Sabtu, 20 April 2024

Dinkes Jamin PCC Tidak Beradar di Karimun

Berita Terkait

Rahmadi. F. Sandi/Batam Pos.

batampos.co.id – Dalam sepekan terakhir, muncul isu peredaran parasetamol caffein carisoprodol (PCC) di masyarakat. Karena, efek dari obat tersebut bisa menimbulkan bahaya bagi yang mengkonsumsinya. Untuk itu, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Karimun menjamin bahwa obat yang mengandung PCC tidak beredar di apotek dan toko obat yang ada di Kabupaten Karimun.

”Ketika saya mengetahui bahwa ada peredaran PCC di Indoensia, khususnya di Kendari, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang telah memberikan dampak negatif, maka saya menghubungi distributor dan farmasi yang mengedarkan dan memproduksi obat-obatan. Ternyata, yang beredar di NTT tersebut adalah ilegal. Sebab, sejak 2013 BPOM telah menarik izin edar dari tablet PCC dan sejenisnya,” ujar Kepala Dinkes Kabupaten Karimun, Rahmadi, Sabtu (16/9).

Dikatakan Rahmadi, sebelum ditarik izin edar tablet PCC dan sejenisnya, memang ada dua jenis yang beredar yang mengandung PCC. Yakni, somadril dan carnophen. Kedua jenis obat yang mengandung PCC ini sebenarnya digunakan untuk relaksasi otot-otot. Namun, dampak yang diberikan terlalu berlebihan pada otak dan membuat efek fly, maka empat tahun lalu resmi ditarik dan tidak boleh dijual lagi.

”Bukan hanya ditarik, di Indonesia sendiri PCC sudah tidak diproduksi lagi. Untuk itu, saya jamin bahwa di Karimun tidak ada apotek dan toko obat yang menjualnya. Kalau pun ada yang m,engedarkannya, maka peredarannya dipastikan ielgal dan bisa saja obat PCC itu palsu. Dan, tidak mungkin ada apotek atau toko obat resmi yang berani menjual obat tersebut. Karena, sanksinya izin apotek atau toko obat bisa dicabut,” tegasnya.

Meski dia menjamin tidak ada peredaran PCC atau obat kandungannya sejenis di Karimun, pihaknya tetap akan turun ke lapangan melakukan operasi untuk memastikannya. Dalam bulan ini pihaknya akan turun ke lapangan bersama BPOM, polisi dan Satol PP. Selain untuk mengecek keberadaan PCC, juga untuk melakukan pemeriksaan terhadap peredaran obat berbahaya yang tidak mendapatkan sertifikat dari BPOM dan Kemenkes. (san)

Update