Kamis, 25 April 2024

Derita Bayi dan Anak-anak Dibawah Tekanan ISIS

Berita Terkait

Dua anak bersama ibunya saat tiba di Kamp Pengungsian Hammam al-Alil di selatan Mosul, Iraq, Rabu (29/3). (REUTERS/Andres Martinez Casares)

batampos.co.id – Demi melarikan diri warga Mosul, Iraq, harus tega menutup mulut bayi dan anak mereka dengan lakban atau memberikan obat penenang agar perjuangan melarikan diri tersebut tak terendus kelompok militan ISIS.

Hala Jaber, juru bicara International Organization for Migration (IOM) di Erbil, mengungkapkan bahwa hal itu harus dilakukan agar anak-anak tidak rewel atau menangis saat dibawa lari.

Mereka biasanya melarikan diri saat malam ataupun dini hari dengan berjalan kaki.

”Dengan begitu, mereka tidak akan diketahui, ditangkap, ataupun ditembak ISIS,” terangnya.

Penduduk sangat ketakutan. Sebab, jika mereka sampai tertangkap, nyawa taruhannya. Pria yang ketahuan lari akan ditembak mati, sedangkan perempuan kerap diikat dan dibiarkan begitu saja di luar rumah dengan kondisi cuaca yang dingin.

Mereka menjadi peringatan bagi yang lain agar tidak meniru. ISIS juga menggunakan mereka sebagai tameng hidup saat diserang pasukan Iraq.

Hal senada diungkapkan Noor Muhammed yang melarikan diri bersama 27 orang lainnya dari Mosul. Saudara-saudaranya yang masih kecil diberikan obat tidur selama pelarian. Selain agar tenang, hal itu mencegah mereka dari ketakutan saat ada baku tembak. Berdasar data dari badan pengungsi PBB, saat ini ada 157 ribu warga Mosul di pusat penampungan.

Juru bicara lembaga nonprofit Oxfam Amy Christian menyatakan, para pengungsi mengalami trauma, kelaparan, kelelahan, serta dehidrasi saat tiba di selter. Di tempat penampungan, ada tim khusus yang disediakan untuk membantu mengatasi tekanan psikologis bagi anak-anak korban perang.

”Apa yang anak-anak ini lihat dan alami itu seharusnya tidak dilihat manusia. Mereka menyaksikan tangan dipotong, pemenggalan, dan pembunuhan. Banyak di antara mereka yang shock,” ujarnya.

Sementara itu, komandan operasi pasukan koalisi di Iraq Letnan Jendral Stephen Towsend mengungkapkan, sangat mungkin jumlah korban jiwa bertambah. Sebab, peperangan saat ini berada dalam fase mematikan di area yang padat penduduk.

Towsend juga menegaskan bahwa pasukan koalisi memiliki peranan dalam kematian ratusan orang pada 17 maret lalu. Saat itu diperkirakan 150–240 orang tewas. Evakuasi jenazah masih berlangsung hingga kemarin.

”Penilaian awal saya adalah kita mungkin memiliki peranan terhadap korban (sipil) tersebut,” terang Towsend.

Dia menambahkan, penyelidikan masih dilakukan. Towsend belum mengetahui bagaimana begitu banyak penduduk sipil yang berada di dalam satu lokasi. Apakah itu sengaja ditempatkan di sana oleh ISIS ataukah karena alasan lainnya.

Rabu (29/3) pasukan Iraq dan tentara koalisi pimpinan Amerika Serikat (AS) sudah kian dekat dengan masjid Al Nuri yang dipakai Abu Bakr Al Baghdadi untuk mendeklarasikan ISIS tiga tahun lalu. Kini masjid tersebut akan menjadi simbol kekalahan militan sadis tersebut. Mereka telah terkepung dari berbagai arah.

”Pasukan kepolisian federal telah mengambil alih area Qadheeb Al Ban dan stadion olahraga Al Malab di sayap barat Kota Tua Mosul dan mengepung militan di sekeliling masjid Al Nuri,” ujar Kepala Polisi Federal Iraq Letnan Jendral Raed Shaker Jawdat.

Beberapa helikopter mengitari Mosul barat dan menembaki para pendukung ISIS di stasiun kereta api. Bom-bom juga dijatuhkan di area tersebut, meninggalkan asap yang membubung tinggi di udara. Pasukan Iraq berhasil menembak jatuh salah satu drone milik ISIS yang biasanya dipakai untuk mengintai maupun menjatuhkan bom.

Kota Tua yang merupakan permukiman padat penduduk menjadi keuntungan tersendiri bagi ISIS. Mereka menggunakan gang-gang di antara rumah-rumah untuk bersembunyi maupun lari dari serangan. Meski begitu, karena kalah jumlah, posisi mereka kini kian terdesak.

Selasa (28/3) serangan udara pasukan koalisi berhasil menewaskan tiga petinggi ISIS. Yaitu, pejabat intelijen militer ISIS di Wilayat Ninewa Ahmed Mazen alias Abu Awda, pejabat syariah Ibrahim Al Shaafi alias Abu Khattab, serta pejabat rekrutmen Mohamed Abdel Rahman atau Abu Hashem. Mereka berturut-turut berkebangsaan Norwegia, Mesir, dan Belgia.
(Reuters/AFP/Star2/IraqiNews/sha/c21/any)

Update