Rabu, 24 April 2024

Permenhub 27 Tahun 2017, Kebiri Hak Konsumen

Berita Terkait

batampos.co.id – Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) Batam menilai keberadaan transportasi berbasis aplikasi atau online sangat menguntungkan konsumen. Baik dari segi harga dan pelayanan, transportasi online menjadi kebutuhan konsumen terhadap angkutan umum yang selama ini tidak didapatkan mereka pada transportasi konvensional.

“Kita menyayangkan revisi Permenhub (Peraturan Menteri Perhubungan) 27 Tahun 2017 tentang penyelenggara Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek. Sebab, sejak diberlakukan 1 Juli 2017 lalu, permenhub ini telah mengkebiri hak konsumen mendapatkan transportasi murah,” ujar Ketua YLK Batam Fachri, Jumat (7/7).

Ia melihat pemerintah tidak pro kepada masyarakat. Bukan saja konsumen sebagai pengguna jasa. Penyedia trasnportasi online yang sejatinya membuka lapangan pekerjaan sendiri ikut dikebiri oleh peraturan pemerintah sendiri. Menggunakan satu kekuatan pemerintah untuk mengebiri hak konsumen dan hak-haknya pelaku usaha.

“Biarkan mereka bersaing. Mana mereka yang lebih baik itulah yang menang, biar masyarakat yang nilai,” tuturnya.

Fachri menilai, sebenarnya kehadiran transportasi online akibat minimnya lapangan pekerjaan. Ia pun mengaku heran, mengapa masyarakat yang berinisiatif membuka lapangan pekerjaan sendiri malah dibatasi pemerintah. Begitu juga masyarakat yang ingin mendapatkan pelayanan taksi online yang bertarif murah, efektif dan efisien.

“Apa salahnya konsumen mendapatkan tarif yang lebih murah. Seharusnya ini kewajiban pemerintah menyediakan transportasi yang aman, nyaman, murah kepada masyarakatnya,” tegasnya.

Bila melihat transportasi online di Batam, baik ojek maupun taksi, Fachri menilai armada yang digunakan jauh di atas kata layak. Begitu juga sisi pelayanan, tidak sama yang didapatkan dari transportasi konvensional.

“Makanya kita sayangkan juga batas bawah yang ditetapkan dari permenhub tersebut. Sehingga secara tak langsung melalui batas bawah ini, masyarakat tak lagi mendapatkan transportasi murah dari transportasi online,” sesalnya.

Seperti diketahui permenhub mengatur tarif batas bawah Rp 3.500 per kilometer dan batas atas Rp 6.000 untuk taksi online yang beroperasi di wilayah satu yaitu Sumatera, Jawa dan Bali. Selain regulasi tentang tarif, akan diberlakukan aturan baru tentang kuota ketersediaan taksi online di setiap wilayah di seluruh Indonesia.

Pengaturan kuota tersebut tentu akan berdampak negatif bagi pemesanan konsumen terhadap taksi online ketika permintaan memuncak. Karena akan mengurangi kualitas ketepatan waktupenjemputan di lokasi pemesanan konsumen yang selama ini oleh aplikator dipatok paling lamaenam menit harus sudah ada di lokasi penjemputan konsumen.

“Artinya, antisipasi pemerintah sendiri tidaklah baik,” bebernya.

“Kita tak tahu apakah ada yang mengendalikan pemerintah atau pihak ketiga. Kita tak tahu,” tambahnya.

Ditambahkan Fachri, hadirnya transportrasi online telah mampu mengubah perilaku konsumen untuk tidak lagi menggunakan kendaraan pribadi sebagai biang kemacetan di jalan raya.

“Begitu juga armada transportasi sendiri tak harus nongkrong di pangkalan lagi. Kerja bisa dari rumah, nunggu panggilan masuk lewat aplikasi,” ucapnya.

“Harusnya mereka ini yang dikumpulkan pemerintah, diberi arahan, dan dibina. Bukan dibinasakan,” sindir Fachri.

Persaingan selalu terbuka dan masyarakat harus siap bersaing dengan perkembangan teknologi.

“Kalau tak siap ya tertindas. Kalau sekarang konsumen yang tertindas. Tak lagi bisa mendapatkan transportasi murah,” jelasnya.

Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Batam, Lukman Sungkar mengaku memberikan tiga rekomendasi pada aturan dalam permenhub tersebut. Ketiganya ialah penetapan batas bawah dan atas tarif bagi taksi konvensional maupun online, penentuan kuota armada dan kewajiban bagi taksi online memiliki STNK atas nama badan hukum.

Penerapan ketentuan biaya tarif bawah angkutan taksi konvensional dan online akan memberikan dua efek. Pertama, akan berimbas pada makin mahalnya biaya transportasi. Batas bawah merugikan konsumen karena tidak lagi dapat menikmati harga yang terjangkau. Kedua, menyangkut persoalan kuota jumlah kendaraan untuk taksi online.

Seorang pengengendara ojek online melintas di kawasan Batamcenter, Minggu (2/7). F Cecep Mulyana/Batam Pos

KPPU juga khawatir aturan ini membuat pelaku usaha menjadi kartel. Karena banyak perusahaan transportasi yang mampu memberikan harga di bawah batas bawah tersebut,” tuturnya.

Rekomendasi KPPU lainnya menyarankan pemerintah tidak mengatur kuota atau jumlah armada taksi konvensional maupun online yang beroperasi di suatu daerah. Lukman menyatakan penentuan jumlah armada ini lebih baik diserahkan kepada mekanisme pasar. Setiap pelaku usaha diyakini akan menyesuaikan jumlah armada sesuai kebutuhan konsumen.

KPPU juga menyarankan agar pemerintah menghapus aturan tentang kewajiban untuk taksi online memiliki surat tanda nomor kendaraan (STNK) yang diharuskan atas nama badan hukum.

“Rekomendasi kita sampaikan ke pusat. Khusus untuk transportasi online roda dua karena belum ada regulasi tentu setiap daerah bisa membuat regulasi,” tuturnya.

KPPU Batam sendiri, lajut Lukman, sudah berkomunikasi dengan Dinas Perhubungan Batam dan menyampaikan pandangan mereka perihal tiga rekomendasi KPPU tersebut.

“Dan alhamdulilah Dishub Batam merespon baik,” jelasnya. (rng)

Update