Kamis, 25 April 2024

Berkelit kala Ekonomi Sulit

Berita Terkait

Lesunya sektor industri berdampak luas bagi warga Batam. Puluhan perusahaan tutup. Ribuan orang kehilangan pekerjaan. Banyak di antara mereka yang memilih pulang kampung. Namun tak sedikit pula yang bertahan dengan menjadi pengusaha pemula.

Sebuah akun grup facebook dibanjiri komentar, akhir pekan lalu. Ada yang nada komentarnya serius. Namun banyak juga yang hanya ikut-ikutan meramaikan suasana dengan komentar-komentar jenaka. Maklum, grup tersebut sedang membahas masalah ringan: jual beli perkakas rumah tangga bekas.

Dari gambar yang diunggah seorang pengguna medsos, terlihat beberapa perlengkapan rumah tangga yang dijual murah. Dalam paket-paket. Paket satu, terdiri dari gantungan baju, ember, sikat baju, dan gayung. Paket ini dibanderol Rp 50 ribu saja. Paket lainnya menawarkan perkakas yang berhubungan dengan tempat tidur. Mulai kasur, selimut, bantal, lengkap dengan gulingnya.

Tidak hanya di media sosial, aksi menjual peralatan rumah tangga bekas ini juga terjadi di dunia nyata. Umumnya, mereka mengaku terpaksa menjual peralatan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Bayar angsuran rumah dan biaya makan mau ambil dari mana. Mau tak mau barang-barang yang ada dijual,” kata Eko Winarko, seorang warga di Marina, Batam.

Eko mengaku fenomena ini marak terjadi menyusul banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) di Batam, akhir-akhir ini. Warga yang sulit mendapatkan pekerjaan baru praktis harus bertahan hidup dengan menjual barang berharga mereka.

Tak hanya perkakas rumah tangga, warga yang sudah lama menganggur bahkan terpaksa menjual rumah mereka. Seperti yang dilakukan Margiono, warga Tanjunguncang. Pria asal Jawa Timur itu akhirnya menjual rumah satu-satunya karena tak lagi memiliki tabungan setelah dua tahun menganggur. Margiono mengaku tak mampu lagi bertahan di Batam. Selain terkendala dengan pembayaran angsuran rumah, biaya sekolah dua anaknya juga tidak bisa dipenuhi.

“Makanya kalau laku rumah ini mau balek kampung kami. Biar bertani saja di kampung,” kata Margiono.

Sulitnya perekonomian memang hampir dirasakan semua masyarakat di Batuaji dan Sagulung. Namun demikian, tidak semuanya menyerah begitu saja. Beberapa korban PHK memilih beralih profesi sebagai pedagang atau pengusaha kecil dengan modal pasangon yang didapat.

Novriadi, warga Kaveling Saguba, Sagulung, salah satunya. Usai di-PHK dari salah satu perusahaan galangan kapal yang telah tutup di daerah Tanjunguncang, pria 39 tahun itu membuka usaha kecil berupa toko perlengkapan alat tulis dan kantor di dekat rumahnya. Alhasil, dua tahun berjalan dia sudah bisa mandiri dan bahkan sudah bisa mempekerjakan satu orang karyawan. “Dapat pasangon sekitar Rp 60 juta. Rp 40 juta untuk modal usaha. Jadi saya bisa bertahan di Batam,” ujarnya.

Begitu juga dengan Andreas. Mantan karyawan galangan kapal ini memilih berjualan ikan di pasar-pasar kaget di Batuaji dan Sagulung setelah setahun menganggur.

“Memang tak bisa lagi kalau mau harap kerja di PT. Setiap tanya lowongan, jawabannya pasti lagi pengurangan,” ujar Andreas.

Banting setir dari karyawan menjadi pengusaha juga dilakukan Riana Andari. Ibu satu anak ini memutuskan berwirausaha dengan menjalankan bisnis online penjualan baju dan tas bermerek. Awalnya memang cukup sulit setelah berhenti dari pekerjaan yang ia geluti selama tiga tahun itu.

Menurut dia, keputusan menjadi wirausaha itu sudah tepat. Sebab pada akhirnya, ia mampu mendapatkan penghasilan yang lebih besar dibandingkan saat menjadi karyawan. Sehingga ia bisa memenuhi kebutuhan rutin keluarga.

“Angsuran rumah Rp 2 Juta, motor Rp 1 Juta, belum lagi kebutuhan sehari-hari. Sementara gaji suami Rp 3 juta, saya Rp 2 juta sekian,” sebutnya.

Sebuah perusahaan manufaktur di Batamindo Industrial Park secara khusus membekali karyawan yang di-PHK dengan pengetahuan wirausaha dengan menggandeng Batam Pos Entrepreneur School. Perusahaan asal Jepang itu merasa, menjadi pengusaha adalah solusi tepat untuk mengatasi masalah pengangguran.

Di antara korban PHK yang mendapat pelatihan kewirausahaan itu adalah Bisri Mustofa. Meskipun masih coba-coba, Bisri mengaku mulai menyukai dunia usaha. Dia mengembangkan usaha makanan ringan berbahan dasar undur-undur. Menurutnya, sejauh ini respon pasar cukup bagus.

“Kata mereka rasanya enak dan gurih,” terangnya.

Undur-undur merupakan sebangsa krustasea mirip ketam yang tergolong dalam superfamilia Hippoidea. Hewan beruas-ruas ini hidup di pasir pantai pada garis air laut. Hewan ini masih kategori seafood dan rasanya menyerupai udang mengandung omega tiga yang tinggi.

“Kalau di Yogyakarta keripik undur-undur banyak dimana-mana, dan biasanya dijadikan oleh-oleh. Kalau di Batam makanan ini belum terlalu terkenal, maka saya ingin memperkenalkannya lebih luas,” ucapnya.

*Bantuan Modal Usaha
Pemerintah Kota Batam juga mendorong warganya untuk memulai usaha. Bahkan pemerintah siap menggelontorkan bantuan modal usaha mulai dari Rp 10 juta hingga Rp 15 juta. Modal ini dengan sistem hibah, bukan pinjaman yang harus dikembalikan.

Wali Kota Batam Muhammad Rudi mengatakan, bantuan pinjaman bagi pelaku UKM yang sudah berjalan selama ini diakui cukup ribet dan berisiko. Sebab kerap tekor dan tak bisa dipertanggung-jawabkan kembali. Sehingga untuk meminimalisir risiko tersebut, pemerintah berencana akan menerapkan sistem hibah bantuan.

“Kalau sudah sistem hibah ya risikonya sedikit. Peserta yang menerima bantuan juga tidak terbebani dengan pengembalian dana tersebut,” ujar Rudi.

Rudi sendiri menyambut baik wacana tersebut. Kota Batam yang memang kondisi perekonomian tak stabil sudah seharusnya fokus pada usaha kecil menengah seperti itu.

“Kita semua tahulah bagaimana kondisi industri sekarang. Selain pariwisata, yang perlu dikembangkan pelaku UKM seperti ini. Itu yang sedang kami kerjakan selama termasuk berupaya menghidupkan kembali Pasar Induk di Jodoh,” ujar Rudi.

Jika memang wacana tersebut diberlakukan, Rudi berharap agar pelaku UKM di Batam benar-benar memanfaatkan hibah bantuan tersebut untuk menghidupkan kembali perekonomian di Batam. “Karena salah satu yang kita perjuangkan saat ini menjadikan Batam sebagai kota tujuan wisata, nah kalau sudah tercapai itu, tentu harus didukung oleh pelaku-pelaku UKM seperti ini, dan itu sangat berperan nantinya,” kata Rudi.

Asisten Deputi Pengembangan Perkoperasioan dan UKM, Kementerian Koperasi, Talkah Badrus, mengatakan jika memang wacana pemberlakuan hibah tersebut disahkan, maka peserta UKM yang akan menerima bantuan hibah modal usaha akan diseleksi dengan berbagai persyaratan yang cukup ketat. Salah satunya sertifiikasi pelatihan UKM seperti yang dilakukan itu.

“Banyak persyaratannya, termasuk maksimal usia 45 tahun dan minimal usahanya sudah berjalan selama enam bulan dan memiliki izin usaha,” ujar Talkah.

Wacana ini bertujuan untuk mendorong pelaku UKM agar lebih berkembang lagi ke depannya sebagai salah satu indikator untuk meningkatkan perekonomian nasional. “Jadi semua lini perhatian pemerintah saat ini. Pelaku UKM juga terus didorong agar semakin berkembang tentunya,” ujar Talkah.

*Kredit Melambat
Perlambatan ekonomi juga mempengaruhi perilaku konsumen di masyarakat. Penurunan daya beli masyarakat membuat bank-bank konvensional bersikap konservatif dalam mengeluarkan kredit, begitu juga dengan masyarakat yang juga ikut-ikutan menahan diri untuk mengajukan kredit.

“Kalau bicara mengenai perusahaan, pengusaha mana yang sekarang berani ekspansi. Pengusaha sekarang sangat berhati-hati. Mereka saat ini hanya berpikir bagaimana cara melunasi kredit,” kata Kepala Perhimpunan Bank Swasta Nasional (Perbanas) Batam, Daniel Samzon, Rabu (7/6).

Saat ini, pola pikir pengusaha lebih tertuju bagaimana caranya bisa bertahan hidup daripada mengajukan kredit yang dapat memberikan pembebanan baru pada penghasilan yang ada. Sehingga tingkat kredit modal kerja menurun drastis.

Sedangkan pada masyarakat, perilaku ekonomi berubah secara drastis. Sikap konservatif dan menahan keinginan dipilih mengingat gaji yang tak kunjung naik. “Masyarakat lebih memilih untuk menahan keinginan membeli sesuatu secara kredit,” jelasnya.

Sebenarnya perputaran kredit konsumsi cenderung meningkat, tetapi peningkatannya bukan berdasarkan tingkat pengajuan kredit baru. Contohnya masyarakat yang telah mengikat perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sekarang mulai mencari informasi mengenai perbankan yang memiliki suku bunga yang lebih rendah atau bisa dikatakan masyarakat mencari produk alternatif yang tepat sesuai kebutuhannya.

Setelah mendapat perbankan yang tepat dengan suku bunga rendah seperti yang diinginkan, masyarakat memindahkan uangnya ke bank tersebut. “Memang meningkat, tetapi itu seolah-olah meningkat. Padahal tingkat pengajuan kredit baru menurun,” ungkapnya.

Di samping itu, tingkat kredit macet meningkat. “Banyak rumah dijual bahkan banyak yang masih menyicil rumah malah kabur pulang kampung karena tak bisa bayar cicilan,” jelasnya lagi.

Fenomena ini mengganggu kinerja perbankan secara umum. Ketika rumah kredit ditinggal pergi pemiliknya, maka bank akan mengalami kesulitan dalam melelangnya karena daya beli masyarakat tengah menurun. “Belum lagi ada hambatan dalam pelayanan Izin Peralihan Hak (IPH),” ungkapnya.

Kepala Bank Indonesia Perwakilan Kepri, Gusti Raizal Eka Putera juga menegaskan dengan kondisi ekonomi yang melemah, kinerja bank umum melambat. Kredit tumbuh 5,26 persen (yoy) melambat dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 5,47 persen (yoy). “Perlambatan itu memang terdapat pada kredit modal kerja dan konsumsi,” imbuhnya.

Sedangkan untuk tingkat kredit macet, Gusti juga mencatat ada peningkatan. “Tekanan perlambatan ekonomi mendorong peningkatan Non Performing Loan (NPL) dari 2,06 persen pada triwulan IV 2016 menjadi 2,34 persen pada triwulan laporan. Namun masih terjaga dalam batas aman,” jelasnya.

Perlambatan ekonomi juga mempengaruhi kinerja perbankan syariah dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Untuk bank syariah, pembiayaannya melambat 29,25 persen dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 35,64 persen.

“Sedangkan untuk BPR, kredit melemah 11,57 persen dibanding triwulan sebelumnya sebesar 13,21 persen. Pelemahannya tercermin pada penurunan investasi dan konsumsi,” pungkas Gusti. (eja/cr18/leo/cr12/cr13/rng)

Update