Selasa, 23 April 2024

Pemerintah Segera Berlakukan FTA di Batam

Berita Terkait

batampos.co.id  – Tinggal selangkah lagi kebijakan Free Trade Agreement (FTA) akan diterapkan di Batam. Kepastian ini diperoleh setelah pemerintah pusat telah merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 47/2012 menjadi PMK 120/2017 tentang Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang di Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas Batam.

“Dalam PMK tersebut diatur penambahan ketentuan pemberlakukan FTA di kawasan bebas begitu juga dengan penambahan ketentuan umum persyaratan untuk mendapatkan fasilitas FTA,” kata Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Eri Sunandar di Hotel Novotel Batam, Selasa (24/10), saat menggelar sosialisasi PMK 47/2012.

Pasal dalam PMK tersebut yang menjelaskan mengenai pemberlakuan FTA yakni di Pasal 65 Ayat 1 yang berbunyi tarif preferensi dapat diberikan kepada pengusaha atas pengeluarakn barang hasil produksi di kawasan bebas yang menggunakan bahan baku atau bahan penolong asal luar daerah pabean dari kawasan bebas ke tempat lain dalam daerah pabean.

Sedangkan ayat 2 berbunyi ketentuan mengenai pengenaan tarif preferensi di kawasan bebas akan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengenaan tarif bea masuk dalam rangka perjanjian atau kesepakatan internasional.

Dengan kata lain, maka peraturan yang mengatur mengenai pengenaan tarif akan ditetapkan dalam waktu dekat dengan merevisi PMK 205/2015 tentang tata cara pengenaan tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional.

Penerapan FTA di Batam memiliki banyak keuntungan. Secara garis besar, fasilitas FTA meniadakan bea masuk ke wilayah pabean Indonesia selama industri-industri yang ada di Batam mengimpor bahan baku atau bahan penolong dari 16 negara yang memiliki kerjasama FTA dengan Indonesia sejak akhir 2015.

“Kemudian menunjukkan surat keterangan dari negara asal bahan baku kepada bea cukai, maka dapat fasilitas FTA,” terangnya.

16 negara tersebut antara lain Indonesia, Singapura, Malaysia, Myanmar, Filipina, Brunei Darussalam, Laos, Vietnam, Thailand, Kamboja, China, Korea Selatan, Jepang, India, Australia dan Selandia Baru.

Eri mengatakan, untuk mendapatkan fasilitas tersebut harus memenuhi tiga ketentuan. Yakni kriteria original atau asal barang, kriteria pengiriman, dan ketentuan prosedural.

Untuk kriteria asal barang harus diproduksi di negara anggota yang tergabung dalam kerjasama FTA.

“Bahan baku berasal dari negara anggota FTA dan harus mengalami perubahan HS Code dari bahan baku hingga barang jadi dan telah dilakukan proses khusus yang harus dilakukan dalam membuat produk tersebut,” jelasnya.

Sedangkan kriteria pengiriman meliputi barang impor dikirim langsung dari negara anggota yang menerbitkan Surat Keterangan Asal (SKA) ke dalam daerah pabean, melalui wilayah negara anggota, dan melalui wilayah selain negara anggota.

“Ada juga barang impor yang dapat dikirim dari negara anggota yang menerbitkan SKA melalui negara lain tapi dengan ketentuan,” jelasnya.

Sedangkan mengenai ketentuan prosedural terkait dengan penerbitan SKA yang harus memenuhi sejumlah ketentuan. Masa berlaku SKA hanya setahun sejak tanggal terbit.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Koordinator Himpunan Kawasan Industri (HKI) Kepri, Tjaw Hoeing, mengatakan pemberlakukan FTA sangat penting bagi Batam karena merupakan harapan dari investor. Kata dia, FTA ini merupakan masukan dari BP Batam pada era kepemimpinan Hatanto Reksodipoetro.

Kata dia, selama ini investor selalu mengeluhkan mahalnya tarif bea masuk ke wilayah pabean Indonesia. Total biaya yang harus dibayarkan investor jika ingin memasarkan barang produksinya ke dalam negeri adalah 22,5 persen dari harga barang.

“Terdiri dari 10 persen bea masuk, 10 persen pajak pertambahan nilai, dan 2,5 persen pajak penghasilan,” katanya.

Di samping itu, ketika investor di Batam mau melakukan kegiatan ekspor dan impor ke luar negeri, maka tidak dikenakan bea masuk.

Persoalan ini yang menjadi momok investor karena saat ini negara tujuan ekspor tengah dihantam krisis ekonomi global sehingga tingkat permintaan menurun. Sehingga mau tak mau, pasar domestik harus dilirik supaya industri di Batam bisa bertahan hidup.

“Kami hanya tinggal menunggu PMK 205/2015 direvisi, maka FTA akan segera berlaku,” harapnya.

Sebelum mendapatkan persetujuan dari bea cukai, maka ada tahapan yang harus dilalui sebuah perusahaan untuk bisa mendapat fasilitas FTA. “FTA sangat dibutuhkan sebagai insentif baru di Batam,” kata dia.

Menurut Ayung, banyak industri di Batam yang ingin berkembang. Bahkan salah satu perusahaan yang baru masuk yakni Blackmagic akan segera memperluas lini usahanya di Kawasan Industri Batamindo. (leo)

Update