Jumat, 19 April 2024

Industri Shipyard Batam Tak Minati Proyek Kementerian Kelautan dan Perikanan

Berita Terkait

batampos.co.id – Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Hatanto Reksodipoetro, menyayangkan sikap sejumlah perusahaan shipyard di Batam yang yang terlalu selektif memilih proyek pembangunan kapal. Dia menyebut ada ribuan proyek pembuatan kapal dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Namun hanya sekitar 10 proyek kapal yang dikerjakan shipyard Batam.

“Alasannya, kualifikasi kapalnya jauh dari standar. Lebih rendah dari kemampuan galangan kapal di Batam, sehingga (shipyard) di sini jadi gak tertarik,” kata Hatanto, Rabu (2/9).

Dia menyebut, ribuan pesanan kapal tersebut memang tidak semuanya ditolak. Dari sejumlah galangan kapal yang masih bertahan, ada dua perusahaan yang tertarik untuk mengerjakan kapal pesanan KKP itu.

Menurut dia, seharusnya pesanan kapal dari KKP itu diterima dan dikerjakan. Sebab saat ini kondisi industri galangan kapal tengah lesu. Sehingga banyaknya proyek pembuatan kapal baru akan kembali menggairahkan sektor industri tersebut.

Apalagi industri galangan kapal merupakan industri padat karya. Sehingga dampak ekonomi dari banyaknya proyek pembuatan kapal ini akan dirasakan masyarakat luas. Mulai dari pekerja hingga pelaku ekonomi dan usaha pendukung sektor shipyard lainnya.

Namun di satu sisi, Hatanto mengaku memaklumi jika banyak galangan kapal yang menolak tawaran proyek tersebut. “Mungkin terlalu murah sehingga tak banyak untung, kalau saya kan pasti terima dulu biar ada pekerjaan,” jelasnya.

Hatanto menambahkan, sikap galangan kapal yang terlalu selektif itu bertolak belakang dengan semangat BP Batam dan Pemko Batam untuk membangkitkan kembali sektor shipyard di Batam.

“Saya pernah ngomong sama Pak Wali Kota (Batam) bagaimana memajukan shipyard karena banyak undang tenaga kerja,” kata Hatanto.

Melihat perkembangan terkini sektor shipyard, Hatanto kemudian berpikir untuk mengonversi lahan galangan kapal untuk industri sektor lain. Sebab, selain galangan kapal, banyak industri yang membutuhkan lahan di tepi pantai seperti industri yang produksi precast atau pelat jembatan.

“Industri seperti ini butuh lahan di pantai karena memproduksi alat-alat berat,” jelasnya.

Namun yang jadi kendala lahan di pesisir pantai Batam sudah habis diborong pengusaha shipyard. “Makanya saya pikir harus direalokasikan ke industri lain, tentu saja harus bekerjasama dengan pemiliknya,” pungkasnya.

Sementara Ketua Batam Shipyard Offshore Association (BSOA), Sarwo Edi Wibowo, memprediksi kondisi sulit sektor galangan kapal Batam masih akan berlangsung cukup lama. Setidaknya perlu dua tahun agar galangan kapal Batam kembali bangkit.

“Butuh dua tahun untuk galangan kapal pulih seperti empat tahun lalu. Itu perkiraan dan estimasi waktu untuk bisa bangun lagi,” terang  Sarwo Edi Wibowo, Rabu (2/8).

Edi menggambarkan dampak situasi ekonomi sulit saat ini sangat buruk sekali, khususnya bagi sektor shipyard. “Dulu kami sering menolak order baru karena saking banyaknya. Nah sekarang malah tak ada order sama sekali,” jelasnya.

Suasana di galangan kapal yang menjadi sektor investasi perusahaan asing yang berada di kawasan industri galangan kapal Tanjung Uncang, Batuaji. F.Rezza Herdiyanto/Batam Pos

Dua tahun merupakan estimasi yang diperlukan bagi sebuah perusahaan yang membutuhkan kapal untuk merancang kapal yang dibuatnya dan mengurus segala keperluan lainnya sebelum diserahkan ke galangan kapal untuk diproduksi.

Untuk bisa bertahan hidup, galangan kapal di Batam terpaksa memutus kontrak kerja para buruhnya. Mereka hanya mempertahankan karyawan yang bertugas untuk memelihara asetnya.

“Yang masih dipertahankan itu orang maintenance dan yang jaga gudang, paling satu orang,” tambahnya lagi.

Ia sebelumnya mengharapkan dari kapal-kapal buatan Batam yang rutin melakukan annual docking atau pemeliharaan rutin tiap 2,5 tahun sekali.

“Namun mereka juga tak punya uang untuk annual docking. Sehingga sekarang banyak kapal-kapal yang terparkir karena tidak terurus atau tidak dapat order,” terangnya.

Sangat sepi kata Edi. Akibat tidak ada order, lahan-lahan shipyard di Batam banyak terbengkalai. Salah satu contohnya adalah lahan seluas 40 hektare milik perusahaan Nan Indah.

Meskipun terlihat pesimis, Edi tampaknya memiliki harapan besar kepada Badan Pengusahaan (BP) Batam. Ia menyarankan agar instansi pengelola investasi ini mengundang investor yang mampu membuat komponen kapal.

“Carilah investor yang mau bikin komponen kapal seperti baling-baling atau cat kapal. Kami mau jika lahannya disewakan, kan sama seperti yang terjadi di Kabil,” ungkapnya. (leo)

Update