Jumat, 29 Maret 2024

Hasil Kajian BPS; Jadi Jomblo Ternyata Lebih Bahagia

Berita Terkait

batampos.co.id – Badan Pusat Statistik (BPS) kembali merilis hasil Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) warga Indonesia. Tahun ini, BPS menyebut para jomblo atau single ternyata memiliki indeks kebahagiaan jauh lebih tinggi dibandingkan orang yang telah menikah.

“Paling bahagia single, setelah itu dia menikah kebahagiannya menurun. Kemudian dia cerai hidup, terganggu mantannya jadi tidak happy,” kata Kepala BPS, Kecuk Suhariyanto,
Selasa (15/8).

Kecuk menjelaskan, SPTK digelar BPS sejak 2012, setiap tiga tahun sekali. Indeks kebahagiaan ini merupakan indeks komposit yang disusun oleh tiga dimensi, yakni kepuasan hidup, perasaan dan makna hidup. Berdasarkan hasil survei terbaru BPS, pada 2017 ini tingkat indeks kebahagiaan mencapai 70,69 pada skala 0-100. Indeks kebahagiaan tersebut meningkat dibanding tiga tahun lalu tepatnya pada 2014 dimana ukuran bahagia masyarakat Indonesia hanya 68,28.

Metode pengukuran indeks kebahagiaan tahun ini mengalami perubahan, karena ada penambahan cakupan indeks dibanding tahun 2014. Tapi sekalipun tidak ditambah dua dimensi, tetap ada peningkatan indeks kebahagiaan.

“Dimana pada 2014 itu 68,28 sedangkan tahun ini 69,51 jadi masih ada kenaikan 1,23 poin,” jelas Kecuk.

Kecuk menguraikan survei tersebut dilakukan terhadap 72 ribu rumah tangga di 487 kabupaten/kota. Survei tersebut dilakukan pada bulan April tahun ini. Berdasarkan dimensi yang menjadi indikator, yang membuat orang Indonesia paling bahagia adalah dimensi makna hidup sebesar 72,23 poin, kemudian kepuasan hidup sebanyak 71,07 poin, dan ketiga dimensi perasaan 68,59 poin.

“Jadi meskipun kepuasaan hidupnya 71,07 poin, ketika kita pilah masih ada gap tinggi antara dimensi sosial dan dimensi personalnya yang nantinya perlu beberapa terobosan agar ke depannya kita lebih bahagia,” jelasnya.

ilustrasi

Kecuk melanjutkan, selain status perkawinan, indeks kebahagiaan juga dibagi menjadi beberapa karakteristik. Di antaranya klasifikasi wilayah yang mencakup perkotaan dan pedesaan. Sementara klasifikasi lainnya meliputi jenis kelamin dan kelompok umur.

Untuk wilayah, terindikasi indeks kebahagiaan orang yang tinggal di perkotaan lebih tinggi dibanding yang berada di pedesaan.

Jadi menurut hasil survei BPS, orang kota lebih bahagia dibanding orang desa. Dengan catatan kalau untuk orang kota bahagianya lebih kepada kepuasan kehidupan dari pendidikan, sisi pendapatan, dan sisi pekerjaan lebih bagus.

“Kalau di desa, angka kepuasan sosialnya itu lebih tinggi dari kota,” jelasnya.

Jika berdasarkan kelompok umur, kata Kecuk, berdasarkan survei ternyata semakin tua usia seseorang, semakin berkurang tingkat kebahagiaannya. Indeks kebahagiaan paling tinggi terdapat pada kelompok umur usia kurang dari 24 tahun. Sementara indeks kebahagiaan terendah ada pada kelompok umur di atas usia 64 tahun.

“Kalau masih berumur 24 tahun happy kita, tidak mikirin apa-apa,” katnya.

Ketika sesorang berumur 25 tahun dan mulai menikah, kebahagiaannya mulai turun. Tetapi yang paling mengkhawatirkan sesudah 65 tahun, karena biasanya seiring bertambah umur kebahagiaannya menurun.

“Penyebabnya orang Indonesia kurang memikirkan masa pensiun,” urainya.

Untuk karakteristik jenis kelamin, lanjut Kecuk, terindikasi bahwa pria ternyata lebih bahagia dibanding perempuan. Hasil survei ini tidak berubah dari sejak survei ini pertama kali dilakukan pada 2012. Penyebabnya, karena pemikiran perempuan jauh lebih matang, lebih teliti, semua dipikirkan.

“Kalau laki-laki kan cuek bebek ya. Sudah banyak penelitian kalau laki-laki lebih bahagia dibanding perempuan,” lanjut Kecuk.

Dari sisi provinsi, ternyata Maluku Utara memegang predikat provinsi dengan penduduk paling bahagia. Selanjutnya diikuti Maluku dan Sulawesi Utara. Sementara provinsi dengan indeks kebahagiaan terendah adalah Papua,  kemudian Sumatra Utara dan disusul Nusa Tenggara Timur.

Deputi Bidang Statistik Sosial BPS M. Sairi menguraikan, meski Maluku Utara bukan provinsi dengan wilayah perkotaan seperti Jakarta, namun hubungan sosial di provinsi tersebut sangat baik. Di sana menonjol sekali variabel yang terkait dengan hubungan sosial, makna hidup. Mereka lebih meyakini diri mereka lebih berharga dari yang lain.

“Mereka merasa nyaman dan akhirnya bahagia,” jelasnya. (ken/jpgroup) 

Update