Kamis, 25 April 2024

Rp 400 Juta Per Orang, Upah untuk Selundupkan Sabu ke Indonesia

Berita Terkait

foto: dalil harahap / batampos

batampos.co.id – Polisi terus mendalami kasus penyelundupan sabu satu ton yang digagalkan di Anyer, Banten, Kamis (13/7) lalu. Sejauh ini polisi sudah menetapkan delapan tersangka yang berperan sebagai transporter.

Kedelapan tersangka tersebut semuanya merupakan warga Taiwan. Mereka mengaku hanya bertugas mengantar sabu tersebut dari Cina ke Indonesia menggunakan kapal Wanderlust. Untuk pekerjaan itu, mereka diupah Rp 400 juta per orang.

“Pemilik kapal sudah terdeteksi di Cina, tapi kapal ini berbendera negara Sierra Leone. Narkoba juga diambil dari Cina, cuma yang ditangkap ini warga negara Taiwan,” ujar Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Setyo Wastito saat konferensi pers bersama Kapolda Metro Jaya Irjen Pol M Irawan dan Kapolda Kepri Irjen Pol Sam Budigusdian di Pelabuhan Bea dan Cukai tipe B Batam di Tanjunguncang, Batam, Senin (17/7) sore.

Setyo mengatakan, dari delapan tersangka itu tiga di antaranya ditangkap di Anyer, Banten, saat penyergapan oleh jajaran Polres Depok dan Polda Metro Jaya, Kamis (13/7) lalu. Sementara lima lainnya ditangkap di atas kapal Wanderlust saat melintas di perairan Kepri, Sabtu (115/7).

Menurut Setyo, aparat gabungan kesulitan membongkar jaringan narkoba internasional tersebut. Itu karena jaringan tersebut menggunakan sistem sel terputus. Di mana antara pemilik, pengirim, dan penerima sabu tidak saling kenal.

“Para pelaku yang diamankan juga masih tutup mulut terkait jaringan lain atau sepak terjang mereka,” ujar Setyo.

Selain menerapkan sistem sel terputus, jaringan narkoba dari Taiwan ini juga menggunakan teknologi yang cukup canggih. Sehingga polisi mengaku kesulitan melacak sistem komunikasi mereka saat merencanakan pengiriman sabu satu ton ke Indonesia.

Bahkan hingga kemarin, polisi juga belum bisa memastikan adanya keterlibatan warga negara Indonesia atau tidak dalam penyelundupan sabu tersebut. Namun secara logika, Setyo meyakini ada WNI yang terlibat. “Pasti ada (keterlibatan WNI), karena ada yang nyediain mobil, tempat mereka bawa barang di Anyer tentu ada peran orang kita, cuma saat ini penyelidikan belum sampai ke sana,” katanya lagi.

Untuk mengusut tuntas kasus penyelundupan narkoba terbesar di Indonesia itu, pihaknya tetap bekerja maksimal dengan menggandeng kepolisian di negara-negara terkait. “Tentu kita tak bisa kerja sendiri. Ini jaringan internasional makanya semua pihak kita gandeng termasuk kepolisian Taiwan, Cina ataupun negera-negara yang berkaitan,” tuturnya.

Sementara Kapolda Metro Jaya Irjen Pol M iriawan menambahkan, jaringan narkoba yang dibekuk tersebut merupakan jaringan narkoba asal Taiwan. Para tersangka menggunakan kapal Wanderlust yang merupakan jenis kapal santai atau kapal wisata yang bergerak dari Taiwan pada tanggal 17 Juni lalu.

“Dari Taiwan belum ada narkoba. Narkoba baru dimuat di tengah laut dekat perairan Thailand,” ujar Iriawan.

Dari lokasi muat narkoba, kapal tersebut bergerak ke Indonesia melalui perairan Selat Sunda yang cukup sepi dari pengawasan petugas. Mereka kemudian merapat ke perairan Pulau Sangiang, sebuah pulau kecil di Selat Sunda.

“Dari situ mereka mulai melansirkan narkoba yang dibawa menggunakan perahu karet ke Anyer,” terang Iriawan.

Usai melansir narkoba, kapal tersebut lantas bergerak pulang melalui jalur pelayaran yang ramai ke perairan Kepri untuk kembali ke negara mereka. Namun polisi segera berkomunikasi dengan Lamtamal, BC, dan juga polisi Taiwan.

“Dari koordinasi itu kami dapat gambar jenis dan spek kapal yang menyelundupkan narkoba ini,” kata Iriawan.

Untuk melacak keberadaan kapal Wanderlust, kata Iriawan, tidaklah mudah. Sebab saat dikejar ke target yang semula diprediksi kapal tersebut berada yakni di perairan Bangka Belitung, ternyata kapal tersebut tak ada. “Di situ mereka sudah matikan sistem GPS-nya,” kata Iriawan lagi.

Mengetahui hal itu, pihak kepolisian gabungan Polda Metro Jaya dan Polres Depok kembali berkoordinasi dengan Lantamal IV Tanjungpinang dan pihak BC di Batam untuk mendeteksi keberadaan kapal tersebut. “Setelah melalui perjuangan yang panjang, akhirnya kawan-kawan dari Lantamal dan BC berhasil temukan kapal ini di perairan Pulau Berakit, Bintan,” kata Iriawan.

Bersama kapal tersebut, petugas mengamankan lima orang awak kapal sebagai tersangka serta sejumlah barang bukti lain seperti dua perahu karet, sejumlah alat komunikasi seperti radio dan ponsel, serta dokumen-dokumen berlayar lainnya. “Penangkapan ini belum tuntas sebab masih terus kami dalami sampai ke negara asal mereka,” kata Iriawan. (eja)

Update