Sabtu, 20 April 2024

Sekali Lagi, tentang Sengkarut Lahan di Batam

Berita Terkait

batampos.co.id – Badan Pengusahaan (BP) Batam mengaku terus berupaya menertibkan data terkait tata kelola lahan di Batam. Namun dalam prosesnya terdapat banyak kendala karena manajemen lahan selama ini dinilai kacau dan berantakan.

Kepala BP Batam, Hatanto Reksodipoetro, mengatakan sebelumnya dokumen lahan tidak diarsipkan dengan baik. Saking kacaunya, ada beberapa dokumen penting terkait lahan yang dibiarkan menumpuk di sudut-sudut ruangan di kantor BP Batam.

“Bahkan ada dokumen yang nyasar hingga ke kantor perwakilan BP Batam di Jakarta,” kata Hatanto saat buka bersama dengan media di kediamannya di Wisma Batam, Sekupang, Selasa (20/6).

Karenanya, di era kepemimpinan dia, Hatanto mengaku penertiban data lahan menjadi salah satu prioritas utama. Saat ini, pihaknya tengah mengembangkan pengarsipan sistem digital.

“Memang belum 100 persen rapi. Tapi sudah lumayanlah,” kata dia.

Ketika dokumen sudah ditemukan, maka akan segera diarsipkan. Kemudian saat ini BP Batam telah mengembangkan sistem online agar bisa menerbitkan izin peralihan hak (IPH) secara digital. Dengan begitu lebih efisiensi waktu dan biaya bagi masyarakat.

“Dokumen asli tetap di rak. Untuk proses penerbitan IPH, kami pakai versi digitalnya,” terangnya lagi.

Hatanto mengakui, IPH merupakan salah satu persoalan lahan paling rumit. Untuk membuktikan peralihan lahan, maka dokumen awal alokasi lahan, seperti surat perjanjian (SPJ), surat keputusan (skep) dan lainnya sangat dibutuhkan. Tujuannya adalah untuk memberi kepastian hukum dan jaminan bagi si penerima peralihan lahan. Namun di situ masalahnya terjadi.

“IPH ini merupakan satu di antara delapan perizinan lahan yang paling sulit karena harus dibuktikan dengan dokumen,” kata Hatanto.

Berdasarkan data yang dihimpun BP Batam, sejak Januari 2017 hingga saat ini ada 5.413 dokumen IPH masuk ke kantor pelayanan lahan BP Batam. Hingga Juli 2017, BP Batam telah menyelesaikan 3.209 dokumen IPH.

Sisanya, 157 dokumen dalam tahap registrasi, 47 dibatalkan, 344 kembali ke loket, 74 harus mengkonfirmasi dokumen, 1 cek ulang data, 815 dalam tahapan verifikasi dokumen, 1 dokumen dalam proses evakuasi kepala kantor lahan, 73 sudah dalam tahap registrasi faktur, 644 penerbitan faktur, dan 48 ditolak.

Dokumen IPH, kata Hatanto lagi, merupakan salah satu kendala utama dalam persoalan lahan terlantar. Pada dasarnya banyak lahan yang sudah dialokasian tersebut tidak boleh dipindahtangankan tanpa sepengetahuan BP Batam.

Namun seiring waktu berjalan, banyak lahan terlantar yang ternyata dipindahtangankan tanpa mengurus IPH. Lahan tersebut dibiarkan terlantar supaya menaikkan harganya dan kemudian dijual tanpa sepengetahuan BP Batam. Sehingga terkadang untuk membuktikan kepemilikan lahan terlantar tersebut sangat sulit.

Hatanto Reksodiputro. Foto: Cecep Mulyana/ Batam Pos

Imbasnya sangat buruk, selain menurunkan produktivitas ekonomi Batam, juga menimbulkan kebingungan sehingga tidak memiliki kepastian hukum. “Ini yang buat kami kesulitan. Makanya kami dorong lahan terlantar harus dibangun. Tak boleh dipindahtangankan. Buktinya ya IPH itu,” ungkapnya lagi.

Banyaknya lahan terlantar di Batam yang mencapai sekitar 7.000 hektare mampu membuat BP Batam kehilangan muka di depan investor. Karena lahan yang belum dialokasikan saat ini tinggal sedikit dan posisinya tidak strategis. Sebaliknya lahan yang sudah dialokasikan malah banyak tidak dimanfaatkan padahal investor nyata-nyata membutuhkannya.

Over Supply Properti

Sikap tegas BP Batam membuat para pemilik lahan tidur kalang kabut. Mereka ramai-ramai membangun lahannya supaya tak ditarik. Namun sebagian besar memanfaatkan lahan untuk pembangunan kawasan permukiman. Kondisi ini berpotensi menimbulkan over supply produk properti di Batam.

Data Badan Pengusahaan (BP) Batam menyebutkan, setidaknya ada 12 titik lahan tidur yang akan dibangun menjadi kawasan permukiman. Lokasinya tersebar di sejumlah titik di Batam. Namun mayoritas berada di kawasan Tanjunguncang, Batam.

“Jika dilihat secara hukum, memang sudah benar. Namun dilihat dari segi ekonomi, nanti akan terjadi produksi berlebih (oversuply), sedangkan pertumbuhan pangsa pasar properti tengah lesu,” kata Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Real Estate Indonesia (REI) Batam, Achyar Arfan, Selasa (20/6).

Apalagi sebagian besar pembangunan properti baru tersebut berpusat di Tanjunguncang. Dimana mayoritas masyarakatnya bekerja di sektor industri galangan kapal yang juga terimbas ekonomi global yang tengah lesu.

“Umumnya perumahan di Tanjunguncang itu kelas menengah kebawah. Dan pasar menengah kebawah adalah kalangan pekerja ataupun informal,” katanya.

Namun kata Achyar, dengan situasi ekonomi saat ini maka sudah dipastikan pembangunan properti tersebut melibatkan pertaruhan besar.

“Secara hukum, jika tidak dibangun maka lahan akan dicabut, namun jika dibangun, maka pengembang akan harap-harap cemas karena yang membeli rumah tidak ada,” jelasnya.

Saat ini kata Achyar, pengembang sangat protektif menjaga agar konsumennya tetap bisa membayar cicilannya dengan lancar. Sehingga banyak pengembang yang memberikan beragam kemudahan bagi konsumen. Misalnya lewat cicilan uang muka yang murah dan sejumlah insentif lainnya.

“Karena saat ini pasar properti jauh lebih parah dibanding tahun lalu. Makanya kami harus tetap jaga konsumen agar cicilannya lancar,” ungkapnya.

Adapun 12 titik lahan tidur yang akan dibangun properti tersebut dimiliki oleh 11 perusahaan. Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain PT Cakrawala Utama Mandiri Anda di Batamcentre dengan luas lahan 67.042 meter persegi.

Kemudian PT Ong Brothers Indonesia di Sekupang dengan luas lahan 190.007 meter persegi. Kemudian PT Putera Karyasindo Prakarsa di Tanjunguncang dengan luas lahan 154.283 meter persegi.

Perusahaan berikutnya yang turut membangun adalah PT BUana Cipta Propertindo di Tanjunguncang dengan luas lahian 110.000 meter persegi, PT Graha Fantasy Propertindo dengan lahan seluas 99.951 di Tanjunguncang, PT Indo Permata Ayu dengan lahan seluas 93.200 meter persegi.

Lalu ada PT Multi Griya Permata di Tanjunguncang dengan luas 50.000 meter persegi. Selanjutnya ada PT Aktual Mitra yang memiliki dua titik lahan terlantar di Sekupang yang akan dibangun perumahan dengan luas masing-masing lahan mencapai 115.757 meter persegi dan 72.425 meter persegi.

Saat ini perusahaan tersebut tengah dalam proses membangun dan ada juga yang tengah dalam progres perizinan membangun.

Terpisah, Deputi III BP Batam, Eko Santoso Budianto mengatakan hingga saat ini sudah 74 titik lahan terlantar yang sudah dibangun. BP Batam katanya sudah mempersiapkan drone untuk mengawasi pembangunan di atas lahan terlantar.

“Kita pakai drone, sehingga tahu siapa pemilik lahan,” terangnya.

Dengan pemantauan lewat drone, maka pemilik lahan tidak bisa lagi berpura-pura membangun. “Jika hanya pos satpam saja, itu namanya adu bodoh-bodohan sama kita,” terangnya.

Hingga saat ini kata Eko, BP Batam mengikuti alur sesuai prosedur yang mereka tetapkan. Pemilik lahan terlantar awal harus menerima ketentuan lahannya akan dicabut. Namun mereka diberikan prioritas untuk mengajukan kembali permohonan pengalokasian lahan.

Syarat-syaratnya adalah mengajukan permohonan kembali dalam tempo 10 hari setelah pencabutan izin alokasi lahannya. Jika diterima BP batam maka harus bayar Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) selama setahun.

Kemudian harus membuat rencana bisnis dalam kurun waktu tiga bulan. Jika rencana bisnis itu dianggap masuk akal, maka BP Batam akan meminta yang bersangkutan segera merealisasikan rencana pembangunan itu dalam kurun waktu enam bulan.

“Kami akan mengawasinya,” jelasnya. (leo)

Update