Kamis, 25 April 2024

Sembilan Bulan, PA Batam Tangani 1.300 Kasus Cerai, sebaliknya Nikah Dini Meningkat

Berita Terkait

batampos.co.id – Hasan, 40, mengaku sudah tidak tahan. Belakangan ini, sang istri kerap bersikap kasar kepadanya. Persoalan ekonomi keluarga menjadi pemicu utama perubahan sikap istrinya itu.

Bukan tak mau memberi nafkah lebih, namun Hasan mengaku tak sanggup karena usaha kuliner yang sudah lama ia geluti tengah lesu. Sementara sang istri tetap menjalani gaya hidup yang tinggi tanpa peduli dengan kondisi keuangan keluarga. Akibatnya, perang mulut antara Hasan dan istrinya kian sering terjadi.

Puncaknya terjadi pada Rabu (4/10). Malam itu, Hasan benar-benar berpikir biduk rumah tangganya sedang berada di ujung tanduk.
“Saya benar-benar tak tahan. Tapi bingung mau berbuat apa,” kata dia.

Jika memutuskan untuk cerai, Hasan merasa kasihan dengan keempat anaknya. Mereka akan jadi korban. Namun jika tetap mempertahankan rumah tangganya, Hasan khawatir situasinya akan semakin buruk.

“Kalau saya kasari istri, urusannya dengan polisi. Tapi kalau saya diam, istri semakin menjadi,” katanya.

Kasus Hasan bukanlah satu-satunya. Ada ribuan kasus perpecahan dalam rumah tangga di Batam yang berujung cerai karena dipicu masalah ekonomi.

Pengadilan Agama (PA) Kelas IB Batam mencatat, sepanjang Januari hingga September ini ada 1.300 kasus perceraian sudah diproses. Penyebab kasus perceraian di PA Batam ini didominasi masalah ekonomi. Kebanyakan pasangan suami istri memutuskan bercerai karena sang suami menganggur atau berpendapatan rendah.

“80 persen istri yang menggugat. Sisanya baru suami,” kata Petugas Pusat Pelayanan Infomasi PA Batam, Ahmad Nabawi, Rabu (4/10).

Ahmad mengatakan, dalam beberapa bulan terakhir kasus perceraian yang ditangani PA Batam meningkat. Rata-rata alasannya karena banyak suami yang kehilangan pekerjaan. Puncaknya terjadi pada Agustus lalu. Sepanjang bulan tersebut ada 178 kasus perceraian yang masuk ke PA Batam.

Menurut Ahmad, tingginya pengangguran di Batam saat ini tidah hanya berdampak pada kehidupan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Namun mulai mempengaruhi kehidupan sosial dan rumah tangga warga Batam.

“Perubahan gaya hidup juga menjadi penyebabnya,” ungkapnya.

ilustrasi

Namun di tengah tingginya angka perceraian saat ini, kasus pernikahan di bawah umur justru meningkat. Hal ini terlihat dari banyaknya jumlah pengajuan dispensasi pernikahan yang masuk ke PA Batam. Sepanjang September ini saja, ada 13 pengajuan dispensasi pernikahan. Jumlah tersebut meningkat dari periode yang sama pada tahun lalu yang hanya sembilan pengajuan.

“Tahun ini lebih banyak yang nikah di bawah umur, penyebabnya karena pergaulan bebas,” jelasnya.

Menyikapi tingginya angka perceraian ini, tahun ini PA Batam telah mengeluarkan kebijakan terkait persyaratan perceraian. Tujuannya untuk menekan tingginya angka perceraian yang masuk di PA Batam. “Dulu baik KTP luar dan Batam bisa cerai di sini, sekarang sudah tidak lagi, mereka yang akan diperoses adalah mereka yang berdomisili di Batam dengan bukti e-KTP Batam,” terang Ahmad.

Meski begitu, jumlah perceraian di PA Batam masih terus tinggi. Menurut catatan PA Batam, pasangan cerai rata-rata merupakan pasangan usia produktif. “Sekitar 40 persen berusia rata-rata 30 tahun,” imbuhnya.

Selain faktor ekonomi, Ahmad menilai tingginya kasus cerai di Batam juga dipicu masalah asmara. Kehadiran orang ketiga juga kerap menjadi alasan pasangan suami istri memutuskan tali pernikahan.

Pantauan Batam Pos di PA Batam, Rabu (4/10), cukup banyak warga yang mengajukan proses cerai. Rata-rata pihak istri yang menggugat cerai. Alasan mereka rata-rata sama, yakni karena suami tidak mampu memberikan nafkah.  (YULITAVIA, Batam)

Update