Jumat, 29 Maret 2024

Galangan Kapal Batam Kuasai 10.200 Hektare Lahan

Berita Terkait

batampos.co.id – Badan Pengusahaan (BP) Batam berniat mengambil alih lahan shipyard yang saat ini tidak produktif. Rencananya, lahan-lahan tersebut akan disewakan kepada investor baru untuk peruntukan industri lain.

Direktur Lalu Lintas Barang BP Batam, Tri Novianta Putra, mengatakan saat ini ada 110 perusahaan shipyard di Batam. Total luas lahan yang ditempati 110 galangan kapal itu mencapai 10.200 hektare. Namun karena kondisi galangan kapal yang lesu, banyak lahan yang akhirnya tidak terpakai.

“Perusahaan shipyard yang produksi kapal hanya 70, sedangkan sisanya adalah perusahaan pendukung shipyard,” kata

Novi mengatakan, BP Batam akan berkomunikasi lebih lanjut dengan para pengusaha galangan kapal selaku pemilik lahan. Terkait pola kerja sama dan sistem pengelolaan lahan yang menganggur tersebut.

“Kami sudah diskusi intens dengan berbagai pihak untuk kemungkinan datangkan investor potensial,” katanya.

Berbicara mengenai shipyard, Novi mengatakan, sebenarnya sektor ini merupakan tulang punggung utama Batam. Sebab sektor shipyard merupakan industri padat karya yang mampu menyerap tenaga kerja sangat banyak. Namun karena kondisi ekonomi yang lesu, sektor ini kini ikut jatuh.

Selama ini, galangan kapal Batam terlibat aktivitas seperti pembuatan kapal tugboat, kapal tongkang, kapal oil tanker dan chemical tanker, kapal barang, kapal survey, kapal kargo, Self Propelled Oil Barge (SPOB), Landing Craft Tank (LCT), CPO Barge dan Oil Barge, kapal khusus untuk menggelar pipa, kabel, fiber optic di bawah laut, kapal penumpang, kapal wisata, kapal transportasi untuk hewan dan pembuatan bangunan terapung untuk akomodasi karyawan offshore di tengah laut.

Bahkan industri penunjang shipyard juga memiliki banyak aktivitas seperti pembuatan pintu kedap air, cover palka, blower mushroom, floating crane, able forge, lifting, mekanikan dan elektrikal kapal, rekayasa rancang bangun dan perekayasaan dan jasa konstruksi lainnya.

Pekerja galangan menggesa pengerjaan kapal di salah satu galangan kapal di Seilekop, Sagulung, Sabtu (4/3). Galangan kapal saat ini lesu akibat ekonomi global yang tidak stabil. F. Dalil Harahap/Batam Pos

Dalam setahun, shipyard bisa mengerjakan banyak kapal. Kapasitas produksi per tahun untuk membuat kapal tugboat sendiri mencapai 165 unit, tongkang sebanyak 850 unit, kapal khusus sebanyak 65 unit, dan jasa perbaikan kapal sebanyak 1.500 unit.

Di samping itu, serapan tenaga kerjanya sangat tinggi. Memang untuk tingkat manajemen, tenaga kerja Indonesia hanya sekitar 57 persen saja. Sedangkan sisanya berasal dari tenaga kerja asing, yakni Singapura sebanyak 13 persen, Malaysia, Myanmar sebanyak 9 persen, India sebanyak 4 persen dan lainnya.

Namun untuk tenaga kerja di lapangan seperti welder dan helper ternyata 100 persen merupakan tenaga kerja Indonesia. Hal tersebut yang membuat sektor shipyard merupakan tulang punggung ekonomi Batam.

Program pemerintah lewat penngadaan kapal perikanan sebanyak 3.450 unit lewat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pun tidak bisa mengembalikan kejayaan shipyard di Batam. Karena ternyata penawaran yang diajukan tidak sesuai ekspektasi shipyard di Batam.

Untuk bisa menyerap tenaga kerja hingga ribuan orang, maka butuh proyek pembuatan kapal dengan tonasenya mencapai 30 GT. Namun pada kenyataanya, dari 3.450 kapal yang ditawarkan hanya 5 unit saja yang merupakan kapal 30 GT.

Dari 110 shipyard di Batam, hanya dua yang berminat yakni PT Marinatama Gemanusa yang dapat proyek 11 unit kapal dengan kapasitas 10 GT dan CV link Boat yang dapat proyek 4 unit kapal dengan kapasitas 30 GT.

Sedangkan pengamat kebijakan ekonomi Batam, Suyono Saputro, mengungkapkan karena kelesuan ekonomi, banyak pengusaha yang enggan memesan kapal baru. Kapal yang usia operasionalnya hanya 10-15 tahun dipaksakan untuk terus berjalan lagi hingga usia 20 tahun.

“Karena pengusaha tak ada uang lagi,” jelasnya.

Ketua Batam Shipyard and Offshore Association (BSOA), Sarwo Edi Wibowo, juga mengatakan dulu Batam merupakan favorit dari perusahaan migas untuk pemesanan kapal. Tahun 2014 hingga 2015, shipyard dianggap masih berjaya. Namun seiring dengan terus menurunnya harga minyak, maka produksi kapal di seluruh dunia malah kebablasan (oversupply).

“Karena oversupply, sehingga sekarang banyak kapal yang diam diparkirkan tidak bekerjasa sama sekali. Perhitungan kali-kali sudah tidak ekonomis lagi,” jelasnya. (leo)

Update