Jumat, 19 April 2024

1.300 Pasangan di Batam Bercerai

Berita Terkait

ilustrasi

batampos.co.id – Kondisi ekonomi yang sulit tak hanya memicu masyarakat Batam depresi. Namun situasi ini mulai mengganggu harmonisasi pasangan rumah tangga. Pengadilan Agama Kelas IB Batam mencatat, hingga September lalu ada 1.300 pasangan suami-istri yang memutuskan untuk bepisah.

Penyebab kasus perceraian di PA Batam ini didominasi masalah ekonomi. Kebanyakan pasangan suami istri memutuskan bercerai karena sang suami menganggur atau berpendapatan rendah.

“80 persen istri yang menggugat. Sisanya baru suami,” kata Petugas Pusat Pelayanan Infomasi PA Batam, Ahmad Nabawi.

Ahmad mengatakan, sepanjang bulan ada ratusan kasus perceraian. Rata-rata penyebabnya faktor ekonomi. Paling tinggi terjadi pada Agustus lalu. Ada 178 kasus perceraian yang masuk ke PA Batam. Pasangan cerai rata-rata merupakan usia produktif. “Sekitar 40 persen berusia rata-rata 30 tahun,” sebutnya.

Ironisnya, di tengah tingginya angka perceraian saat ini yang mayoritas akibat faktor ekonomi, justru kasus pernikahan dini atau bawah umur meningkat. Hal ini terlihat dari jumlah pengajuan dispensasi pernikahan yang masuk ke PA Batam. September saja, ada 13 pengajuan dispensasi pernikahan. Meningkat dari periode yang sama pada tahun lalu yang hanya sembilan pengajuan.

“Penyebabnya karena pergaulan bebas,” jelasnya. Pernikahan dini ini juga rentan bercerai karena faktor ekonomi. Secara ekonomi pasangan ini belum matang, bahkan belum berpenghasilan.

Tak hanya cerai, ada juga warga Batam memilih jalan pintas karena terhimpit masalah ekonomi. Bunuh diri. Jalan itu dinilai paling cepat mengatasi masalah, meski salah.

Pihak Kepolisian mencatat di semester pertama 2017 ada 16 kasus bunuh diri terjadi di Kepri. Kebanyakan di wilayah hukum Polresta Barelang, 13 kasus.

Dari catatan Batam Pos, kasus bunuh diri tersebut disebabkan berbagai faktor. Namun lebih banyak masalah ekonomi. Ada yang mengakhiri hidupnya dengan cara terjun dari jembatan Barelang, gantung diri, meminum racun, dan menyayat leher atau nadinya.

“Cukup tinggi itu,” kata Psikolog Bibiana Dyah Sucahyani, belum lama ini.

Ia mengatakan harusnya angka ini, sudah menjadi perhatian semua orang termasuk pemerintah. Di beberapa Kota Besar, kata Bibiana, sudah mendirikan posko krisis untuk menampung orang-orang yang bermasalah secara psikis.

Ilustrasi

Dari kasus bunuh diri yang terjadi di Batam, kebanyakan mengakhiri hidupnya akibat faktor ekonomi, menurut Bibiana bisa jadi. “Tapi ekonomi penyebab tak langsung. kalau stres, iya,” ujarnya.

Dijelaskannya ada beberapa proses yang dilalui seseorang, sebelum akhirnya memutuskan bunuh diri. Diawali dengan stres, lalu menjadi depresi. Karena terus memikirkan permasalahan yang tak kunjung mendapatkan solusi, orang-orang itu akhirnya menjadi frustasi.

“Lalu salah solusi, menganggap dengan mengakhiri hidup adalah solusi. Padahal itu salah,” tuturnya.

Masyarakat dapat melihat, orang-orang yang stres, depresi atau frutasi. Bibiana mengatakan hal itu bisa terlihat secara langsung, murung, sedih, kelihatan bingung, suka menyendiri, sensian, serta menarik diri dari lingkungan. Tak hanya itu saja, orang-orang ini juga tak bisa berinteraksi ditengah keramaian.

Data yang diperoleh dari Polresta Barelang, sepanjang 2017 hingga pekan pertama Agustus, laporan kasus kriminal yang masuk sudah 1.713 kasus. Ada 923 kasus berhasil diselesaikan.

Sebelumnya, pada 2016, laporan yang masuk ke polisi ada 3.241 kasus. Yang berhasil diselesaikan 1.246 kasus. Dua tahun sebelumnya (2015) ada 3.505 laporan dan berhasil diselesaikan 1.750 kasus.

Namun angka 2016 tersebut sedikit berbeda dengan data yang dirilis Polresta Barelang pada penghujung 2016. Perbedaan data ini disebabkan adanya beberapa laporan dicabut pelapor dan beberapa laporan lainnya tidak memenuhi unsur pidana sehingga tak bisa dilanjutkan, sehingga angka terkoreksi.

Data yang dirilis pada 28 Desember 2016 disebutkan gangguan terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) di Batam selama 2016 tercatat 3.564 kasus. Meski tetap tinggi, namun turun dibandingkan 2015 yang mencapai 4.501 kasus (berhasil diungkap 2.084 kasus).

Jika dirata-ratakan dalam dua tahun (2015-2016) ada 4.032 kasus kriminalitas setiap tahunnya di Kota Batam. Atau 1.008 kasus setiap semester. Dibandingkan dengan semester pertama 2017 ada 1.513 kasus dan sampai awal Agustus 2017 tercatat 1.713 kasus. Ada kecenderungan peningkatan.

Itu baru Batam. Jika ditotalkan se-Kepri, angkanya jauh lebih besar. Data dari Direktorat Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Kepri, pada 2016 mencapai 4.623 kasus dan berhasil diungkap kepolisian 1.649 kasus. Sementara pada 2017 hingga semester pertama ada 2.082 kasus se-Kepri. Berhasil diungkap 1.005 kasus.

Dari ribuan kasus kriminal setiap tahunnya itu, umumnya kejahatan yang terjadi berorientasi pada pemenuhan kebutuhan hidup pelaku. Meski berdalih untuk kebutuhan perut, namun jalan yang mereka tempuh tetap keliru. (cha/nur/yulita/ska)

Update