Sabtu, 20 April 2024

Ekonomi Lemah, Penderita Stres di Batam, Meningkat

Berita Terkait

batampos.co.id – Perekonomian yang lesu menimbulkan efek domino bagi masyarakat Batam. Bukan hanya membuat sekitar 200 ribu orang kehilangan pekerjaan, kondisi ini juga mengakibatkan kesehatan masyarakat menurun. Baik fisik maupun psikis.

PRIA berkemeja liris putih-biru itu tampak serius. Dengan penuh seksama, ia menempelkan stetoskop di dada seroang pasien. Sesekali ia menggeser posisi alat tersebut.

Usai memeriksa, pria ini berbincang dengan pasiennya mengenai penyakit yang diderita. Sejurus kemudian tangannya menarik kertas di meja kerjanya. Pena di antara ibu jari dan telunjuknya menari di atas kertas itu. Ia menulis resep obat untuk si pasien.

Dia adalah dr Brain Gantoro SpGK, dokter spesialis gizi Rumah Sakit Awal Bros (RSAB) Batam. Jumat siang (3/11) pekan lalu Batam Pos menemuinya di ruang praktiknya di lantai enam RSAB Batam.

Brain menjelaskan kondisi ekonomi sangat besar pengaruhnya pada kesehatan masyarakat. Saat ekonomi lesu, daya beli masyarakat menurun. Efeknya, yang biasanya belanja makanan yang bergizi demi memenuhi standar kebutuhan gizi tubuhnya dan keluarganya, terpaksa belanja makanan yang standar gizinya lebih rendah.

“Gizi itu didapat menggunakan apa? Ya dengan duit. Kalau duit tak ada bagaimana mau memenuhi asupan gizinya,” katanya.

Saat krisis, kata dia, masyarakat cenderung memilih makanan yang harganya relatif murah. Masyarakat tak lagi berpikir apakah kandungan gizinya cukup atau tidak. Masyarakat tak lagi melihat apakah kadar lemaknya tinggi, bervitamin atau tidak. Yang penting harganya ekonomis dan mengeyangkan.

“Akibatnya, gizi menjadi tak seimbang. Penyakit degeneratif akan cepat datang, seperti jantung, stroke, kanker, dan diabetes,” ungkapnya.

Penyakit degeneratif itu, menurut Brain, tidak langsung timbul. Melainkan ditandai dengan gejala gangguan kejiwaan dan tubuh.

“Awalnya pikiran, lalu ke saluran cerna seperti muntah, mencret, konstipasi, tak nafsu makan. Ditambah pola makan salah, ya sudah muncul penyakit degeneratif itu,” jelasnya.

Brain mengungkapkan, di era krisis seperti sekarang ini memang harus hati-hati dan lebih cermat dalam memilih makanan. Ia menyebutkan sebagian besar pasien yang datang kepadanya adalah pasien dengan masalah gizi karena faktor pikiran.

“75 persen pasien yang saya urus itu karena faktor stres. Ada akibat masalah ekonomi, ada juga akibat faktor-faktor lainnya,” ungkapnya.

Direktur RSAB Batam, dr Widya Putri. MARS menyebutkan, akhir-akhir ini pihaknya banyak menerima pasien dengan indikasi non infeksi seperti jantung, diabetes mellitus, hipertensi, stroke, hingga kanker. Ada dua tipe penyakit dengan intensitas tinggi di RSAB, yakni penyakit infeksi seperti diare, ISPA, DB Dengue, dispepsi atau mag. Sedangkan penyakit non infeksi seperti jantung, diabetes mellitus, hypertensi, stroke, dan kanker.

“Persentasenya 70 persen pasien kategori penyakit infeksi, dan 30 persen kategori non infeksi,” ujar Widya, Kamis (2/11) lalu.

Apakah itu ada pengaruhnya dengan kondisi ekonomi saat ini sehingga berpotensi mempengaruhi kesehatan? Widya mengaku belum bisa menyimpulkan ke arah tersebut. Butuh survei khusus dan tentunya harus atas persetujuan keluarga pasien. “Itu sudah masuk ranah privasi,” jelas Widya.

Namun, Widya membenarkan penyakit timbul memang bisa akibat kesalahan konsumsi dan kurang gizi. Namun bukan itu saja, pemicunya, banyak akibat pengaruh pikiran. Misalnya stres yang bisa memicu penyakit berbahaya lainnya.

“Stres itu bisa menimbulkan berbagai macam penyakit, mulai dari gangguan saluran pencernaan, asam lambung, dada berdebar-debar, keringat dingin. Ini kalau tak segera ditangani secara medis, atau lewat pemikiran positif si penderita ya bisa fatal,” jelasnya.

Manajer Pengembangan Bisnis RSAB, dokter Shinta Trilusita menyebutkan dibanding 2016 lalu, untuk gangguan saluran cerna akibat stres terjadi peningkatan kunjungan untuk tahun ini.

Untuk melihat faktor penyebabnya, Shintia mengaku tak bisa hanya melihat dari satu sisi indikasi, tapi harus melibatkan konsultasi psikiater. Apakah itu diakibatkan masalah rumah tangga, pekerjaan, atau murni sakit.

“Pasien yang mengalami stroke, jantung, misalnya. Penyebabnya apa karena masalah ekonomi, itu perlu dibuktikan lagi ke si pasiennya,” jelas Shinta.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam Didi Kusmarjadi mengatakan gangguan kesehatan yang paling berdampak akibat permasalahan perekonomian adalah depresi.

Berdasarkan data yang dilaporkan pemberi fasilitas kesehatan ke Dinas Kesehatan Kota Batam, jumlah pasien depresi mengalami peningkatan di tahun 2017. Pada tahun 2016 penderita depresi hanya 14 orang, namun saat ini 49 orang.

“Ini masuk kategori cukup tinggi,” katanya, pekan lalu.

Namun jumlah tersebut bisa jadi hanya sebagian kecil dari jumlah sesungguhnya di lapangan. Sebab, bisa jadi ada penderita depresi tak dilaporkan pihak pemberi faskes ke Dinkes Batam.

Dari jumlah tersebut, gangguan depresi atau stres akut paling banyak dialami perempuan. Tahun 2016 dari 14 kasus depresi, delapan perempuan dan enam laki-laki. Sedangkan tahun ini, dari 49 kasus, 28 orang perempuan, sisanya 21 laki-laki.

Perempuan lebih rentan depresi karena perempuan yang mengatur keuangan rumah tangga. Saat kekurangan akibat krisis, perempuan yang pertama merasakan dampaknya. Apalagi jika sudah terbiasa setiap bulannya mengatur keuangan dengan jumlah yang cukup, lalu tiba-tiba berkurang jauh, kondisi ini membuat ibu rumah tangga depresi. Apalagi jika suami tak ada lagipenghasilan akibat tak memiliki pekerjaan setelah di-PHK.

Didi mengakui, tak semua kasus depresi itu penyebabnya akibat tekanan ekonomi. Ada juga faktor genetik, kepribadian, dan pengalaman buruk.

“Tapi melihat keadaan Batam sepertinya kesulitan ekonomi menjadi faktor pertama penyebab depresi itu,” ungkap Didi.

Menurutnya, depresi menjadi gangguan kesehatan yang paling terdampak dari krisis ekonomi yang dialami rumah tangga sebagai akibat dari krisis global. Sedangkan penyakit lainnya menyusul sesuai keadaan kesehatan pasien. Jenis penyakit yang akan menyusul antara lain jantung, diabetes melitus, hipertensi, penyakit pencernaan, stroke, dan beragam penyakit lainnya, khususnya yang terkait asupan gizi. (cha/nur/yulita/ska)

Update