Selasa, 23 April 2024

Walikota Batam Terkejut Harga BBM Non Subsidi jadi Mahal

Berita Terkait

batampos.co.id – Walikota Batam Rudi mengaku terkejut dan baru mengetahui ada Perda Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang memuat PBBKB di angka maksimum 10 persen, sehingga BBM non subsidi di Kepri menjadi termahal di Indonesia.

“Saya tak tahu pasti. Harus ketemu dengan (pemerintah) provinsi supaya tak salah ngomong,” ucap dia, Senin (22/5).

Rudi pun berjanji akan menemui gubernur mengingat Batam merupakan konsumen terbesar BBM di Kepri. Bahkan, saat ini tercatat konsumsi harian BBM jenis pertalite di Batam mencapai 265 kilo liter.

Dengan demikian, Batam menjadi penyumpang terbesar PAD dari PBBKB untuk Pemprov Kepri, sementara kondisi ekonomi masyarakat Batam lagi lesu, ditambah kenaikan tarif listrik dan harga kebutuhan pokok.

Beranikah menyuarakan revisi perda dan penurunan besaran PBBKB agar BBM nonsubsisdi khususnya jenis pertalite turun? Rudi meyakinkan akan menyuarakan itu. Menurut Rudi, tidak ada yang tak bisa diubah jika memberatkan rakyat.

“Tidak ada yang tak mungkin. Tapi supaya tak salah ngomong, saya harus ketemu dulu sama provinsi, perda-nya gimana harus saya tahu dulu,” ucapnya.

Selain itu, dia juga meminta Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Zarefriadi mencari tahu informasi tentang persoaalan tersebut. “Nanti pak Zaref lapor saya,” kata dia.

Dikonfirmasi, Kepala Disperindag Batam Zarefriadi juga belum paham dengan aturan terkait PBBKB di Kepri, termasuk terkait penerapan PBBKB 10 persen sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Kepri nomor 8 tahun 2011.

“Tak tahu saya, bisa tanya ke provinsi dulu. Lagian, soal Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bukan lagi urusan kita,” kata dia.

Sekretaris Komisi IV Udin P. Sialoho juga angkat bicara soal Perda Kepri Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Ia menilai, penetapan PBBKB sebesar 10 persen sangat memberatkan masyarakat, khususnya Batam. Apalagi di tengah kondisi ekonomi yang terpuruk saat ini. Ditambah ketersediaan bahan bakar minyak jenis premium sudah mulai dibatasi.

“Jelas sangat memberatkan, masyarakat tak diberi pilihan karena kuota dibatasi,” kata Udin, Senin (22/5).

Menurut dia, Gubernur sebagai pimpinan daerah harus bijak melihat kondisi masyarakatnya.”Satu sisi kita tahu ini menjadi pendapatan daerah. Tapi kalau ekonomi lesu, penganguran dimana-mana. Saya harap perda ini bisa direvisi,” pintanya.

Revisi perda sendiri, kata Udin, diharapkan semata-mata ditujukan untuk kepentingan masyarakat. Tak lagi melihat unsur lainnya.

“Tak semua masyarakat bisa menerima pertalite. Apalagi harganya lebih tinggi dari daerah lain,” kata Udin.

Ditambahkan Udin, minimal bisa disamakan dengan daerah lain di Indonesia, dimana PBBKB diangka 5 persen saja. Sehingga harga pertalite di Kepri sendiri bisa diturunkan menjadi Rp 7.500 perliter.

“Bagaimana pun angka ini akan mengena ke masyarakat. PBBKB berada di tangan provinsi, makanya kita minta agar perda 8 Tahun 2011 ini segera direvisi,” tutur politisi PDI Perjuangan itu.

Diakui Udin, banyak masyarakat Batam mengeluh ekonomi saat ini. Disaat kenaikan tarif listrik, ternyata harga pertalite juga lebih tinggi dari daerah lain.

“Kita tak tahu seperti apa jadinya Batam. Masyarakat tahunya bisa ngadu ke kami. Padahal mereka tak mengetahui, kebijakan kebijakan tersebut bukan berada di kami, melainkan di provinsi,” kata Udin. (rng/cr13)

Update