Selasa, 16 April 2024

Rakor Penetapan Benda Cagar Budaya Bintan

Berita Terkait

Kepala Disbudpora, Makhfur Zurahman didampingi Kabid Cagar Budaya dan Permuseuman, Aslaini, dan Kasi Cagar Budaya dan Permuseuman, Luciana Nova Tumurang membuka Rakor Penetapan Benda Cagar Budaya di Hotel Agro Bintan, Batu 36, Kecamatan Gunung Kijang, Rabu (12/4).

batampos.co.id – Dinas Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Disbudpora) akan melobi Pemerintah Pusat mendapatkan aliran dana APBN untuk melestarikan benda cagar budaya yang dimiliki Kabupaten Bintan. Sebab untuk pelestarian benda tersebut sangat dibutuhkan alokasi dana yang sangat besar.

“Jadi kita harus samakan persepsi dulu untuk menjadikan situs bersejarah sebagai benda cagar budaya. Dengan begitu Pemerintah Pusat akan berminat kucurkan APBN ke Bintan,” ujar Kepala Disbudpora Bintan, Makhfur Zurachman ketika membuka Rapat Koordinasi (Rakor) Penetapan Benda Cagar Budaya di Hotel Agro Bintan, Batu 36, Kecamatan Gunung Kijang, Rabu (12/4).

Tahap pertama, kata Makhfur ada empat benda bersejarah yang akan ditetapkan sebagai cagar budaya. Yaitu Bukit Kerang di Kampung Kawal Darat, Kecamatan Gunung Kijang. Kemudian Rumah Tua di Desa Berakit, Kecamatan Teluk Sebong, Dapur Arang di Sungai Kecil, Kecamatan Teluk Sebong dan Rumah Adat Tambelan (Gemenshaapt) yang berlokasi di belakang Gedung Daerah Kota Tanjungpinang.

Dari keempat situs itu, lanjut Makhfur baru satu yang setatusnya menjadi milik Pemkab Bintan yaitu Bukit Kerang. Lahan yang ditempati situs tersebut sudah dibebaskan oleh pemerintah melalui APBD seluas 1,5 hektare. Sedangkan tiga situs lainnya akan diusahakan peningkatan setatusnya dari milik warga menjadi milik Pemkab Bintan.

“Kita registasi dulu situs itu sebagai aset Pemkab Bintan. Untuk meregistrasinya harus dapat persetujuan dari Bupati Bintan (Apri Sujadi) barulah diusulkan ke Pemerintah Pusat,” bebernya.

Sebelum registrasi situs itu diberikan ke Bupati Bintan, sambung Mkahfur terlebih dahulu akan diteliti kembali oleh tim ahli arkelogi dari dalam dan luar daerah. Mereka adalah Fitria Arda dari Balai Cagar Budaya Batu Sangkar, DR Rita dari Balai Arkeologi Medan, Deni dari Balai Arkeologi Banda Aceh, Nurbaiti Hoesni Siam dari Akedemisi Perguruan Tinggi (PT) Stisipol Raja Ali Haji, Herry Hoesni dari Pakar Peduli Kebudayaan Bintan, dan Luki Zaiman Prawira dari Dinas Pariwisata (Dispar) Bintan.

Selain tim ahli arkeologi, masih Makhfur juga dibutuhkan dukungan dari pihak-pihak terkait yang berwenang diempat lokasi situs tersebut. Mulai dari warga setempat, kepala desa (kades), kelurahan sampai kecamatan harus mampu menjadi mitra kerja tim ahli arkeologi. Sehingga penetapan situs sebagai benda cagar budaya dapat berjalan lancar.

“Mereka akan datang ke Bintan dari 18-19 April. Selama dua hari mereka akan meneliti kembali untuk memastikan keempat situs itu layak atau tidaknya dijadikan benda cagar budaya,” jelasnya.

Ditanya persyaratan untuk menjadikan situs sebagai benda cagar budaya, Makhfur menjelaskan ada tiga item penting yang jadi landasan untuk menjadikan situs sebagai benda cagar budaya. Diantaranya berusia lebih dari 50 tahun, memiliki nilai karakteristik yang kental dan memiliki kandungan nilai sejarah.

Keempat situs itu sudah memenuhi unsur persyaratan untuk dinaikan sebagai benda cagar budaya. Jadi tinggal mendapatkan persetujuan dari Pemkab Bintan dan Pemprov Kepri untuk peningkatan setatusnya. Lalu akan diusulkan ke Pemerintah Pusat untuk mengantongi registerasinya.

“Empat situs itu sudah memenuhi unsur untuk dinaikan sebagai benda cagar budaya. Maka tinggal kita dapatkan registrasinya saja. Dengan begitu benda tersebut memiliki perlindungan hukum dan pelestariannya,” ungkapnya. (ary)

Update