Kamis, 25 April 2024

Kasus Korupsi BPN Libatkan Kejagung

Berita Terkait

batampos.co.id  – Kasus dugaan korupsi Bea Perolahan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di BPN Kota Batam, yang menyeret Kepala Seksi (Kasi) Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan Nasional (BPN) Batam, Bambang Supriyadi masih terus bergulir hingga saat ini.

Kasus korupsi yang merugikan negera sebesar Rp 1,5 miliar ini, berjalan cukup pelik.

Sebelumnya pihak kepolisian meminta supervisi dari KPK, yang hasilnya kasus itu dinyatakan murni korupsi. Namun pihak Kejati masih bersikukuh, bahwa kasus ini hanya delik pelanggaran administrasi saja. Sehingga kasus ini dibawa pihak Kejati ke Kejagung RI.

“Masih ada perbedaan (antara Polda Kepri dengan Kejaksaan,red), Kejati (katanya,red) masih perlu koordinasi dengan konsultasi dengan pihak Kejagung,” kata Kabid Humas Polda Kepri Kombes Pol, Erlangga, Selasa (11/7).

Dengan konsultasinya Kejati dengan Kejagung, Erlangga mengatakan pihaknya saat ini sifatnya hanya menunggu. “Penyidik masih menunggu hasil tersebut (koordinasi Kejati dengan Kejagung,red),” tuturnya.

Dari catatan Batam Pos, berkas kasus tersebut, sudah berulang kali dikirimkan penyidik Ditreskrimsus Polda Kepri. Namun berkali-kali pula pihak Kejati mengembalikan berkas itu. Walau sudah ada gelar perkara bersama dengan KPK di Jakarta beberapa waktu lalu, pihak Kejati tak juga menerima berkas tersebut.

Hingga akhirnya, KPK bersama Bareskrim Polri turun ke Kepri untuk menuntaskan permasalahan ini. Dari pertemuan KPK, Bareskrim Mabes Polri, penyidik Ditreskrimsus, menghasilkan beberapa poin. Pihak KPK menyatakan kasus itu murni korupsi. Hal yang sama juga diutarakan oleh para saksi ahli yang dibawa KPK. Saksi ahli yang dibawa KPK tersebut yakni Prof Nyoman guru besar di Universitas Diponegoro. Nyoman adalah penyusun dan pembuat Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Tapi pihak Kejati masih menyatakan bahwa kasus tersebut, tak memiliki unsur korupsi.

Kasus yang telah bergulir dari akhir tahun 2016 ini bermula dari  PT Karimun Pinang Jaya memenangkan tanah hasil lelang di Pengadilan Negeri Batam seluas 12,5 haktare di daerah Batamcenter. Nilai lelang tanah itu Rp 31 miliar. Setelah memenangkan lelang tersebut, PT Karimun Pinang Jaya kemudian mengurus sertifikatnya ke BPN Batam. Sesuai dengan aturan dan perhitungan yang berlaku, maka PT Karimun Pinang Jaya menyetor uang BPHTB sebesar Rp 1,5 miliar. Namun uang ini tak langsung disetorkan oleh Bambang.

Mengacu kepada  pasal 90 ayat 2 UU 28 tahun 2009 tentang pajak daerah. Dimana BPHTB harus dibayarkan, begitu SHGB dikeluarkan. Namun kenyataannya BPHTB tersebut tak dimasukan ke dalam rekening Pemerintah Daerah. Malah, baru ditransfer setelah beberapa minggu Bambang ditetapkan sebagai tersangka. (ska)

Update