batampos.co.id – Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Kepri mencatat masih banyak Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) di Kepri yang belum bersertifikasi halal.
Wakil Direktur LPPOM MUI Kepri, Dodi Revinaldo mengatakan bahkan secara nasional pesatnya pertumbuhan UMKM saat ini tidak dibarengi dengan peran pemerintah daerah, untuk membantu pendanaan sertifikasi halal para pelaku UMKM ini.
“Perbandingannya seperti ini, dari 30.000 UMKM hanya 3.000 UMKM yang mengurus sertifikasi halal,” kata Dodi, Rabu (19/7).
Artinya, baru sekitar 10 persen yang bersertifikat halal. Batam sendiri pertumbuhannya masih tergolong kecil dibandingkan kabupaten kota lain. Jika di daerah seperti Tanjungpinang, Bintan dan Natuna, pemerintahnya sudah mendukung penuh UMKM dalam pendanaan serfikasi halal. “Batam sendiri, UMKM-nya belum disponsori oleh pemerintah,” ujarnya.
Keengganan UMKM mengurus sertifikat halal ini biasanya didasarkan pertimbangan dana yang akan dikeluarkan pelaku usaha.
“Apalagi di tengah perekonomian yang sulit sekarang ini, mereka bakal berpikir berkali lipat untuk mengurus label halal,”katanya.
Padahal, tingginya kesadaran konsumen terhadap produk berlabel halal sangat tinggi. Contoh saja, beberapa perusahaan yang menerapkan aturan label halal bagi usaha makanan (catering) untuk makan karyawannya.
“Ada juga pusat oleh-oleh yang memfilter produk makanan yang ingin masuk ke dalam gerai mereka,” sebutnya.
Bisa dikatakan produk halal, juga menunjang daya saing produk itu sendiri. “Dengan berserfikat halal, produk UMKM bisa memiliki pangsa pasar yang lebih luas. Serta mempunyai tingkat kepercayaan produk yang lebih tinggi dari konsumen,” jelasnya.
Mengenai teknisnya, para pelaku usaha biasanya ada yang langsung mendaftarkan sertifikasi halal secara mandiri, ada yang secara berkelompok dan ada yang dibantu oleh bantuan instansi atau dinas terkait.
“Berbicara efisiensi, tentu saja lebih baik UMKM yang dibantu oleh pemerintah terkait, karena kami bisa langsung melakukan pelatihan dan sertifikasi secara bersamaan,” jelasnya.
Dodi menjelaskan sertifikasi halal memiliki jangka waktu dua tahun. Dalam waktu tersebut, LPPOM MUI juga menyidak beberapa pelaku usaha yang memiliki faktor resiko tinggi terhadap kehalalan dan berdasarkan laporan dari masyarakat. Selain itu, para pelaku usaha juga dituntut menerapkan Sistem Jaminan Halal (SJH).
Karena setiap perusahaan yang bersertifikat halal, wajib menerapkan SJH sesuai standar HAS 23000 dari LPPOM MUI. “Sistem ini dimaksudkan untuk menjaga konsistensi kehalalan produk yang dihasilkan,” ucapnya. (cr18)