Jumat, 19 April 2024

Limbah Minyak Cemari Pantai Bintan

Berita Terkait

Warga sedang menunjukan limbah minyak hitam yang mencemari Pantai Desa Berakit, kemarin.F.Harry/batampos.

batampos.co.id – Limbah minyak hitam (sludge oil) yang sengaja dibuang oleh kapal-kapal tanker hilir mudik di Selat Singapura beberapa waktu lalu berimbas terhadap pencemaran pantai di Kabupaten Bintan. Limbah berbentuk gumpalan kental itu bertebaran sepanjang pantai dari Desa Berakit, Kecamatan Teluk Sebong sampai Kelurahan Kawal, Kecamatan Gunung Kijang.

“Pembuangan limbah sudah jadi agenda rutin disini. Khususnya ketika musim angin utara melanda Bintan. Namun sampai detik ini tak satupun pihak yang berani mengatasinya,” ujar salah satu nelayan Desa Malang Rapat, Usman ketika diwawancarai, Senin (10/4).

Dikatakan Usman, limbah minyak hitam itu berasal dari kapal-kapal tanker yang melintasi Selat Singapura. Dikarenakan pemilik kapal tak mau keluar biaya untuk pengelolaan limbah, kata Usman mereka memanfaatkan angin utara sebagai waktu yang tepat untuk pembuangan limbah ke perairan.

Alhasil, sambung bapak tiga anak ini limbah itupun terbawa arus sampai ke pantai. Bahkan limbah yang berbentuk cairan itu mengendap dan berubah bentuk mejadi gumpalan kental dan berserakan mengeotori pantai sepanjang 50 Km itu.

“Angin utara sudah lewat. Maka gumpalan limbah minyak hitam timbul dan mengotori pantai dari Berakit sampai Kawal,” bebernya.

Ditanya pengaruh hasil tangkapan ikan akibat limbah, Usman mengaku sangat besar pengaruhnya bahkan nelayan setempat sangat dirugikan. Sebab limbah tersebut tak hanya mengotori pantai tapi mencemarkan perairan sehingga nelayan kesulitan mendapat ikan.

“Radius 1 mil tak akan ada ikan. Karena kondisi lautan sangat berminyak. Jaring kamipun juga rusak akibat limbah itu,” sebutnya.

Hal senada dikatakan Tono, warga Desa Berakit. Dia sudah lama menjadi saksi bisu aktivitas pembuangan limbah di perairan Bagian Utara dan Timur Bintan. Dikarenakan tak ada satu pihakpun yang bisa menangani masalah ini, dia beserta warga lainnya terpaksa membersihkan limbah itu dari pantai.

“Sampai saat ini gak ada penanganan dari pemerintah setempat. Makanya warga yang membersihkan limbah itu dari pantai. Tapi warga kualahan karena kapasitas limbah yang dibuang sangat banyak,” akunya.

Limbah berminyak warna hitam itu, kata Tono baunya sangat menyengat. Kemudian jika terkena sandal, sepatu dan celana sangat sulit dihilangkan. Baik menggunakan bensin, solar maupun deterjen sekalipun takakan mampu menghilangkan bercak atau noda dari limbah tersebut.

“Banyak yang dirugikan gara-gara limbah itu. Pengunjung jadi enggan berkunjung ke pantai dan hasil tangkapan ikan nelayan menurun drastis pastinya,” jelasnya.

Terpisah Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Bintan, Fachrimsyah mengaku sangat sulit memberantas aktivitas pembuangan limbah minyak hitam tersebut. Sebab lokasi kejadian pembuangan limbah berada di jalur lalulintas perairan internasional.

“Seharusnya kasus ini ditangani pemerintah pusat. Sebab lokasi kejadian diluar kawasan Indonesia dan kewenangannya juga di luar kabupaten maupun provinsi,” katanya.

Dari hasil survei Dirjen Pengelolaan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), kata Fachrim ada tujuh kawasan pariwisata jadi sasaran limbah minyak hitam. Diantaranya Pantai Kawasan Pariwisata Lagoi, Pulau Mapur, Pangkil, Berakit, Trikora, Tanjunguban, dan Lobam. Namun KKP sendiri belum bisa memastikan kapal tanker yang membuang limbah minyak hitam tersebut sampai saat ini.

Musim angin utara yang ekstrim, lanjut Fachrim dimanfaatkan oleh kapal-kapal tanker asing untuk melaksanakan aktivitas pencucian tangki Bahan Bakar Minyak (BBM) dan membuang hasil cuciannya atau limbah ke laut. Mereka melakukan itu untuk menghemat pembiayaan, sebab tarif pencucian tangki BBM dipatok oleh Singapura atau Batam mencapai miliaran rupiah.

Namun aktivitas pembuangan limbah itu sulit dideteksi oleh instansi terkait. Pasalnya kapal tenker itu membuang limbah sambil belayar melintasi perairan internasional yang jaraknya 200 mill dari pulau-pulau Bintan. Bahkan limbah yang dibuang tidak bisa terlihat secara kasat mata karena dicampur bahan kimia sehingga warnanya menyerupai air laut.

“Kita sudah koordinasi dengan pemerintah pusat. Semoga saja instanasi terkait disana mampu mengungkap kasus ini. Sehingga Bintan tak lagi jadi lokasi rutin pembuangan limbah kedepannya,” ungkapnya. (ary)

 

Update