Jumat, 19 April 2024

Pengamat: KRI Nagapasa – 403 Persembahan untuk Kepulauan Natuna

Berita Terkait

KRI Nagapasa – 403 (Dispenal for Jawa Pos)

batampos.co.id – Indonesia menambah alutsistanya dengan pengadaan tiga buah kapal selam bekerja sama dengan Daewoo Ship Building Marine Engineering (DSME) Korea Selatan.

Satu buah kapal selam, KRI Nagapasa-403 telah bersandar di Dermaga Kapal Selam Koarmatim, Ujung, Surabaya, Senin pagi (28/8/2017). Pembelian kapal selam tersebut merupakan respon militer Indonesia terhadap dinamika isu internasional yang ada saat ini.

Salah satunya adalah kepentingan Indonesia di perairan Laut Cina Selatan, khususnya Kepulauan Natuna.

Beberapa kali, pemerintah telah menyatakan bahwa status Indonesia di sana adalah netral. Meskipun demikian, statement itu tidak bersifat statis. Indonesia, diyakini tetap tidak akan mengabaikan berbagai ancaman yang mungkin akan muncul di sana.

Pengamat Hubungan Internasional Universitas Brawijaya yang fokus terhadap kajian military studies dan geopolitik, Ni Komang Desy Arya Pinatih memaparkan, ancaman non tradisional yang kentara saat ini salah satunya adalah ilegal fishing. Keberadaan KRI Nagapasa-403, bakal menambah kekuatan Indonesia untuk menghadapi ancaman seperti itu.

“Dari aspek lingkungan strategis, pembelian kapal selam ini dapat dilihat sebagai upaya Indonesia untuk memperkuat armadanya di Kepulauan Natuna. Ini sebagai respon atas meningkatnya ketegangan di Laut Cina Selatan,” papar perempuan yang akrab disapa Desy tersebut kepada JawaPos.com, Selasa (29/8).

Alumnus Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta itu melanjutkan, Indonesia bakal menghadapi ketatnya kompetisi dengan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara.

“Di luar kawasan itu, kita juga menghadapi munculnya kekuatan-kekuatan maritim yang kian agresif seperti Tiongkok dan India,” lanjut Desy.

Menurut Desy, sebenarnya tidak ada ukuran pasti berapa jumlah kapal selam yang harus dimiliki Indonesia. Dalam pengadaan alutsista, sebuah negara biasanya mempertimbangkan berbagai aspek. Antara lain kondisi geografis, rencana strategis, doktrin militer, hingga alokasi anggaran pertahanan.

Nah, jika menelaah dari aspek geografis, luas perairan Indonesia mencapai 3.257.483 km2.

“Maka wajar apabila Indonesia mengembangkan kapabilitas militer berbasis maritim,” tutur Desy.

Desy lalu merujuk pada standar Minimum Essential Forces (MEF) Indonesia yang sudah dikembangkan sejak era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

“Kalau dilihat dari situ idealnya pada 2024 nanti matra laut Indonesia diperkuat sekitar 154 kapal perang, 12 di antaranya adalah kapal selam,” sebut alumnus Pasca Sarjana Universitas Indonesia itu.

KRI Nagapasa – 403 (Dispenal for Jawa Pos)

Standar MEF itu dilanjutkan pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo yang punya visi menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Indonesia digadang-gadang menjadi salah satu kekuatan ekonomi dan maritim di regional Asia Tenggara.

Jokowi melihat bahwa selama ini pembangunan kapabilitas militer Indonesia semata-mata bertumpu pada matra darat padahal secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan.

“Visi Poros maritim dunia ini kemudian diimplementasikan melalui serangkaian kebijakan kemaritiman, salah satunya adalah penguatan armada laut Indonesia,” kata Desy.

Lalu mengapa kapal selam menjadi pilihan saat ini ketimbang kapal perang jenis lainnya? Menurut Desy, pengadaan kapal selam sesuai dengan kebutuhan negara. Kemampuan kapal selam salah satunya adalah beroperasi secara diam-diam tanpa menarik perhatian atau mode stealth. Kapal selam juga memiliki kemampuan surveillance cukup tinggi dengan daya jelajah yang luas.

“Aspek strategisnya, karena kapal selam beroperasi sebagai deterrent effect atau efek penangkalan. Dimana musuh akan berpikir dua kali sebelum menyerang pertahanan kita karena ada pertimbangan kemungkinan mereka bisa mendapat serangan balasan,” pungkas Desy. (did/JPC)

Update