Jumat, 29 Maret 2024

Warga Kesal dengan Kenaikan Harga Garam

Berita Terkait

Distributor Garam, Suyanto memberikan keterangan pada Dinas Perdagangan Kota Tanjungpinang dan Provinsi Kepri, kondisi riil kelangkaan garam di gudang miliknya. F. Fara/Batam Pos

batampos.co.id – Apa rasanya ketika masak tanpa garam? Hambar jadinya. Bagi pedagang, kenaikan harga garam merupakan sebuah biang kekesalan.

Langkah wanita tua, penjaja kue dari rumah ke rumah tak sesantai biasanya. Ia yang biasa disapa Mbah Gatot oleh para pelanggannya, berjalan sembari terus merutuk. Meski di dalam hati, gerak bibirnya tetap saja terlihat bergerak cepat bak mengomel.

“Kenapa sih, mbah?” salah satu pelanggan akhirnya menanyakan pertanyaan yang menumpahkan emosi yang dipendam si Mbah sedari tadi.

Sembari meletakkan keranjang kuenya ke meja, Mbah Gatot pun mulai menyerocos dengan suaranya yang memang sedikit melengking. “Harga garam loh mbaaak. Gusti Allah, naik kok gak kira-kira,” ujar si mbah.

Meski hanya membeli untuk kebutuhan rumah, nyatanya si mbah merasa kenaikan harga garam memberatkan beban pengeluaran.

“Yo masak kan nganggo garem yo piye gak ngomel,” sambungnya mengomel.

Kenaikan harga garam yang disebut-sebut si mbah tadi, diamini pula oleh pedagang. Umit, pengelola toko di wilayah perumahan Pantai Indah, menyebut kenaikan sangat dirasakan pada penjualan garam kasar.

Semula garam kasar seukuran setengah kilogram dapat ia jual seharga Rp 5 ribu. “Semenjak barang masuk yang baru, mau tak mau jualnya jadi Rp 8 ribu per setengah kilo. Karena dari sananya sudah tinggi,” tutur Umit sembari melihat daftar harga di tangannya.

Meski peminat tak sebanyak pembeli garam halus, beberapa pelanggan tetap garam kasar mau tak mau membeli dengan harga yang melonjak drastis tersebut.

“Ya awalnya pasti kaget. Beberapa ada yang sudah menebak bakal naik. Tapi tetap saja kaget pas tahu harga baru,” sambung Umit

Untuk garam halus, sambung dia, penjualannya ia naikkan Rp 5 ratus. “Garam dapur jadi Rp2 ribu. Kalau untuk ukuran ibu-ibu berasa juga harga segitu,” tutur dia.

Sementara itu, keresahan tentunya juga dirasakan para distributor garam. Suyanto, salah satu distributor garam di Tanjungpinang tak bisa berkata banyak. Beberapa pekerja yang biasanya ikut membantu proses penjualan garam, juga tak berbuat banyak.

“Dari tanggal 17 lah. Sebelum lebaran kita. Gudang sudah kosong begini,” tutur salah seorang pekerjanya saat ditemui di bagian penyimpanan stok garam.

Ruangan sekitar 8 meter kali empat meter lengang. Tak ada satu pun karung garam yang tersedia, di ruangan berdinding dan berlantai kayu dengan cahaya remang itu.

Pria yang telah ikut bekerja dengan Suyanto selama kurang lebih 20 tahun ini, mengaku tak banyak yang bisa dilakukan selama sebulan belakangan.

“Biasanya penuh. Satu ruangan ini penuh sampai atap. Cuma sisa setapaklah, seukuran badan kita untuk lewat-lewat,” tuturnya lagi.

Sementara saat ini, gudang berukuran sedang ini bahkan bisa digunakan untuk bermain bola. “Ya memang begini. Kosong tak ada apa-apa,” imbuhnya.

Sumber Jaya yang merupakan lokasi gudang garam, merupakan usaha milik keluarga Suyanto. Usaha keluarga ini bahkan sudah beroperasi sejak 44 tahun silam.

“Baru inilah kami sampai kosong lama. Dulu pernah sekali, hanya selama tiga hari,” tutur Suyanto.

Suyanto sendiri mengaku berkurangnya pasokan garam sudah mulai terasa sejak tiga bulan lalu. Ketika pasokan yang dipesan mulai berkurang dalam jumlah yang tak terlalu besar.

“Ya beginilah adanya sekarang. Tak ada lagi garam yang bisa dijual sebulan ini,” tutur Suyanto.

Menurutnya ada satu upaya yang bisa dilakukan pihaknya. Yakni dengan memesan garam tak beryodium, lalu diionisasikan olehnya sehingga akhirnya dapat dikonsumsi masyarakat luas. “Karena kalau garam non-yodium masih bisa didapat,” terangnya.

Sementara untuk prosesnya, Suyanto mengaku sanggup melakukan ionisasi tersebut. Dengan modal yang juga tak terlalu besar. Sehingga harga garam di pasaran dapat ditekan dan pasokan tetap terpenuhi. Prosesnya pun tak memakan waktu lama. Dapat dilangsungkan dalam kurun waktu satu hari. Sehingga dirasa menjadi alternatif yang paling melegakan bagi semua kalangan.

Hanya saja kendala ada pada perizinan. Meski Suyanto telah meyakinkan bahwa proses tersebut tetap aman, karena usai proses ionisasi dilakukan pengecekan kadar yodiumnya. Namun izin produksi, tetap harus didahulukan.

Kepala Seksi Pengendalian Barang Pokok dan Penting, Disperindag Kepri, Putri Destriyanti lantas menegaskan akan mengupayakan perizinan untuk melangsungkan ionisasi tersebut.

“Melihat kondisi saat ini tentu kami mengharapkan adanya kemudahan. Supaya stok garam juga aman,” ucap wanita berjilbab ini.

Melalui Disperindag, alternatif yang dipaparkan Suyanto mengenai ionisasi ini, dipastikan Putri akan disampaikan ke pihak BPOM. “Kami rasa tak butuh waktu lama. Sehingga bisa cepat pula proses selanjutnya,” sambung Putri.

Sementara itu, Kepala Bidang Stabilitas Harga Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) Kota Tanjungpinang, Anik Murtiani menjelaskan persoalan kelangkaan garam tersebut.

“Untuk wilayah Tanjungpinang memang hanya dua distributor. Dan kedua-duanya ini tidak lagi memiliki pasokan. Gudanganya kosong,” terang Anik.

Sementara kekosongan dikarenakan petani garam di Madura gagal panen dikarenakan cuaca tak menentu. “Alternatif dari Suyanto dengan ionisasi sementara dari Darno mencoba masukkan garam dari Flores,” tutur Anik.

Alternatif jangka pendek, yakni dengan mendapatkan garam dari Flores, lanjut Anik, telah dicoba dilakukan oleh distibutor kedua. “Namun dipastikan harga lebih mahal dan waktu tiba produknya bisa lebih lama,” tutur dia.

Dari informasi yang didapatkannya, pembelian garam dari Flores Rp 6 ribu. Sementara biaya tambahan lainnya belum dapat diketahui secara pasti. Seperti daya angkut garam sampai ke Tanjungpinang.

Namun garam dari Flores ini diprediksi baru masuk ke Tanjungpinang dua minggu mendatang. Begitu pula garam non-yodium yang dipasok Suyanto yang juga diprediksi tiba di Tanjungpinang dua minggu lagi. Dan baru bisa dipasarkan jika mengantungi izin dari BPOM untuk ionisasi.

“Pemerintah tentunya mengupayakan jalan keluar terbaik. Dan kami Disperindagin juga mengupakan untuk memfasilitasi apa-apa yang dibutuhkan untuk memenuhi pasokan garam Tanjungpinang,” pungkas Anik. (aya)

Update