Sabtu, 20 April 2024

Menelusuri Harta Bawah Laut Bawean (4)

Berita Terkait

Hari yang ditunggu tiba. Sabtu (6/5) tim peneliti arkeologi maritim Balai Arkeologi (Balar) Jogjakarta melakukan penyelaman. Mencari kapal karam. Itu melengkapi survei darat dua hari sebelumnya.

Pukul 09.00 seluruh tim sampai di pelabuhan perikanan Bawean milik Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jatim. Saat itu hujan turun cukup deras. Mereka tidak berusaha mencari tempat berteduh. Toh, mereka juga bakal basah kuyup saat di perahu nanti.

Perahu yang kami sewa belum juga datang. Setelah empat puluh menit menunggu, dua perahu motor putih terlihat dari selatan. Tampaknya, atap perahu hanya bisa melindungi empat penumpang dari terpaan hujan.

Dua perahu tersebut mengakut 19 orang. Terdiri atas 10 peneliti, tiga penyelam pendamping, empat kru perahu, dan dua jurnalis Jawa Pos.

Tanpa membuang waktu, seluruh tim gotong royong memasukkan peralatan di ruang bawah geladak perahu. Karena lantai perahu licin, mereka melakukannya secara perlahan. Bila alat-alat itu tercebur ke laut, agenda menyelam bakal dilakukan lebih awal dari jadwal seharusnya. Sebab, ketinggian air di dermaga saat itu hampir 3 meter.

Setelah seluruh barang dan penumpang terangkut, mesin diesel dinyalakan. Kami berangkat dari ujung selatan Bawean menuju ke barat. Lokasi yang dituju berada di perairan dangkal di antara Pulau Cina dan Pulau Nusa.

Begitu keluar dari dermaga, ombak mulai meninggi. Perahu yang kami tumpangi bergoyang-goyang melawan ombak setinggi 1 meter. Heny Budi, salah seorang peneliti, agak waswas.

’’Masih jauh, Pak?’’ tanya Heny kepada pengemudi perahu yang mengendalikan tuas kemudi menggunakan kaki.

’’Setengah perjalanan lagi,’’ sahut pria dengan nama panggilan Dimdim itu. Kami baru saja melewati Tanjung Gaang yang memiliki tebing karang menjulang tinggi. Pulau Nusa yang kami tuju masih terlihat sangat kecil di ujung barat.

Perjalanan selama dua jam itu terbayar saat sampai di lokasi. Ombak masih belum tenang, tetapi hujan mereda. Saat mesin dimatikan, goyangan perahu semakin kencang. Jangkar diterjunkan agar perahu tidak terbawa arus.

Selama perjalanan perairan tampak biru gelap. Setiba di lokasi, air berubah hijau. Terdapat bayangan hitam di dasar laut. Itu adalah batu karang. Ikan-ikan kecil beragam warna terlihat mondar-mandir dari permukaan.

Tidak sulit mencari titik kapal itu. Sebab, tim sudah mengunci koordinat kapal yang ditemukan pada penelitian tahun lalu.

Belum diketahui mengapa kapal tersebut tenggelam, kapan tenggelamnya, dan yang paling penting apa nama kapal itu. ’’Untuk sementara kami sebut Kapal Nusa,’’ kata Hery Priswanto, ketua tim penelitian.

Pencarian kapal itu sebenarnya dimulai pada 2015. Balar Jogjakarta mengandalkan intuisi nelayan Desa Dedawang. Namun, pencarian seharian tersebut tidak ada hasilnya.

Peneliti masih penasaran. Pada 2016 mereka kembali menyelami area itu. Kali ini yang menemani adalah salah satu pencari besi tua yang pernah ’’menambang’’ kapal tersebut. Namun, pencarian tetap menemui kendala. Sebab, informan tersebut agak lupa posisi kapal karam itu.

Saat itu perahu yang mereka tumpangi berangkat dari Pantai Pamona, Desa Sidogedongbatu, dengan perjalanan selama 2,5 jam. Observasi awal dilakukan dengan skin diving (penyelaman dangkal) menggunakan alat snorkel, masker, dan fin (sirip di kaki).

Selama tiga jam penyelaman mereka hanya melihat gugusan batu karang. Tidak ada tanda-tanda besi kapal.

Karena sudah sore, tim hampir memutuskan kembali. Namun, Ahmad Surya Ramadhan, salah seorang penyelam, memutuskan melakukan pencarian sekali lagi. Seperti ketiban durian runtuh. Kapal itu ketemu. Betapa girangnya mereka saat itu.

’’Madha (sapaan Ahmad Surya Ramadhan, Red) saat itu ditarik perahu sambil snorkeling,’’ ujar Iling yang menemani pencarian saat itu. Dengan ditarik perahu, penyelam bisa lebih mudah menjangkau area luas.

Dengan cepat, mereka mengambil gambar dan video. Mereka dikejar waktu sebelum matahari tenggelam. Saat gelap hasil gambar bawah air tidak akan maksimal.

Bagian mesin dan tuas pemutar masih terlihat utuh di kedalaman tujuh meter. (Guslan Gumilang/Jawa Pos/JawaPos.com)

Kapal itu sudah terlihat dimutilasi. Menurut pengakuan informan, penambangan dilakukan pada 2014. Yang tersisa hanya blok mesin bagian bawah dengan poros engkol. Lalu, ada baling-baling atau propeller dengan bentangan 1 depa (1,5 meter). Ada juga gading kapal, dua boiler, dan banyak serpihan kapal yang belum diidentifikasi.

***

Nah, pada ekspedisi kali ini, seluruh peneliti menceburkan dirinya begitu sampai di lokasi. Mereka bisa mengumpulkan detail-detail kapal yang belum sempat terambil tahun lalu.

Seluruh peneliti memang sudah memiliki lisensi menyelam. Yang belum punya hanya Heny. Dia tetap ikut meneliti di air, tetapi sebatas snorkeling. Sesuai dengan standar keamanan, dia tetap didampingi salah seorang penyelam, Iman Iqbal Ahmad.

Heny sudah paham jenis karang apa saja yang ada di dasar laut. Karang di dasar laut didominasi karang masif. Jenis tersebut biasanya membahayakan kapal.

’’Kondisi karangnya lumayan bagus di sini,’’ kata peneliti asal Semarang itu.

Namun, dia sempat kesulitan berlama-lama snorkeling. Sebab, ombak cukup tinggi. Dia juga sempat terbawa arus, tetapi berhasil digapai Iqbal yang mendampinginya.

’’Airnya kenceng banget. Asin,’’ ucap Heny, lantas terbatuk-batuk karena tersedak air laut. Dia lalu menaiki kapal karena merasa observasinya sudah cukup.

Sementara itu, para arkeolog dan tim penyelam sudah tidak terlihat. Mereka sudah menyelam bersama-sama. Para peneliti itu berada di dalam air selama 40 menit.

Panelitian juga dilakukan di permukaan. Salah satu perahu berputar-putar di atas lokasi kapal karam. Madha mengambil alih kendali perahu. Dia merekam data kedalaman dasar laut di area 4.000 meter persegi.

Di layar GPS-nya tergambar garis yang baru dilewati. Garis-garis itu tergambar seperti benang mbulet. ’’Untuk mapping. Yang paling penting area dekat kapalnya terekam,’’ jelas pria yang tergabung dalam Sentra Selam Jogjakarta itu.

Alat yang digunakan sebenarnya banyak dipakai para pemancing. Karena itu, terlihat simbol-simbol ikan saat perahu berkeliling. Data itu nantinya ditransformasi menjadi gambar dasar laut sebenarnya. Berdasar data tersebut, muncul hipotesis bahwa kapal tenggelam karena menabrak karang.

Saat muncul ke permukaan, para penyelam tampaknya menemukan informasi baru. Mereka sudah tahu kapal karam itu membawa muatan apa… (*/c15/dos)

Update