenakan tarif jasa tambat. Berbeda dengan tarif labuh yang menggunakan jumlah kunjungan untuk menghitung tarif, maka tarif jasa tambat menggunakan jumlah etmal untuk menghitung tarif. Etmal adalah istilah untuk lamanya sebuah kapal bersandar di dermaga. Satu etmal berarti 24 jam.

Tarif jasa tambat tergantung dari jenis tambatan tempat kapal berlabuh. Ada perbedaan tarif antara tambatan dermaga dengan tambatan breasting dan tambatan pinggiran.

Pada umumnya di Batam masih menggunakan tambatan dermaga. Maka berdasarkan Perka yang lama, tarif untuk kapal berbendera asing adalah 0.088 dolar Amerika per GT per etmal.

”Kalau kapal dalam negeri hanya dikenakan tarif Rp 39 per GT per etmal,” ujar Nasrul.

Setelah itu, kapal yang berniaga akan melakukan kegiatan bongkar muat. Jika menurunkan peti kemas atau kontainer dengan ukuran di atas 20 kaki, maka akan dikenakan tarif Rp 20.475 per box untuk peti kemas kosong dan Rp 40.300 per box untuk peti kemas yang ada isinya.

Sedangkan untuk barang yang bukan dalam kemasan dikenakan tarif Rp 895 per ton per meter kubik, dan Rp 715 per ton per meter kubik untuk barang dalam kemasan. Selain itu, jika pemilik kapal ingin menginapkan barangnya di pelabuhan atau dalam istilah pelabuhan adalah penumpukan, maka akan dikenakan tarif jasa penumpukan.

Contohnya jika ingin menumpukkan peti kemas dengan ukuran di atas 40 kaki maka dikenakan tarif Rp 9.000 per unit per hari untuk peti kosong, dan Rp 18 ribu per unit per hari untuk yang ada isi. Kemudian jika menggunakan sarana dan prasarana milik pelabuhan ataupun milik dari perusahaan yang menyewakan sarana alat bongkar muat, maka akan dikenakan tarif jasa penggunaan sarana dan prasarana.

Jika pemilik kapal ingin menggunakan sarana pelabuhan berupa forklift dengan berat lebih dari 10 ton maka dikenakan biaya Rp 35 ribu per unit per jam. Jika menggunakan sarana milik perusahaan penyewa sarana alat bongkar muat maka dikenakan tarif sebesar 20 persen dari tarif jasa penggunaan sarana dan prasarana.

Di luar dari kepentingan niaga di pelabuhan, ada juga tarif untuk pelayanan air, tarif penundaan kapal, tarif pandu dan tarif-tarif lainnya. Sehingga 14.370 transaksi yang tidak masuk ke kas negara adalah berdasarkan 14.370 nota transaksi dari kegiatan-kegiatan bongkar muat dan kegiatan-kegiatan kapal yang melabuhkan jangkarnya di Batam.

Nasrul kemudian mengungkapkan modus lainnya yang ditemukan pada masa dua bulan awal manajemen baru BP Batam, yakni kapal yang teregistrasi tidak sama dengan jumlah Surat Izin Berlayar (SIB) yang diterbikan syahbandar BP Batam untuk tahun 2011-2013.

Nasrul kemudian mengungkapkan ada tujuh persoalan utama di pelabuhan. Antara lain hampir seluruh proses bisnis di kantor pelabuhan dilakukan secara manual.

Kemudian hampir semua kapal menggunakan jasa agen untuk mengurus kapalnya ketika bersandar di Batam. Lalu, selama ini kantor pelabuhan tidak mewajibkan para agen kapal untuk menaruh deposit guna menjamin pembayaran atas jasa-jasa yang diterima oleh kapal-kapal.

Setelah itu, proses penerbitan tidak terintegrasi. Kemudian sistem pengelolaan proses bisnis juga tidak terintegrasi dengan baik. Lalu, tidak adanya fasilitas radar pemantau. Terakhir permainan oknum dimana banyak kapal yang sudah berlayar keluar Batam, namun Pernyataan Umum Kapal (PUK) belum diterbitkan.

”Hal tersebut dapat diidentifikasi dari jumlah PUK yang bersandar di pelabuhan BP Batam hanya 30 persen dari jumlah SIB,” kata Nasrul.

PUK adalah pernyataan dari pemilik kapal kepada pejabat berwenang di pelabuhan bahwa mereka akan berlabuh dan melakukan kegiatan. Setelah itu, bagi kapal yang tidak memiliki perusahaan cabang di kota tempat berlabuh maka akan menyewa jasa perusahaan agen kapal untuk mengurus segala keperluan kapal di tempat tujuan.

Agen kapal tersebut yang akan mengisi formulir PUK di pelabuhan dengan melampirkan data-data umum rencana kegiatan kapal dan dokumen-dokumen seperti tipe kapal, kebangsaan kapal, Certificate of Registry Number, IMO Number dan lainnya. Setelah selesai melakukan kegiatan di pelabuhan, maka kapal akan mendapatkan SIB dari syahbandar agar bisa melanjutkan perjalanannya.
Di bagian inilah, oknum pelabuhan dan oknum agen ”bermain”. Makanya tidak heran banyak kerugian terjadi karena uang dari kegiatan kapal di pelabuhan tidak masuk ke kas negara.

Hal ini terjadi karena nota kegiatan kapal tak dimasukkan ke dalam sistem BP Batam oleh oknum pelabuhan yang bekerjasama dengan oknum agen kapal. Permainan manipulasi data ini berjalan lancar, bahkan SIB malah keluar sehingga kapal bisa pergi.

Selain itu, sebagian besar pemilik kapal juga ikut ”bermain”, sehingga tidak heran jumlah PUK tidak sama dengan jumlah SIB karena banyak kapal yang masuk secara diam-diam. Tujuan utamanya adalah untuk memarkirkan kapalnya atau lay up.

Pada 2014 hingga 2015, ketidakserasian data tersebut meningkat hingga 40 persen dari data yang tercatat di Kantor Pelabuhan BP Batam.

Dari data yang tidak serasi antara PUK dan jumlah SIB tersebut, maka bisa disimpulkan BP Batam mengalami banyak kerugian. BP Batam kemudian memperlihatkan data dari salah satu transaksi yang belum diselesaikan oleh salah satu agen selama periode 2011 hingga 2015.

Ternyata kerugian negara dari seorang oknum agen saja nilainya fantastis. Mencapai Rp 7 miliar. Bahkan sejak tahun 2011 saja tidak ada nota untuk Pelayanan Jasa Kapal (PJK) yang masuk ke kas negara.

”Berdasarkan kondisi ini maka kami mendorong untuk melakukan perubahan tata kelola pelabuhan laut BP Batam. Salah satu agenda utamanya adalah mengintegrasikan sistem operasi, keuangan, dan syahbandar,” jelasnya.

Lalu upaya apa yang dilakukan BP Batam untuk mengatasi kebocoran kas negara ini? Langkah pertama adalah melakukan pembenahan internal dengan memutasi dua pejabat eselon 3 di Kantor Pelabuhan BP Batam.

Kemudian untuk memastikan tidak ada lagi manipulasi data, BP Batam akan menggunakan sistem untuk memantau kapal lewat piranti satelit. Menerapkan deposit sebesar 125 persen untuk perkiraan biaya labuh kapal. Lalu implementasi sistem host to host dan revitalisasi Pelabuhan Sekupang dan Punggur.

Setelah itu, atas permintaan dari manajemen baru BP Batam, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga telah diundang untuk menyelidiki korupsi di pelabuhan. Tim KPK sudah berada di Batam sejak Desember 2016 lalu.

”Namun saya tidak tahu apa saja yang sudah dilakukan KPK,” tambah Nasrul.

Mantan dosen Universitas Trisaksti ini mengaku BP Batam menyerahkan sepenuhnya kepada KPK untuk menyeret pihak yang terlibat, baik dari internal BP Batam maupun pihak ketiga, termasuk sejumlah agen-agen kapal pengguna jasa pelabuhan. Apalagi jika agen tersebut ketahuan nantinya sengaja tidak membayarkan jasa-jasa kapal yang telah diberikan pemilik kapal.

Sebelumnya, Kepala BP Batam Hantanto Reksodipoetro di Forum Diskusi Batam Pos 16 Maret lalu menegaskan siapapun yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi di pelabuhan kargo Batam akan diusut.

“KPK sudah bekerja selama empat bulan,” ujar Hatanto saat itu.

Hatanto menegaskan, KPK turun tangan karena memang penyimpangan dalam pengelolaan pelabuhan kargo di Batam sangat banyak. Saat itu Hatanto belum bisa memastikan angka persis kerugian negara. Ia hanya menyebut nilainya ratusan miliar.

Kondisi ini juga yang membuat pelabuhan kargo Batuampar tidak bisa berkembang. Pemasukan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari pelabuha selama ini sangat kecil, sementara potensinya besar.
Di tempat yang berbeda, Sekretaris II Indonesia National Shipowners Association (INSA) Batam, Osman Hasyim membenarkan sejumlah modus permainan oknum yang menyebabkan kerugian negara dari jasa pengelolaan pelabuhan di Batam.

”Ini permainan antara oknum. Pemilik kapal sudah kasih duit ke agen. Dikasih ke oknum pelabuhan, namun tak dicatat,” kata Nasrul.

”Saat ini, ketika manajemen BP Batam menagih, pemilik kapal tak tahu sehingga jadi masalah si agen sekarang,” jelasnya.

Kemudian ada lagi modus permainan lewat manipulasi data bobot kapal atau GT.

”Misal ada kapal GT 10.000, tetapi di PUK dibikin 5000. Duit yang masuk ke kas menjadi setengah, sedangkan setengah lagi ditilap oleh oknum,” katanya.

Dan terakhir ada agen kapal yang tidak melaporkan kapal masuk ke kantor pelabuhan. Kapal ini diduga akan melakukan lay up atau memarkirkan kapalnya selama bertahun-tahun tanpa sepengetahuan BP Batam.”Ini masih terjadi hingga saat ini,” imbuhnya.

Osman meminta agar kejadian ini jangan sampai terulang lagi, BP Batam harus mau bersinergi dengan asosiasi pengusaha pelayaran karena pada dasarnya para pengusaha ini yang lebih memahami seluk beluk pelabuhan.

”Buatlah sebuah database online terpadu dimana kapal harus registrasi dahulu sebelum masuk pelabuhan. Jika tak terdaftar maka kapal yang mencoba masuk tapi belum terdaftar bisa ditolak,” ujarnya.

Sedangkan untuk persoalan tagihan, BP Batam bisa menerapkan sistem dimana jika pemilik kapal belum membayar maka SIB tak bisa keluar.

”Yang tahu kapal masuk itu adalah radio kontrol milik syahbandar. Satker-satker itu juga ikut bermain. Jadi langkah terpenting adalah harmonisasi dan pembenahan,” katanya. (leo)

Update