Rabu, 24 April 2024

Menelusuri Harta Bawah Laut Bawean (2)

Berita Terkait

Bagian mesin dan tuas pemutar masih terlihat utuh di kedalaman tujuh meter. (Guslan Gumilang/Jawa Pos/JawaPos.com)

batampos.co.id – Kapal karam yang berada di antara Pulau Nusa dan Pulau Cina itu sudah sering diganggu para penambang besi tua. Sebagian besar bagian kapal telah dicuri. Dari bangkai kapal yang tersisa tersebut, peneliti Balai Arkeologi Jogjakarta berupaya merangkai asal usul dan sejarah kapal.
——
Penyelaman dilakukan setelah tim menembus hujan dan ombak selama dua jam Sabtu (6/5/2017). Sesampainya di lokasi penyelaman, buoy atau bola pelampung dilemparkan sebagai penanda koordinat. Sepuluh meter dari bola berwarna oranye itu, kru perahu melempar jangkar.

Buoy itu terhubung dengan tali tambang yang diberi pemberat batu karang seukuran bola basket. Tali yang bergelantungan tersebut menjadi titik pandu para penyelam. Di sanalah titik selam sekaligus titik kembali ke permukaan.

Saat itu, jarum jam menunjukkan pukul 12.30. Sinar mentari beberapa kali menghilang terhalang mendung. Karena itu, pengambilan gambar di bawah laut membutuhkan bantuan lampu senter. Tim pengambil gambar sudah menyiapkannya.

Seluruh arkeolog segera menyiapkan peralatan menyelam mereka. Tabung scubasiap dipasang dengan slang dan masker selam. Sebelum peralatan itu terpasang, para peneliti harus melakukan pemanasan ringan di atas geladak perahu yang goyang-goyang.

Ada dua tim penyelam yang terjun. Fotografer Jawa Pos Guslan Gumilang mendapat kesempatan pertama mengabadikan bagian-bagian kapal yang tersisa. Dia ditemani Ahmad Surya Ramadhan yang bertugas sebagai safety diver dan Fauzi Hendrawan sebagai teknisi. Fauzi membawa berbagai alat bantu penelitian seperti alat tulis bawah air, roll meter (meteran gulung), hingga busur skala.

Lokasi pertama yang mereka terjuni adalah dua bongkahan terbesar yang ada di tengah kapal. Terdapat mesin kapal dan dua buah boiler atau ketel uap. Tidak banyak terumbu karang yang menempel di dinding besi mesin itu. Karang-karang tersebut sudah dirusak oleh para penambang besi tua.

Madha, panggilan akrab Ramadhan, mengambil rollmeter yang dibawa Fauzi. Dia mengukur panjang mesin dan boiler kapal itu. Panjangnya mencapai 18 meter. Besinya begitu tebal sehingga para penambang tidak sempat memotongnya. Mesin tersebut terhubung dengan tuas dan propeller atau baling-baling di sisi utara.

Di sisi selatan terdapat dua bongkahan tangki boiler. Bentuknya persegi panjang dengan sisi kanan-kiri yang melengkung. Terdapat ruangan gelap di dalam boiler itu. Masing-masing boiler memiliki panjang 4,5 meter dengan lebar 3 meter. Tidak begitu jelas berapa tingginya. Sebab, beberapa bagiannya telah terbenam ke dasar laut.

Butuh Perlindungan (Grafis: Erie Dini/Jawa Pos/JawaPos.com)

Sebelum ada penambangan (yang tentu liar), banyak sekali batu karang yang tumbuh bersama anemon di sana. Ada ikan badut yang berenang di antara rumbai-rumbai anemon yang beracun itu. Ikan-ikan kecil dengan berbagai macam warna juga berseliweran mengitari terumbu karang yang tumbuh sehat. Pemandangan tersebut tidak terlihat lagi di sana.

Namun, peneliti tampaknya mulai menemukan harapan baru. Karang-karang mulai tumbuh lagi di dalam tangki boiler. Setelah tiga tahun ditinggal oleh para penambang besi, sebuah karang api (fire coral) mulai tumbuh tersembunyi.

Karang itu memiliki banyak cabang yang menjulur seperti semburan api. Terdapat sejumlah ikan kecil yang berlindung di karang yang cukup tajam tersebut. Dibutuhkan puluhan tahun agar besi-besi kapal itu kembali diselimuti terumbu karang yang sehat. Syaratnya, tidak ada lagi aktivitas penambangan di sana.

Tak jauh dari lokasi penyelaman, Fauzi tampaknya penasaran dengan bongkahan berbentuk kotak di dasar laut. Warna merah kecokelatan terlihat dari perairan hijau itu. Bongkahan kotak tersebut mulai ditumbuhi lapisan karang tipis.

Setelah diangkat, bongkahan itu ternyata batu bata. Namun, ukurannya lebih besar ketimbang batu bata yang ada saat ini. Dia menaikkan batu tersebut ke atas perahu untuk diteliti nanti.

Batu itu lalu menjadi tontonan bagi tim peneliti yang tidak ikut menyelam.

”Lho ini mirip bata yang ada di benteng Lodewijk di Mengare Gresik,” ujar Iling Khairil Anwar, arkeolog asli Bawean, secara spontan.

Pria yang juga menjabat Kasi Purbakala dan Kesejarahan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Gresik itu sangat girang. Batu tersebut bisa jadi alat untuk melacak informasi tentang kapal itu. Setelah diukur, batu tersebut memiliki lebar 14 sentimeter dengan panjang 23 sentimeter. Batu bata itu tidak terlalu tebal. Hanya 4 sentimeter tingginya.

Untuk membuktikan batu itu sama dengan yang dipakai di benteng tersebut, perlu dilakukan penelitian lanjutan. Batu itu bakal diteliti di laboratorium untuk memastikan kandungannya.

’’Dari hasil laboratorium itu, bakal diketahui informasi darimana batu tersebut diproduksi. Bisa juga diketahui akan dibawa ke mana batu-batu itu,” terang alumnus Universitas Udayana tersebut.

Fauzi kembali diminta mencari batu bata lain. Saat kembali ke permukaan, dia sudah membawa bongkahan lain. Wujudnya berupa ubin marmer yang sudah pecah. Ya, hanya dua batu itulah yang ditemukan. Diduga, masih banyak muatan yang belum terekspos. Sebab, sebagian besar bagian kapal sudah terendam lumpur dan pasir.

Pertanyaan selanjutnya, akan dibawa ke mana material bangunan itu? Bila melihat lokasi baling-baling kapal di sisi utara, kapal tersebut jelas menuju ke selatan. Artinya, kapal itu hendak menuju ke Pulau Bawean.

Beban berat pada kapal jelas membuat lambung kapal lebih masuk ke air. Saat melintasi perairan dalam, tentu hal itu bukan masalah. Namun, Bawean punya banyak gugusan terumbu karang.

Nakhoda yang tidak mengetahui seluk-beluk perairan Bawean pasti tidak bisa memilih jalur mana yang lebih aman. Kapal sepanjang 70 meter lebih itu pun akhirnya tersangkut. Lambung kapal robek.

Saat membentur karang, nakhoda tampaknya berusaha memutar haluan ke barat. Akibatnya, kapal tersebut sedikit condong ke barat daya. Namun, Bawean masih jauh. Pulau Nusa dan Cina yang ada di dekat lokasi kecelakaan juga tidak berpenghuni. Tidak ada pertolongan yang datang.

Ketua tim penelitian arkeologi maritim Bawean Hery Priswanto ikut menyelam di tim kedua. Dia juga mengumpulkan foto-foto detail pecahan kapal. Dia menerangkan, informasi-informasi yang didapat akan diteliti begitu tim kembali ke Jogjakarta. Foto-foto kapal tersebut bakal ditanyakan kepada ahli perkapalan.

”Nanti kami serahkan kepada ahlinya,” jelas pria asal Surabaya itu.

Hari itu, tim kembali dengan senyum lebar. Penyelaman kali ini membuahkan hasil yang memuaskan. Esok penyelaman masih dilakukan di barat Bawean. Namun,penyelaman selanjutnya lebih berat. Mereka akan mencari kapal di laut dalam. (*/c6/dos)

Update