Selasa, 19 Maret 2024

KEK Solusi Jangka Panjang

Berita Terkait

Rudy Chua. F.Yusnadi/Batam Pos.

batampos.co.id – Anggota Komisi II DPRD Kepri, Rudy Chua menilai upaya Pemerintah Provinsi Kepri menggesa legalnya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di sejumlah Daerah di Provinsi Kepri adalah solusi jangka panjang. Artinya tidak memberikan kontribusi yang instan bagi meningkatan pertumbuhan ekonomi daerah.

“Apakah setelah disahkan KEK ini secara otomastis akan menggerakan ekonomi daerah. Tentunya perlu waktu yang tidak sebentar. Selain itu regulasi KEK juga harus jelas sehingga tidak membingungkan investor,” ujar Rudy menjawab pertanyaan media, Selasa (8/8) di Tanjungpinang.

Politisi Partai Hanura tersebut mengakui, bahwa Gubernur Kepri, Nurdin Basirun sudah berlari tunggang-langgang untuk mendapatkan predikat KEK di sejumlah daerah yang diusulkan ke Pemerintah Pusat. Kenyataannya, sejauh ini yang sudah menunjukkan progres disetujui adalah Galang Batang, Bintan.

“Untuk daerah lainnya kita belum melihat progresnya. Artinya masih banyak persiapan yang harus diselesaikan,” papar Rudy.

Legislator utusan Tanjungpinang tersebut mengatakan, pertumbuhan ekonomi di Kepri terutama di kabupaten/kota di luar Batam digerakan oleh anggaran APBD. Sementara anggaran APBD Kepri hingga memasuki triwulan ketiga tahun ini serapannya sangat rendah.

Ia juga menyinggung terpuruknya ekonomi Kepri ini bukan karena harga minyak turun. Lantaran di daerah lain kenapa tidak berimbas dan justru mengalahkan Kepri yang memilki daerah Free Trade Zone (FTZ) dan keistimewaan lainnya. Padahal harga minyak berlaku nasional.

“Kita melihat daerah lain meningkat dalam perekonomiannya. Justru Kepri semakin terpuruk dan berada diurutan ke 33 nasional. Kalau barometernya harga minyak, tentunya Kepri akan berada di lima besar dalam pertumbuhan ekonomi nasional itu,” papar Rudy.

Menurut Rudy, merosotnya pertumbuhan ekonomi Kepri sekarang ini disebabkan beberapa faktor. Selain dengan adanya kebijakan pusat yang merugikan daerah. Sektor industri sejauh ini memang menjadi tumpuan, baik itu yang digerakan oleh investor dalam dan luar negri. Akan tetapi, sejak beberapa tahun ini investor yang masuk mengalami penurunan yang tajam.

“Berapa banyak investor yang masuk ke Kepri tahun 2016 dan tahun 2017 ini. Yang masuk bisa dihitung dengan jari dan ini mempengaruhi pertumbuhan ekonomi kita,”paparnya lagi.

Penyebab lainnya adalah banyaknya perusahan yang hengkang dari Kepri terutama di Batam dan Karimun. Konsekuensinya adalah terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara massal. Persoalan lainnya diganggu oleh regulasi yang tidak pasti.

Pemerintah juga masih bermimpi dan belum sadar, bahwa Kepri ini masih menjadi primadona bagi investor untuk menanamkan modalnya. Kenyataannya dengan berbagi regulasi aturan yang belum jelas dan faktor lainnya itu membuat bingung investor.

“Persoalan-persoalan ini yang menjadi punca lemahnya pertumbuhan ekonomi Kepri. Apabila dibiarkan, maka konsekuensinya sangat buruk bagi Kepri,” tutup Rudy

Terpisah, Anggota DPR RI dapil Kepri, Nyat Kadir mengatakan merosotnya ekonomi Kepri, memang dipengaruhi lesunya sektor industri di Batam. Apalagi sekarang ini, rumitnya hubungan antara Pemko dengan BP Batam.

Ditegaskannya, sudah saatnya untuk melepas ego sektoral. Artinya harus punya haluan yang sama. “Salah satu solusinya adalah harus dibentuk Manajemen Secara Konprehensif dalam satu sistem. Karena dampak negatif yang berkembang akan sangat merugikan daerah,” ujar Nyat Kadir, kemarin.

Menurut politisi Partai NasDem tersebut, stagnannya ekonomi Batam juga disebabkan pengaruh ekonomi global. Sehingga sedikitnya investasi yang masuk. Kondisi tersebut sudah pasti memberikan resiko, yakni melemahnya ekspor dan impor. Ditambah maraknya isu kenaikan tarif listrik dan Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO).

Dijelaskannya, upaya yang harus dilakukan untuk internal Batam yakni pemberian insentif baru yang lebih menarik. Seperti daerah tertentu di Batam dijadikan KEK. Karena KEK menawarkan 12 insentif dibandingkan dengan kemudahan FTZ.

“KEK memang kebutuhan mendesak, tujuannya agar dapat bersaing dengan negara tetangga. Apabila kita tidak punya keinginan menyamakan persepsi, kondisi ekonomi akan semakin memprihatinkan,” jelas Legislator Komisi VI DPR RI tersebut.(jpg)

Update