Jumat, 29 Maret 2024

Pertahankan FTZ Batam

Berita Terkait

Ketua Apindo Kepri Ir Cahya berbincang dengan Deputi V Gusmardi Bustami usai mengurus izin investasi di Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) BP Batam di Gedung Sumatera Convention Centre Batam Centre, Batam, Kamis (9/8/2017). F Cecep Mulyana/Batam Pos

batampos.co.id – Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri, Cahya, angkat bicara soal masa depan Batam. Ia meminta agar status Free Trade Zone (FTZ) Batam tetap dipertahankan. Selain itu, ia mendorong pemerintah pusat memberikan insentif tambahan untuk wilayah FTZ Batam.

“Jangan bicara lagi KEK (Kawasan Ekonomi Khusus, red) di Batam, setuju atau tidak,” kata Cahya di Gedung Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Badan Pengusahaan (BP) Batam, Kamis (10/8).

Menjadikan Batam sebagai KEK, kata Cahya, merupakan sebuah kemunduran. Sehingga menurut dia, pemerintah tak perlu mengubah status FTZ Batam menjadi KEK. Yang seharusnya dilakukan pemerintah saat ini, kata dia, menambah insentif untuk mempermudah pengusaha.

“Kalau pemerintah kasih insentif, namanya jadi FTZ Plus,” ungkapnya.

FTZ Plus dinilai akan menjadi formula yang bagus untuk mengembalikan pertumbuhan ekonomi Batam. “Dulu saya ngomong di pusat soal Batam, semuanya memandang dan memberikan atensi ke saya. Nah sekarang, Kepri jadi posisi 33 di Indonesia, ya saya malu. Dulu Batam begitu hebat, kenapa sekarang melempem. Saya bingung dan malu,” tuturnya.

Di antara insentif tambahan untuk kawasan FTZ Batam adalah penerapan Free Trade Agreement (FTA). Ia meyakini jika FTA segera diterapkan, maka perekonomian Batam akan bangkit. Penghapusan bea masuk pemasaran barang produksi menuju wilayah pabean di Indonesia akan membuat perusahaan-perusahaan di Batam melakukan ekspansi dan merekrut tenaga kerja lebih banyak lagi.

“Ini yang akan kita promosikan. Kita coba peluang dan akan kita dorong, karena ekonomi terpuruk,” jelasnya.

Cahya yang telah membawa investor dari China sangat menginginkan FTA segera berlaku. Karena investor yang dirangkulnya tersebut akan memasarkan produknya ke Indonesia.

“Kalau BM jadi 0 persen, akan lebih mudah memasarkannya nanti,” harapnya.

Usulan penerapan FTA di Batam mendapat dukungan dari Badan Pengusahaan (BP) Batam. Menurut Deputi V BP Batam, Gusmardi Bustami, pemberlakuan FTA akan menjadi daya tarik tersendiri bagi para calon investor.

“Sebenarnya ini adalah usulan awal BP Batam, supaya bagaimana Batam bisa dapat tambahan insentif untuk menarik investor baru atau membantu investor yang sudah ada di Batam untuk memperluas usahanya,” tutur Gusmardi, kemarin.

Skema FTA, katanya, hanya berlaku untuk investor yang mengimpor bahan baku dari 16 negara yang menjalin kerja sama FTA. Ke-16 negara tersebut antara lain Indonesia, Singapura, Malaysia, Myanmar, Filipina, Brunei Darussalam, Laos, Vietnam, Thailand, Kamboja, Cina, Korea Selatan, Jepang, India, Australia, dan Selandia Baru.

Untuk mendapatkan fasilitas FTA tersebut, perusahaan cukup menunjukkan bukti impor bahan baku dari negara-negara FTA ke Bea dan Cukai. “Jadi kalau komponen bahan bakunya berasal dari Eropa, Amerika, Hongkong, dan Taiwan tidak bisa gunakan skema FTA karena bukan rekan FTA-nya Indonesia,” jelasnya.

FTA juga tidak akan membatasi jumlah barang yang masuk ke wilayah pabean. Ini merupakan salah satu keuntungan terbesarnya.

“BP Batam sangat menyambut sekali usulan tersebut karena dapat mengakomodir keinginan para investor yang ada di Batam,” ungkapnya.

Kebijakan FTA memang sudah lama ditunggu oleh kalangan investor Batam. Karena berdasarkan data yang dihimpun oleh Bank Indonesia Perwakilan Kepri, ekspor antarprovinsi mengalami penurunan yang cukup dalam. Sehingga FTA dianggap dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di Batam.

“Kalau FTA berlaku, maka lalu lintas kapal dari Batam menuju Jakarta akan meningkat karena ongkos lebih murah,” ungkapnya.

Dulu, untuk mengakali ongkos logistik mahal karena pemberlakuan BM sebesar 10 persen, maka eksportir Batam mengirim barangnya dulu ke Singapura sebelum menuju Jakarta. Tujuannya adalah agar produk ekspor tersebut dianggap berasal dari Singapura.

Singapura dan Indonesia terkait perjanjian perdagangan bebas, sehingga ketika Singapura ingin mengeskpor ke Indonesia, maka tidak dikenakan BM.

“Kalau lalu lintas kapal meningkat, maka perusahaan pelayaran akan dapat banyak pekerjaan,” katanya. (leo)

 

 

Update