Sabtu, 20 April 2024

Distamben Tindak Tambang Ilegal

Berita Terkait

batampos.co.id – Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Provinsi Kepri menugaskan Inspektur Pertambangan (IP) atau Penyidik Pertambangan untuk
melakukan penyelidikan atas dugaan aktivitas pertambangan timah ilegal yang dilakukan PT Adikarya di Sekuning, Desa Sri Bintan.

Kadistamben Kepri, Amjon menegaskan aktivitas pertambangan tidak boleh dilakukan sebelum mengantongi Izin Operasi Produksi. “Kami sudah melakukan klarifikasi dengan mengundang pihak perusahaan. Sejauh ini mereka berdalih hanya melakukan kegiatan eksplorasi sesuai dengan izin yang mereka miliki,” ujar Amjon menjawab pertanyaan media di Kantor Distamben Kepri, Tanjungpinang, Selasa (3/10).

Menurut Amjon, pihaknya belum melihat adanya Surat Keputusan (SK) yang ditunjukan pihak perusahaan kepada pihaknya dalam pertemuan tersebut. Atas dasar itu,
sembari menunggu pihak perusahaan memperlihatkan izin yang mereka kantongi, Distamben Kepri langsung melakukan kroscek di lapangan yang dilakukan oleh IP Distamben Kepri.

“Hari ini (kemarin,red) IP kita bersama Kepala Seksi Teknik Lingkungan, Distamben Kepri. Apa hasilnya kami belum mendapatkan laporan,” papar Amjon yang didampingi
Kepala Bidang Pertambangan, Distamben Kepri, Farida Madjid.

Mantan Pejabat Kabupaten Karimun tersebut menegaskan, semasa dirinya duduk sebagai Pimpinan di Distamben Kepri, belum ada perizinan yang ia keluarkan untuk aktivitas
pertambangan logam (timah, red) di Bintan. Ditegaskannya lagi, melakukan penambangan tanpa adanya IOP adalah sebuah kesalahan fatal.

“Kami sudah meminta pihak perusahaan menghentikan segala bentuk aktivitasnya. Sampai proses penyelidikan yang kami lakukan selesai,” tegas Amjon.

Masih kata Amjon, pengurusun perizinan pertambangan, khususnya logam harus melalui rekomendasi dari Distamben Kepri. Bahkan proses mendapatkan IOP harus melalui
mekanisme pelelangan. Karena pada tahapan tersebut untuk melihat kemampuan perusahaan untuk melakukan pertambangan.

“Ada beberapa klasifikasi tentunya, ketersediaan alat berat, kekuatan finasial, kelengkapan dokumen. Selain itu adalah mengantongi Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL)
sesuai dengan UU Tentang Pertambangan,” jelas Amjon.

Lebih lanjut katanya, persoalan mendasar lainnya yang harus diperhatikan adalah, apakah lokasi yang dimaksud adalah merupakan kawasan pertambangan sesuai dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Kepri yang sudah ditetapkan beberapa waktu lalu. Diuraikannya, apabila bukan wilayah pertambangan, tetap tidak bisa
dilakukan dengan dalih apapun.

“Karena ini menyangkut dengan lingkungan, apakah kawasan tersebut hutan lindung ataupun Dampak Penting dan Cakupan Luas Strategis (DPCLS),” jelasnya lagi.
Dijabarkannya, sebelum sampai ketahapan produksi, ada beberapa siklus perizinan yang harus dilakukan. Pertama adalah mengantongi ijin eksplorasi yang aktivitasnya
adalah untuk meneliti, apakah kawasan yang dimaksud benar mengandung mineral berupa logam. Kemudian mendapatkan Izin AMDAL. Pada tahapan ini, harus bersentuhan langsung dengan masyarakat sekitar.

“AMDAL akan dikeluarkan jika memang tidak bertentangan dengan RTRW. Jika tidak sesuai, maka tidak boleh diberikan,” ungkap Amjon.

Ditambahkannya, proses terakhir adalah harus mendapatkan IOP. Ketika ini sudah ada, perusahaan baru bisa melakukan aktivitas pertambangan. Terkait persoalan yang terjadi
sekarang ini, pihaknya menduga ada upaya mencuri-curi kesempatan yang ada.

“Untuk lebih legal, pihak perusahaan harus mengajukan permohonan ulang ke Distamben. Jika tidak sesuai peraturan, tentu akan kita tindak. Apalagi kami punya penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Pertambangan,” tutup Amjon. (jpg)

Update