Sabtu, 20 April 2024

Saatnya Kerja, Kerja, Kerja

Berita Terkait

Selasa (11/7) lalu, untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Batam. Sebuah kota industri yang asing bagi saya. Tak kenal. Hanya tahu lewat dunia maya.

Turun dari pesawat Citilink nomor penerbangan QG 923, rasa optimisme memayungi. Bandara Internasional Hang Nadim Batam menjadi saksi. Seorang pemuda 30 tahun memasuki medan tempur baru.

Sebelas tahun menjadi kuli tinta di Kaltim menjadi bekal. Dengan penuh rasa percaya diri, saya pun memantapkan batin menuju tempat tugas baru: Batam Pos.

Graha Pena Batam jadi tujuan pertama saya di kota yang berbatasan langsung dengan Singapura.

Namun selama perjalanan, saya sempat “curi-curi” informasi dari sopir taksi yang mengantar saya. Setidaknya, tahu soal Batam.

Semua hal saya tanyakan. Namun terlalu panjang untuk dikemas dalam tulisan. Intinya, ekonomi Batam lagi lesu.

Sejam menempuh perjalanan, saya tiba di tempat tujuan: Graha Pena Batam.
Menenteng tas di gedung sembilan lantai itu, perasaan saya berkecamuk. Semuanya campur aduk. Mirip es campur yang isinya macam-macam. Hehehehe.

Deg-degan, tentu. Karena saya harus menjalankan tugas mahaberat yang diamanahkan Komisaris Jawa Pos Group (JPG) Zainal Muttaqin.

Minder, iya. Saya harus berhubungan langsung dengan CEO Batam Pos, Suhendro Boroma. Sosok yang sukses membesarkan Manado Post.

Galau, sudah pasti. Karena saya harus meninggalkan istri saya, Afriani serta kedua putri saya, Akeila Lanoverian Guntur Sunan dan Ajeng Lanoverian Guntur Sunan yang masih imut-imut.

Bingung, wajar. Karena saya harus meninggalkan tim saya dan bekerja sama dengan orang-orang baru yang tidak saya kenal sebelumnya.

Tapi sudahlah (pikir saya). Ini tugas. Harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, loyalitas, dan dedikasi.

Bismillah, saya akan mengabdi di tempat tugas baru.

Tiba di Graha Pena, saya langsung rapat dengan direksi dan manajemen Batam Pos Group. Sambil malu-malu, saya masuk ke sebuah ruangan di lantai enam gedung itu.
Saat itu saya duduk di antara Direktur Utama Marganas Nainggolan serta Direktur Bisnis Usep RS, dan di sebelahnya lagi ada Direktur Operasional Candra Ibrahim.
Di belakang, depan, dan samping para departement head.

Benar-benar malu. Kedua tangan saya terselip di bawah meja. Kepala saya tertunduk. Sembari memantau kotak berisikan kue.

Sesekali melirik kanan-kiri. Tak ada gerakan tubuh yang saya lakukan. Tubuh saya kaku di tengah dinginnya air conditioner (AC) ruangan.

Sejurus kemudian, saya pun kaget. Ternyata sambutan hangat sudah menanti. Perkenalan pun terjadi. Diawali dari para direksi.

Saya yang pemalu pun langsung larut dalam obrolan. Khususnya seputar perjalanan jauh yang saya tempuh: Bontang-Samarinda-Balikpapan-Surabaya-Batam.
Kepercayaan diri saya pun meningkat. Sambutan hangat dari keluarga besar Batam Pos memberi semangat baru.

Apalagi, berdasarkan informasi yang saya dapat, Batam Pos Group merupakan grup media terbesar di Batam dan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Tepatnya sebagai leading market.
Usai rapat, saya ditugaskan Pak Hendro–sapaan Suhendro Boroma–untuk action. Tanpa basa-basi, saya pun langsung action.

Satu per satu departement head saya ajak silaturahmi. Keesokan harinya, masing-masing departemen. Dari situ banyak teman baru. Cakep-cakep dan cantik-cantik.

Hemat saya, Batam Pos punya sumber daya manusia (SDM) yang super. Semuanya punya semangat kerja, kerja, kerja. Itulah kunci sukses menghadapi krisis.

Badai krisis memang merembet ke Batam. Semua sektor terdampak. Namun, Batam Pos dengan kualitas SDM-nya yang mumpuni tetap survive.

Bahkan masih menjadi bacaan nomor satu masyarakat Batam, masih di atas para kompetitor. Status sebagai media terbesar di Batam dan Kepri memang layak disematkan.
Virus kerja, kerja, kerja yang ditularkan Dahlan Iskan mampu memberikan optimisme bagi saya dan tim baru ini. Beragam program sudah dibuat. Semuanya mau kerja, kerja, kerja.
Dalam kondisi seperti saat ini, bukan zamannya lagi mengeluh. Bukan pula pasrah. Ribuan orang memang sudah eksodus meninggalkan Batam.

Sebagian besar informasi yang saya kulik, alasannya ekonomi terpuruk. Di sisi lain, saya malah datang ke Batam. Hehehehe

Namun, apakah hanya mengeluh, atau pasrah dengan keadaan. Meninggalkan Batam bukanlah solusi. Apalagi kalau disebabkan faktor ekonomi.

Bagi saya, mereka yang meninggalkan Batam hanya gara-gara ekonomi lesu tergolong orang-orang merugi. Padahal, masih banyak yang bisa diolah di Batam.
Pembangunan masih berjalan. Pengembang terus bersemangat.

Lesunya perekonomian menjadi sebuah sindrom di negeri ini. Dari Sabang hingga Merauke, ekonomi lesu.

Namun, Batam bukanlah kota yang mudah takluk oleh faktor ekonomi. Batam akan tetap tangguh. Setangguh karang yang dihempas ombak.

Yakinlah, badai pasti berlalu. Asalkan punya semangat kerja, kerja, kerja. ***

Guntur Marchista Sunan
General Manager Batam Pos

 

Update