– Badan Pengusahaan (BP) Batam yang mendapat dukungan dari Pemerintah Korea tengah membangun Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL). Pembangunan IPAL di lakukan di tujuh titik di Batam secara bertahap dengan total bantuan dana USD 43 Juta atau Rp 387.712.253.500.
Anggota 4 atau Deputi Bidang Pengusahaan Sarana Usaha BP Batam Robert M Sianipar mengatakan beberapa tahun ke depan Batam terancam krisis air. Untuk mengatasi itu, pemerintah harus segera mencari waduk-waduk tambahan atau memanfaatkan air limbah untuk diproses dan digunakan sebagai kebutuhan masyarakat.
“Air kita sangat terbatas. Dan kita mendapatkan teknologi untuk pengelolaan air limbah hingga jadi air cukup bersih. Air tersebut sudah bisa digunakan untuk keperluaan ekonomi, industri dan masyarakat,” kata Robert di Gedung Marketing BP Batam, Batamcenter, Selasa (11/4/2017).
Dijelaskannya, tujuh titik tersebut di antaranya Bengkong, Batuampar, Nagoya, Batamcenter, Sagulung hingga Telagapunggur. Bahkan air limbah yang diolah diharapkan bisa kembali dikonsumsi, tentunya dengan pemrosesan. Dengan memasukan air limbah yang telah diolah jadi air bersih dan memasukan ke waduk.
“Untuk air minum harus diproses kembali dengan cara dimasukan ke dalam waduk dan diolah jadi air baku oleh ATB. Syaratnya air yang diolah itu tidak beracun dan tercemar,” jelasnya.
Untuk konsultan hingga pembangunan dilakukan langsung oleh pihak Korea. Dimana pembangunan tahap awal dilakukan di kawasan Batamcenter yang membutuhkan 114 kilometer pipa. Dan memutuskan 11 ribu sambungan rumah warga untuk proses ini.
“Kami mulai prosesnya bulan April ini dan diharapkan bisa selesai 30 bulan kemudian atau September 2019. Proyek ini akan membuat 114 kilometer jaringan pipa dan membongkar 11 ribu sambungan ke rumah warga,” terang Robert.
Kenapa pembangunan dan Konsultan dari Korea?, menurut Robet itu merupakan kesepakatan karena bantuan tersebut merupakan dari Korea. Dimana Korea memberi pinjaman lunak 43 Juta US Dollar atau Rp 387.712.253.500. Pinjaman itu bisa dibayar dalam jangka 30 tahun dengan bunga hanya satu persen. Namun untuk komponen yang digunakan 60 persen dari Indonesia dan 40 persennya lagi merupakan produk Korea.
“Sistem pembayaraanya “soft loan”, pemerintah akan membayar secara berangsur selama 30 tahun. Yang bayar Pemerintah pusat dengan kami (BP) Batam. Mungkin kedepannya kita juga akan minta bantuan pemerintah Provinsi dan Daerah. Karena ini untuk masyarakat dan Batam juga,” imbuh Robert.
Menurut dia, teknologi dari Korea itu sudah teruji dibeberapa daerah di Indonesia seperti Bekasi dan rencananya DKI juga akan menyusul. Keunggulan teknologi tersebut juga tidak memakan banyak tempat, selama pengolahan juga tidak menimbulkan bau hingga lebih hemat biaya, dibandingkan teknologi IPAL sebelumnya.
“Banyak keunggulan dari teknologi IPAL ini. Untuk tahap awal pengawasan IPAL memang dilakukan Korea, namun kedepannya kita yang akan mengawasi, sehingga tidak tergantung lagi dengan Korea,” papar Robert.
Ditempat yang sama, Kepala Kantor Air dan Limbah BP Batam, Binsar Tambunan mengatakan pengelolaan air limbah menjadi air bersih memang sangat mahal. Namun manafaatnya dapat dirasakan jangka panjang oleh masyarakat, seperti negera Singapura. Dimana Singapura memanfaatkan setiap tetes air hujan untuk dikumpulkan menjadi air bersih. Sekitar 30 persen air hujan yang telah diolah itu akan menjadi limbah dan limbah itu kemudian diolah lagi menjadi air bersih.
“Kita ingin seperti itu juga, mendaur ulang air hingga bisa digunakan oleh masyarakat. Apalagi melihat keterbatasan air di Batam yang hanya memiliki enam waduk,” jelas Binsar.(she)