“Orang boleh salah dalam bertindak, asal tidak salah sejak dari pikirannya”
Kalimat itu disadur dari kumpulan inspirasi Dahlan Iskan.
Agak menggelitik. Menyindir mereka yang mempunyai pikiran buruk. Juga niat jahat.
Maksud Dahlan, dalam mengambil tindakan, boleh saja salah. Asalkan diawali dari niat yang baik dan benar.
Namun, jika kesalahan itu sudah direncanakan, apalagi diawali iktikad buruk, pasti berakhir celaka.
Begitu juga dengan perusahaan. Sebesar-besarnya perusahaan, akan hancur oleh ulah oknumnya sendiri.
Meskipun sudah dipagari lewat aturan.
Sistem kerja atau yang biasa disebut standard operating procedure (SOP) harus dimiliki sebuah perusahaan.
Bahkan, SOP harus dibuat tertulis agar pengendalian dan pengawasan terhadap operasional perusahaan dapat berjalan lebih baik.
Kendati demikian, SOP tidak bisa dijalankan tanpa adanya sumber daya manusia (SDM) yang memadai.
Persoalannya sekarang, apakah SDM kita sesuai ekspektasi?
Lalu, apakah SDM kita bisa satu visi untuk mencapai tujuan perusahaan?
Sangat sulit untuk menjawabnya.
Sebaik-baiknya SOP, tidak akan bisa dijalankan jika SDM kita payah. Dalam segala bidang. Semangat kerja, watak, skill, hingga kualitas.
Mengelola SDM memang tidak mudah. Mereka berasal dari beragam pemikiran, sikap, hingga latar belakang.
Ada yang rajin, ada juga pemalas. Ada yang cerdas, namun ada pula yang standar. Ada yang bersemangat, juga ada yang loyo. Bermacam-macam.
Tapi jangan salah! Beragam perbedaan itu bisa disatukan. Melalui “jurus” bernama teamwork alias kerja sama tim.
Bagi saya, teamwork atau yang kerap disapa kerja sama tim sangat penting. Dengan demikian, diperlukan sinergi agar dapat mencapai target keseluruhan.
Memang, tidak bisa 100 persen optimal. Pasti ada beberapa karyawan kita yang malas-malasan.
Tapi tak apa-apa. Kita hormati karyawan malas itu jika bekerja sama dengan kita.
Kita hargai karyawan malas itu tidak mau bekerja sama dengan kita, dengan catatan tidak mengganggu kerja-kerja tim kita.
Namun, akan kita lawan karyawan malas itu jika tidak mau bekerja sama, mengganggu kita pula.
Anggaplah, 50-50. Perbandingan antara kelompok penyebar “virus” positif dengan negatif, sebanding.
Jika yang bisa dibawa hanya setengahnya, tak masalah. Kita ajak mereka bekerja sama untuk membesarkan perusahaan. Ketika berhasil, mereka kita beri reward. Ketika gagal, kita pompa terus semangat mereka. Kalau sudah demikian, kelompok pemalas itu lama-lama akan malu sendiri dan ikut dengan kita.
Membangun teamwork merupakan sebuah tantangan tersendiri. Tapi hal itu bisa terwujud.
Sebagai tim, kita harus membangun kepercayaan dan saling menghormati. Dengan demikian, akan mempermudah kerja sama. Apalagi, jika keberagaman itu bisa disinergikan.
Di sisi lain, dibutuhkan komunikasi yang matang. Sehingga, menciptakan atmosfer keterbukaan dan kejujuran. Sehingga, setiap karyawan dapat mengekspresikan diri dalam bentuk pemikiran, solusi, hingga saran untuk menjawab permasalahan yang ditemui.
Di samping itu, sikap saling memiliki alias sense of belonging juga harus diperkuat.
Karyawan harus kita ajak untuk memahami visi bersama. Sikap saling memiliki akan semakin mendalam. Terutama jika sudah bekerja sama.
Sedangkan bagi pemimpinnya, upayakan untuk melibatkan tim kita dalam setiap keputusan. Sehingga, keputusan yang diambil mencerminkan semangat kerja sama tim.
Berikutnya, evaluasi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengkaji ulang kebijakan dan tujuan perusahaan. Kita koreksi bersama kinerja dan realisasinya di lapangan. Nah, ketika muncul masalah, bisa menjadi pelajaran untuk perbaikan kinerja berikutnya.
Jadi, selain membuat sistem yang seefektif dan seefesien mungkin, kita juga harus membangun SDM yang tangguh. Yang mampu bekerja sama sebagai tim.
Terakhir, harus dikombinasikan dengan kekuatan hati, kekuatan visi, dan kekuatan komunikasi. ***
Guntur Marchista Sunan
General Manager Batam Pos